Clare Smyth: Praktik Seksisme di Industri Restoran Masih Sangat Kental

26 Juni 2018 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Clare Smyth (Foto: instagram/ @theworlds50best)
zoom-in-whitePerbesar
Clare Smyth (Foto: instagram/ @theworlds50best)
ADVERTISEMENT
Selama ini, profesi koki atau chef memang lebih banyak digeluti oleh kaum laki-laki. Coba saja kita lihat koki-koki selebriti yang kerap mewarnai layar kaca, hampir semuanya adalah laki-laki.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan koki perempuan?
Mereka masih tetap eksis, namun jumlahnya tak sebanyak koki laki-laki--bahkan bisa dibilang perbandingan jumlah koki perempuan dan laki-laki tak imbang dan berat sebelah. Pada 2017 jumlah koki perempuan di Inggris bahkan mengalami ketimpangan jumlah. Dilansir Big Hospitality, koki perempuan hanya mendapat porsi sebanyak 1:4.
Industri kuliner--terutama restoran seakan menjadi daerah terlarang bagi koki perempuan. Banyak anggapan bahwa para koki perempuan tersebut tak memiliki mental yang cukup tangguh untuk 'berperang' di dapur. Karenanya, kebanyakan koki perempuan ini diarahkan menjadi pastry chef, dengan spesialisasi membuat kue atau cake--mungkin karena wanita dinilai lebih teliti dan detail untuk menghias hidangan penutup.
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
zoom-in-whitePerbesar
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
Tak hanya itu saja, penghargaan terhadap chef perempuan pun masih sangat minim. Seorang chef perempuan pertama (dan semoga bukan satu-satunya) yang dianugerahi bintang tiga Michelin, Clare Smyth, menyampaikan kritiknya terhadap kentalnya budaya seksisme di industri yang digelutinya tersebut.
ADVERTISEMENT
Chef yang juga kerap wara-wiri di acara televisi seperti Masterchef dan pernah dibimbing langsung oleh Gordon Ramsay ini baru saja mendapat gelar sebagai World's Best Female Chef 2018 dari World's 50 Best Restaurant. Alih-alih bangga, ia justru mengecam adanya genderisasi pada kategori pemenang yang diberlakukan oleh ajang penghargaan bergengsi bagi para koki tersebut.
"Memisahkan koki berdasarkan gender sebagai kategorisasi penghargaan merupakan hal yang tak lazim bagi saya, apalagi tak banyak jumlah koki perempuan yanng diikutsertakan dalam nominasi tersebut", ungkap Smyth seperti dikutip dari Telegraph (20/6).
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
zoom-in-whitePerbesar
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
Bukan hanya memberikan penghargaan secara personal, World's 50 Best Restaurant juga meluncurkan daftar berisi lima puluh restoran terbaik dari seluruh dunia. Dan, sama ironisnya, dalam daftar tersebut hanya terdapat empat restoran yang dikepalai oleh koki wanita.
ADVERTISEMENT
"Apresiasi terhadap koki perempuan masih sangat kurang dihargai dan diakui. Bila ingin mengubah hal tersebut, kita perlu melakukan sesuatu, bukan hanya mengabaikannya," ujar Smyth.
Usaha yang dilakukan oleh yayasan World's 50 Best Restaurant dengan memunculkan kategori 'Best Female Chef' tersebut justru semakin memperdalam praktik genderisasi di industri restoran. Pasalnya, tak ada kategori 'Best Male Chef' yang ditujukan bagi koki laki-laki (mereka dianugerahi dengan penghargaan Best World Chef, lebih generik ketimbang kategori koki perempuan).
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
zoom-in-whitePerbesar
Clare Smyth (Foto: instagram/ @chefclaresmyth)
Kritikan ini pun tak datang dari Smyth saja, namun juga segelintir koki perempuan lainnya. Banyak yang menyayangkan anggapan bahwa koki perempuan tak bisa bersaing dengan koki laki-laki, apalagi dengan adanya kategorisasi penghargaan berdasarkan gender tersebut.
"Saya sangat berharap tidak adanya penghargaan yang dibedakan berdasarkan gender ini, sehingga koki perempuan akan mendapatkan pengakuan. Semoga banyak koki perempuan yang dilibatkan dalam daftar 50 koki terbaik tersebut sehingga kategori (Best Female Chef) tidak lagi dibutuhkan", tutupnya.
ADVERTISEMENT