Kaitan Rendahnya Konsumsi Susu dengan Tingginya Angka Stunting

9 Maret 2020 17:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi kaitan konsumsi susu dengan tinggi badan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi kaitan konsumsi susu dengan tinggi badan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tubuh dan otak anak mengalami perkembangan paling pesat pada seribu hari pertama sejak pembuahan — dengan kata lain: sejak sang anak masih berada di dalam rahim hingga usia dua tahun. Sayangnya, masa-masa krusial dalam tumbuh kembang anak ini merupakan masa rentan. Selepas usia dua tahun, lebih kecil lagi kesempatan untuk mengatasi stunting pada anak.
ADVERTISEMENT
Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi paling umum, memiliki konsekuensi yang berbahaya. WHO menyebutkan anak penderita stunting menghadapi risiko morbiditas dan kematian yang lebih tinggi. Perkembangan kognitif dan motorik anak penderita stunting juga lebih lambat. Berkurangnya kemampuan belajar pada anak penderita stunting menyebabkan penurunan performa di sekolah.
Tidak hanya itu, dampak stunting terasa hingga usia dewasa. Penderita stunting lebih rentan mengidap penyakit kronis yang berhubungan dengan gizi (diabetes, hipertensi, dan obesitas) di usia dewasa.
Nyaris semua negara di dunia menghadapi masalah stunting. Bahkan negara-negara maju seperti Jerman dan Jepang pun menghadapinya. Stunting, walau demikian, utamanya adalah masalah negara berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan Index Mundi dari UNICEF, WHO, dan World Bank, tiga negara dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Burundi, Eritrea, dan Timor Leste. Lebih dari separuh anak berusia di bawah lima tahun di negara-negara tersebut mengalami stunting. Menurut data terbaru mengenai stunting dari Riskesdas (2018), 30,8 persen anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting.
com-Ilustrasi anak tumbuh sehat. Foto: Shutterstock
Menurut WHO, seorang anak dinyatakan menderita stunting jika tingginya lebih rendah sebanyak dua standar deviasi dari tinggi rata-rata sebayanya. Gangguan kognitif serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak penderita stunting mencerminkan efek kumulatif dari kemiskinan lintas generasi, buruknya gizi pada usia dini, sakit berulang pada masa kanak-kanak, juga buruknya asupan gizi ibu — terutama pada masa kehamilan.
ADVERTISEMENT
Buruknya asupan gizi ibu termasuk faktor penyebab stunting karena kelangsungan hidup dan kesehatan anak terhubung dengan kesehatan reproduksi dan kesehatan ibu. Risiko stunting sudah mengintai anak sejak sebelum pembuahan, pada calon ibu yang asupan gizinya tidak memadai. Untuk itu, perlu adanya pemahaman akan pentingnya bagi Ibu untuk menjaga asupan gizi yang memadai sejak periode awal ini.
Setelah lahir, risiko stunting pada anak meningkat jika dia tumbuh dan berkembang di tempat yang memiliki sanitasi yang tidak layak, pemberian ASI yang tidak tercukupi, dan suplai air yang tidak memadai; jika sang anak tidak dibiasakan terhadap banyak stimulasi dan aktivitas; juga jika sang anak mendapat asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya serta kandungan nutrisi makro dan mikro-nya rendah.
com-Ilustrasi anak minum susu. Foto: Shutterstock
Tubuh manusia tentunya membutuhkan bermacam asupan nutrisi pada fase tumbuh kembang, dan kunci pencegahan stunting dengan makanan adalah mendapat asupan nutrisi lengkap dan seimbang dari berbagai macam jenis makanan, termasuk protein hewani.
ADVERTISEMENT
Protein hewani, yang salah satu fungsinya adalah mendukung pertumbuhan, mengandung asam amino esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh. Salah satu sumber protein hewani terbaik adalah susu, yang menduduki peringkat atas sebagai sumber protein hewani paling mudah diserap tubuh (DIAAS Score).
Penelitian berjudul “Daily consumption of growing-up milk is associated with less stunting among Indonesian toddlers” yang terbit di Medical Journal of Indonesia, jurnal ilmiah dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa konsumsi susu dapat menekan kemungkinan stunting.
“Konsumsi harian susu pertumbuhan sebanyak 300 ml dapat mencegah stunting pada balita. Produk daging merah (sosis, nugget, dan bakso), yang umum dikonsumsi karena praktis, tidak bisa dianggap sebagai sumber protein hewani signifikan karena variasi kandungan gizinya yang luas,” bunyi kesimpulan penelitian tersebut.
ADVERTISEMENT
Temuan tersebut menjadi penting karena hambatan pertumbuhan tampak rentan terjadi di usia 6 hingga 20 bulan, masa di mana bayi mulai mengenal makanan komplementer. Memberi makanan komplementer yang rendah akan protein dan nutrisi mikro jelas tidak banyak mendukung pertumbuhan dan perkembangan. Susu, sementara itu, tinggi akan tiga nutrisi makro (energi, lemak, dan protein) serta nutrisi mikro penting (vitamin A, vitamin B12, dan kalsium).
Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Frisian Flag