Superclasico yang Lebih Super dari El Clasico

22 Desember 2017 12:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Superclasico tahun 1997. (Foto: AFP/Daniel Luna)
zoom-in-whitePerbesar
Superclasico tahun 1997. (Foto: AFP/Daniel Luna)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tubuh Diego Armando Maradona masih ramping kala itu. Narkotika yang di kemudian hari membuat dirinya merana masih berada jauh dari jangkauan. Yang ada dalam pikiran El Diego kala itu cuma sepak bola. Yang dia inginkan hanyalah menjadi pesepak bola terbaik bersama klub yang dia puja kala masih kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
Hari itu, 10 April 1981, langit sudah gelap di Buenos Aires ketika puluhan ribu manusia berjejalan di sebuah arena yang terlihat dibangun ala kadarnya. La Bombonera. Begitu orang-orang menyebutnya meski arena itu sebetulnya punya nama resmi Estadio Alberto J. Armando. Tahun itu adalah tahun ke-41 arena itu menjadi markas bagi Boca Juniors setelah Alberto J. Armando mengupayakan pembangunannya pada akhir dekade 1930-an hingga akhirnya diresmikan pada 1940.
Maradona, pada hari itu, adalah anggota skuat Boca yang dikomandoi Carmelo Faraone. Musim 1981/82 itu adalah musim pertama El Diego di Buenos Aires setelah sebelumnya mampu tampil memikat bersama Argentinos Juniors. Dia pun merupakan salah satu anggota skuat termuda di mana sebagian besar rekan setimnya berasal dari angkatan 1950-an.
ADVERTISEMENT
Hari itu, 10 April 1981, Boca Juniors bertanding menghadapi River Plate.
Skuat River sendiri ketika itu jauh lebih menterang dibandingkan milik Boca. Di sana, bercokollah para pahlawan Argentina di Piala Dunia 1978 seperti Ubaldo Fillol, Daniel Passarella, Americo Gallego, sampai Mario Kempes. Mereka pun datang dengan menyandang status juara bertahan Liga Argentina.
Namun, hari itu memang bukan harinya River, bukan pula harinya Boca. Hari itu adalah harinya Diego Armando Maradona dan kebetulan, seragam yang dikenakan El Pibe del Oro adalah seragam biru-kuning milik Boca Juniors.
Boca menang 3-0 atas River hari itu dan di akhir musim, mereka berhasil mencuri gelar juara liga dari tetangganya itu. Ketiga gol Boca pada hari itu kesemuanya lahir dari aksi Maradona. Dalam prosesnya, Maradona mampu membuat para bintang River itu jadi tak ubahnya amatiran. Passarella yang dikenal akan ketangguhannya pun dibuat seperti anak kemarin sore. Padahal, seharusnya Maradona-lah anak kemarin sore itu.
ADVERTISEMENT
***
Baik Boca maupun River sama-sama dibentuk pada tahun 1905 dan dalam sejarahnya, kedua tim ini sudah bertemu di lebih dari 200 kesempatan. Walau begitu, di antara ratusan pertandingan itu tentu ada beberapa yang pada akhirnya benar-benar terpatri dalam memori dan laga di mana Maradona memperkenalkan dirinya itu menjadi salah satunya.
Boca, secara statistik, memang lebih unggul di mana mereka sudah memenangi 88 pertandingan. Mereka unggul delapan kemenangan dibanding River. Namun, River punya keunggulan dari segi jumlah gelar liga di mana mereka punya koleksi 36, unggul empat trofi atas Boca.
Suporter Boca Juniors di La Bombonera. (Foto: AFP/Dani Garcia)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Boca Juniors di La Bombonera. (Foto: AFP/Dani Garcia)
Selain laga perkenalan Maradona itu, ada beberapa laga sengit lain yang kemudian jadi folklor tersendiri di kalangan suporter kedua kesebelasan. Para suporter River, misalnya, akan selalu mengenang tahun 1994 di mana mereka mampu menggulung Boca dua kali selama semusim, masing-masing dengan skor 2-0 dan 3-0. Kala itu, River yang diperkuat nama-nama besar macam Enzo Francescoli, Ariel Ortega, Marcelo Gallardo, sampai Hernan Crespo memang terlalu perkasa bagi Boca.
