Jauh dari Kota, Mencoba Jadi Petani untuk Sehari

16 November 2019 13:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan bertani di The Learning Farm Indonesia. Foto: Toshiko/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan bertani di The Learning Farm Indonesia. Foto: Toshiko/kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa kali kumparan menggarap soal makanan Indonesia. Kami bertemu dengan para pakar, peneliti, hingga pebisnis kuliner. Meski tak banyak, ada juga orang-orang yang benar-benar peduli dengan khasanah masakan tanah air.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan. Makanan Indonesia itu benar-benar sebuah paket lengkap. Bumbunya kaya, prosesnya unik, serta maknanya mendalam. Ada yang jadi simbol pemersatu, keakraban, hingga menjadi doa dalam setiap perayaan.
Namun, makin ke sini kecintaan terhadap masakan Indonesia perlu diperhatikan. Sering kali inovasi makanan justru mengurangi esensi dari kuliner lokal. Coba tengok makanan yang belakangan tengah viral, polanya begitu terbaca; keju, gorengan, dan yang serba instan.
Beberapa anak muda yang peduli akan kelestarian masakan Indonesia berani berinovasi. Ada yang bikin sajian rendang jadi lebih kekinian; dipadukan dengan keju atau dibikin jadi burger. Sambal matah saja kini dipadukan dengan pasta, pizza, dan lainnya. Tentu ini bikin angin segar untuk makanan Indonesia.
“Tidak apa-apa (soal kreasi kekinian makanan Indonesia). Yang penting ada selera dulu. Kalau dibikin macam-macam, pasti suatu saat mereka mulai mempertanyakan. Saat ini orang mulai sadar asal usul makanan ini bagaimana,” ungkap Prof. Dr. Ir. Murdijati-Gardjito, ketika kumparan temui.
ADVERTISEMENT
Tak hanya soal inovasi kuliner untuk mengikuti perkembangan zaman, kelestarian makanan Indonesia bak sebuah ekosistem yang melibatkan berbagai pihak. Misalnya, bagaimana bisa makanan Indonesia tetap dicari kalau sedari kecil kita tidak dikenalkan dengan masakan Indonesia?
Rata-rata selera kita terbentuk dari ibu yang memasak di rumah. Kini, di tengah gaya hidup serba cepat, sudah jarang ada ibu yang masak di rumah. Makin sering anak makan di luar, maka itulah selera yang terbentuk. Bila dibiarkan terus, akan makin banyak orang yang tak tahu soal makanan kita.
Ketersediaan pangan juga jadi kunci yang tak kalah penting. Dalam satu piring makanan Indonesia terdapat aneka bumbu, sayur mayur, umbi, dan lainnya. Tanah kita sungguh luas, tapi kian digeser oleh pembangunan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, jumlah petani yang menggarapnya pun semakin berkurang. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan pada 2016 – 2018, penurunan jumlah petani mencapai 4 juta orang.
Mereka yang bapaknya adalah seorang petani, biasanya diwanti-wanti untuk tidak jadi petani. Pekerjaan ini dianggap remeh, padahal fungsinya sangat besar untuk kelangsungan pangan Indonesia.
Untuk itu, kumparan menjajal langsung untuk satu hari jadi petani di Program Petani Muda Bango. Program ini bekerjasama dengan The Learning Farm Indonesia (TFL), sebuah Non-Governmental Organization (NGO) di Cianjur.
Nona Pooroe Utomo, Executive Director The Learning Farm Indonesia di Cianjur, Puncak, Jawa Barat, (13/11). Foto: Toshiko/kumparan
“Bahan baku enggak ada, ya enggak ada makanan enak. Kalau mau masakan Indonesia selalu ada, adalah dari ibu yang masak di rumah, penjaja kuliner Indonesia, dan petani. Makanan Indonesia bisa hilang kalau enggak ada petani. Kami mau mengajarkan generasi petani setelahnya untuk menjalankan lahan secara lebih sustainable,” ungkap Nando Kusmanto, Senior Brand Manager Bango (13/11)
Konferensi Pers Program Petani Muda Bango (13/1) Foto: Toshiko/kumparan
Di sana, para petani dari berbagai daerah dilatih selama 100 hari. Enam puluh materi pertanian yang terbagi dalam empat kelompok besar; tanah, budidaya tanaman-perikanan dan ternak, pemupukan dan pengendalian hama, serta analisa usaha tanam. Empat puluh persen lainnya pengembangan soft skill seperti manajemen waktu dan keuangan, entrepreneurship, healthy life style, Bahasa Inggris, komputer, dan komunikasi.
ADVERTISEMENT
Ketika sampai, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Kegiatan pertama yang kami lakukan adalah melihat penangkaran ikan lele dan nila, kemudian lanjut melihat benih tanaman.
Penangkaran Lele di The Learning Farm Indonesia. Foto: Toshiko/kumparan
Benih tanaman. Foto: Toshiko/kumparan
Ada satu yang menarik ketika kami ke lahan hidroponiknya. Rupanya sistem hidroponik ini diletakkan di atas lahan tanaman lain. Jadi, dengan lahan yang terbatas, kita bisa mendapatkan menghasilkan lebih banyak sayur atau buah.
Kegiatan bertani di The Learning Farm Indonesia. Foto: Toshiko/kumparan
Kami juga diajarkan untuk menanam benih ke lahan. Semua tanaman di TLF dikembangkan secara organik. Setelah ditanam, hanya disiram air.
“Pestisida itu jahat, baru hilang dari tanah bisa bertahun-tahun. Ini kami hanya pakai pupuk saja, kemudian ditanam dan disiram air,” ungkap Mila, alumni TLF asal Kalimantan yang kini menjadi pendamping di organisasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, kami diajak untuk memanen. Tomatnya mengkel, sawinya hijau, cabainya besar, dan serai pun nampak begitu segar. Langsung kepikiran untuk bikin sambal!
Tanaman hidroponik di The Learning Farm Indonesia. Foto: Toshiko/kumparan
Selama satu hari itu, kami juga diajak untuk mencicipi hasil panen. Ada pisang goreng wijen dan singkong goreng. Dinikmatinya sama kopi hangat, enak banget! Pisang goreng wijennya manis dan bikin enggak berhenti.
Pisang Goreng Wijen. Foto: Toshiko/kumparan
Tak berhenti sampai situ, hasil panen kami juga diolah oleh Chef Ragil untuk makan siang bersama. Akhirnya saya paham seluruh prosesnya; benar-benar memakan apa yang kami proses bersama. Jadi, benar-benar paham kalau petani itu memegang kunci pangan kita. Mereka harus tetap ada.
Makan siang di Program Petani Muda Bango. Foto: Toshiko/kumparan
Terakhir, kami pun diajarkan untuk melukis di atas apron oleh Didiet Maulana. Saat ini, ia juga mendesain kemasan Bango.
ADVERTISEMENT
Sungguh tentram rasanya. Jadi melihat, bagaimana proses makanan Indonesia dari hulu; bahkan sebelum mengolah bahannya. Di satu sisi, ini juga jadi cara untuk melepas penat; ditambah ketika melihat yang hijau-hijau. Sungguh satu hari refreshing yang menyenangkan. Bikin saya berpikir, jadi petani, seru juga!