Sudahlah, James Memang Tak Cocok dengan Zidane

12 Juli 2017 16:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
James sesungguhnya tak buruk di Madrid. (Foto: Miguel Vidal/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
James sesungguhnya tak buruk di Madrid. (Foto: Miguel Vidal/Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak ada ekspektasi berlebih saat Zinedine Zidane datang menggantikan Rafael Benitez, 2016 lalu. Publik sadar, catatan melatih Zidane yang baru seumur jagung tak lantas membuatnya layak diberi ekspektasi berlebihan di Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Satu semester bergulir, firasat orang mengenai masa depan Madrid di tangan Zidane berubah 180 derajat. Permainan Madrid yang dianggap tak akan lebih baik berubah begitu efisien. Pun demikian dengan gelar. Di akhir musim itu, Zidane sukses memberikan trofi Liga Champions untuk Madrid.
Apa yang terjadi saat itu berlanjut musim berikutnya, 2016/17. Dengan skuat yang kurang lebih sama, Madrid mendapatkan dua gelar prestius secara berbarengan: La Liga dan Liga Champions Eropa. Okelah, trofi Liga Champions sudah pernah didapat pada musim sebelumnya. Namun, bukankah sudah lama juga tidak ada kesebelasan yang memenangi gelar Liga Champions (dulu Piala Champions) secara beruntun? Dan bukankah sudah lama juga Madrid tak memenangi trofi La Liga?
Sejauh ini, boleh dibilang musim 2016/17 menjadi musim terbaik Zidane.
ADVERTISEMENT
Di balik keberhasilan Zidane menorehkan gelar untuk Madrid, pelatih asal Prancis tersebut juga tak lepas dari sorotan. Di era Zidane jugalah dua pemain potensial Madrid, Alvaro Morata dan James Rodriguez, mati kutu di bangku cadangan.
Morata—yang didatangkan Madrid setelah menebus klausul pembelian kembali dari Juventus—hanya dimainkan sebagai starter dalam 14 pertandingan La Liga. Padahal, jika melihat statistik Morata musim 2016/2017, dia pantas mendapatkan status lebih tinggi.
Torehan 15 gol dan empat assist-nya jauh lebih banyak dari apa yang dibukukan oleh penyerang tengah reguler Madrid, Karim Benzema. Benzema sendiri pada musim itu hanya mampu menciptakan 11 gol dan lima assist. Catatan yang tak luar biasa bagi penyerang yang dimainkan 29 kali di La Liga.
ADVERTISEMENT
Situasi sulit yang dialami oleh Morata tak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh James. James, pemain asal Kolombia itu, sebenarnya juga tak buruk-buruk amat. 13 kali memulai laga sebagai starter, ia mampu berkontribusi atas terjadinya enam gol.
Apiknya James tak hanya soal umpan yang dia lepaskan untuk menjadi gol. Dalam beberapa kesempatan, James juga kerap menjadi pemecah kebuntuan. Dari beberapa laga, delapan kali James menjebol gawang lawan. Angka yang tak cukup buruk bagi seorang pemain yang lebih sering menepi di bench.
Zidane mengangkat trofi Liga Champions. (Foto: Eddie Keogh/Reuters )
zoom-in-whitePerbesar
Zidane mengangkat trofi Liga Champions. (Foto: Eddie Keogh/Reuters )
Dengan catatan penampilan yang tak memuaskan, muncul sebuah pertanyaan bagi James: apa skema Zidane benar-benar tak cocok dengannya?
Ada dua jawaban yang rasional mengenai pertanyaan ini. Jika melihat pakem yang digunakan Zidane pada awal musim, jawabannya: ya. Namun, jika melihat taktik dan formasi Zidane jelang musim berakhir, jawabannya bisa berganti menjadi tidak.
ADVERTISEMENT
Melihat apa yang ditampilkan oleh Zidane pada awal musim ini, wajar bila James dipinggirkan. Keberadaan Toni Kroos, Luka Modric, dan Casemiro di lini tengah jelas tidak ingin dilewatkan oleh Zidane dengan menggunakan pemain lain.
Selain keberadaan ketiganya, Zidane tentu tidak mau mengganti satu di antara duo Cristiano Ronaldo, Gareth Bale, dan Karim Benzema. Meski beberapa di antara mereka acap bermasalah dengan cedera, tetapi menjadikan keduanya sebagai cadangan jelas sebuah kerugian.
Dengan keberadaan tiga pemain itu ditambah kombinasi Ronaldo dan Bale, Zidane otomatis menggunakan pakem yang dianggap paling pas. Zidane pun memilih 4-3-3 flat. Formasi tersebut, dengan kombinasi pemain-pemain di atas, tidak hanya menguatkan lini tengah, tetapi juga mempertahankan daya ledak lini depan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya tak masalah jika James diberi kesempatan bermain di posisi gelandang tengah. Dalam beberapa pertandingan, eks-pemain Banfield ini diturunkan sebagai gelandang tengah dan penampilannya tidak buruk-buruk amat. Tetapi, ya kembali lagi, kekuatan lini tengah tak akan sekuat saat diisi oleh Modric-Kroos.
Jawaban berbeda mungkin bisa disimak dari pernyataan kedua. Taktik Zidane cocok dengan gaya bermain James, tetapi pelatih asal Prancis tersebut lebih memilih pemain lain untuk mengisi taktik tersebut.
Jangan khawatir, James. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
zoom-in-whitePerbesar
Jangan khawatir, James. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
Apa yang dilakukan jelang musim berakhir jadi contohnya. Isco Alarcon, pemain yang memiliki posisi bermain sama seperti James, lebih dipilih oleh Zidane. Meski demikian, Isco tidak dipilih karena dia unggul jauh dibandingkan James.
Dalam beberapa aspek, Isco lebih baik daripada James. Rataan umpan berhasil Isco per laganya mencapai 36 umpan, sedangkan James hanya 33. Isco juga kerap melakukan take-ons (keberhasilan melewati lawan) dengan rasio keberhasilan mencapai 60%, sedangkan James hanya 58%.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang dipikirkan oleh Zidane soal dipilihnya Isco dibanding James adalah kemampuan defensifnya. Jika dibuat perbandingan dari semua aspek defensif, Isco hampir unggul dalam semua aspek.
Melihat keputusan Zidane melepas James dan mempertahankan Isco boleh jadi sebuah isyarat bagi pemain asal Kolombia ini. Dia memang tak buruk-buruk amat. Tetapi, melihat apa yang tengah dibangun oleh Madrid saat ini, rasanya tak membutuhkan tenaga James.
Jadi, ya, sudahlah, James…