ADVERTISEMENT
Rivalitas antara Boca dan River ini pun usianya hampir setua sepak bola di Argentina itu sendiri. Sejak awal, mereka berdua sudah saling berseteru dan hal ini bisa dilacak dari kesamaan akar kedua kesebelasan.
Meski akhirnya River dianggap sebagai timnya orang-orang berduit dan Boca adalah timnya orang-orang kere, pada awalnya kedua kesebelasan ini sama-sama dibentuk di area industri La Boca yang dipenuhi imigran. Boca dibentuk oleh seorang Irlandia, dua orang Italia, dan beberapa pelajar setempat.
Keberadaan para pelajar itu membuat nama Juniors kemudian dilekatkan. Warna seragam mereka kemudian dipilih berdasarkan warna bendera kapal apa yang merapat di pelabuhan setelah klub itu dibentuk dan kebetulan, kapal yang datang itu adalah kapal milik Swedia, sehingga warna biru-kuning pun kemudian jadi pilihan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, River adalah kesebelasan yang dibentuk oleh para imigran Inggris dan tak heran jika nama mereka pun sangat berbau Inggris. Awalnya, ada dua tim milik imigran Inggris dan kedua tim ini mengenakan seragam putih. Untuk membedakan, salah satu tim kemudian menjahit tambalan berwarna merah. Akhirnya, ketika kedua tim ini dimerger, warna yang dipilih adalah warna putih-merah itu tadi.
Suporter River Plate di El Monumental. (Foto: AFP/Daniel Luna)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter River Plate di El Monumental. (Foto: AFP/Daniel Luna)
Sampai pada 1915, River masih bermukim di La Boca. Stadion kedua kesebelasan ini pun cuma berjarak lima blok. Akan tetapi, River kemudian hijrah ke sebuah area kelas atas dan di sana, mereka mampu menarik massa baru. Sehingga, ketika akhirnya mereka hengkang ke El Monumental pada 1938, citra sebagai klub orang kaya itu sudah kadung melekat pada diri River.
ADVERTISEMENT
Dalam diri River, pada akhirnya, memang ada sebuah keangkuhan tersendiri. Sudah didukung oleh orang-orang berduit, mereka pun memiliki kredo yang tak boleh dilanggar dalam bermain. Mereka, pada dasarnya, amat mirip dengan Real Madrid di mana menang saja tidak cukup. Lebih dari itu, mereka harus menang dengan cara yang benar, yakni dengan bermain cantik. Seperti kata Marcelo Gallardo, di River Plate, bola harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Itulah mengapa, di River kemudian yang lahir adalah pemain-pemain priyayi seperti Gallardo ini. Selain Gallardo, tentunya ada sosok-sosok lain macam Francescoli, Ortega, sampai Gonzalo Higuain dan Javier Saviola yang bisa dikedepankan. Bahkan, gelandang bertahan mereka seperti Esteban Cambiasso pun terlihat mewah ketika bermain.
Sebaliknya, Boca adalah klub yang (terlihat) serampangan dan ini bisa dilihat dari ikon-ikon mereka. Ada Diego Maradona, ada Carlos Tevez, ada pula Roman Riquelme yang meski punya sentuhan bak goresan kuas Degas, tetap saja tidak bisa diatur. Selain itu, dalam diri pemain Boca selalu ada brute force yang tidak bisa dilepaskan, bahkan sampai saat ini. Pendek kata, identitas yang ada di dalam diri kedua kesebelasan ini tidak cuma jadi tampak luar saja, tetapi juga dimaknai dari lubuk kalbu yang paling dalam.
ADVERTISEMENT
Bagi para suporter Boca, River adalah kumpulan ayam sayur (Gallinas) dan bagi suporter River, Boca adalah gundukan tahi (Bosteros). Julukan gallinas itu bermula dari laga final Copa Libertadores yang mempertemukan River dengan Penarol.
Di laga tersebut, River sebenarnya mampu unggul 2-0 saat turun minum. Akan tetapi, di babak kedua, River kolaps. Penarol mampu menyamakan kedudukan menjadi 2-2 sebelum akhirnya unggul 4-2 pada babak perpanjangan waktu. Di sinilah identitas ayam sayur itu lahir dan meski kemudian identitas itu justru diperlakukan sebagai sebuah kebanggaan, di tangan suporter Boca, identitas itu berubah menjadi umpatan menyakitkan.
Adapun, julukan gundukan tahi bagi Boca itu tak lain dan tak bukan lahir dari tempat di mana Boca bermukim. Sebagai kawasan industri, La Boca memang mengeluarkan bau tak sedap yang tak pernah enyah bagaimana pun kondisinya. Meski bau itu bukan berarti bau tahi, para suporter River tak peduli. Bagi mereka, apa pun yang berbau tak sedap itu tahi dan para suporter Boca yang kere itu memang lekat dengan bau tak sedap.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap pertemuannya, arena tempat Boca dan River bertanding berubah menjadi medan perang. Ini, tentu saja, bukan bermakna kiasan belaka. Di tribune, apa saja bisa menjadi senjata untuk menyakiti lawannya dan itulah mengapa, pihak kepolisian Buenos Aires selalu menyiagakan lebih dari seribu aparat untuk mengamankan laga ini. Tak jarang, puluhan orang bisa ditangkap dalam satu pertandingan.
Itu baru di tribune. Di lapangan, situasinya tak jauh berbeda. Pada laga persahabatan tahun lalu, misalnya, ada lima kartu merah dan sembilan kartu kuning yang melayang dari saku wasit. Padahal, itu cuma laga perseahabatan dan di situ, terlihat pula bahwa para pemain kedua kubu selalu menganggap bahwa pertemuan antara Boca dan River memang bukan pertandingan sepak bola, melainkan pertempuran antargladiator.
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, provokasi yang dilakukan para pemain kedua kesebelasan terhadap suporter lawan pun bukan hal asing. Carlos Tevez dari Boca dan Matias Almeyda dari River pernah dikartu merah oleh wasit karena memprovokasi suporter lawan. Tevez memprovokasi dengan gestur ayam ketika melakukan selebrasi, sementara Almeyda memprovokasi dengan mencium emblem River di depan para suporter Boca.
Selebrasi Carlos Tevez. (Foto: AFP/Ali Burafi)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi Carlos Tevez. (Foto: AFP/Ali Burafi)
***
Superclasico. Itulah sebutan bagi laga antara Boca Juniors dan River Plate. Ingat, bukan cuma clasico, melainkan superclasico. Dengan basis massa sebesar 73% dari total populasi Argentina, pertandingan antara kedua kesebelasan ini memang tak sebatas memperebutkan supremasi di Buenos Aires saja, tetapi juga di seluruh Argentina, bahkan Amerika Selatan.
Sudah sangat banyak orang yang menyebut bahwa laga derbi ini adalah yang terbesar di dunia. Bahkan, secara gamblang, The Observer menyebut bahwa laga Boca vs River ini mampu membuat Old Firm Derby antara Rangers dan Celtic jadi seperti permainan sepak bola di halaman sekolah. Meski gaungnya tidak sebesar laga-laga derbi di Eropa, laga Boca melawan River ini memang tidak ada tandingannya di mana pun.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana dengan El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona? Apakah benar bahwa Superclasico antara Boca dan River memang lebih besar ketimbang laga antara dua tim terbesar Spanyol tersebut?
Entahlah. Tak ada jawaban yang benar-benar pasti untuk itu. Pasalnya, El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona itu sudah dikooptasi sedemikian rupa sehingga gaungnya jadi begitu terasa sampai ke belahan dunia mana pun. Dari segi popularitas dan komersial, El Clasico tentunya jauh lebih unggul.
Akan tetapi, El Clasico di Spanyol, biar bagaimana pun, bukan merupakan laga antara dua klub sekota dan afinitas milik Superclasico itu jadi tidak dimilikinya. Pada laga antara Boca dan River, yang tumpah ruah ke dalam stadion sebagian besar adalah warga kota Buenos Aires sendiri dan seperti yang selama ini sudah kerap dibuktikan, semakin dekat dua entitas yang berseteru, semakin panas juga rivalitasnya. Untuk itu, Superclasico memang layak disebut lebih super dibanding El Clasico.
ADVERTISEMENT