Kepala Badan Pangan: Jangan Cuma Makan Nasi, Masih Banyak Opsi Karbohidrat Lain

17 Mei 2023 9:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi daun singkong Foto: dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi daun singkong Foto: dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masyarakat Indonesia terbiasa makan nasi sebagai sumber karbohidrat sehari-hari. Bahkan ada pepatah, "belum makan kalau belum makan nasi".
ADVERTISEMENT
Kebiasaan ini membuat masyarakat Indonesia sangat tergantung dengan nasi, dan tak mengenal sumber karbohidrat lain. Padahal pangan lokal yang bisa menjadi sumber karbohidrat sangat beragam.
Kepala Badan Pangan Nasional H. Arief Prasetyo Adi menyarankan agar masyarakat juga lebih mengenal keragaman pangan lokal. Dia menyebut, selain nasi sumber karbohidrat yang juga bisa kita konsumsi ada sorgum, kentang, dan singkong.
Bukan cuma itu, Arief mengatakan bahkan setiap daerah memiliki sumber karbohidrat masing-masing. "Kalau di Maluku sagu. Kemarin saya sama teman-teman saya di sana, sama Gubernur Maluku itu (menemukan) ada 500 lebih menu makanan berbahan sagu," ungkapnya yang kumparanFOOD temui di pameran Chef Expo 2023 di Kemayoran, Jakarta Selatan, Rabu (10/5).
Ilustrasi roti sagu khas Papua. Foto: Abel Brata Susilo/Shutterstock
Arief juga menyebut kalau di Jawa masyarakat lokal terbiasa makan olahan sagu, seperti tiwul atau cenil.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk pangan lokal berbasis energi, masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan gula aren atau gula Jawa.
"Kemudian protein, kalau protein ini daerah tertentu di Indonesia ada yang menghasilkan ayam kampung, telur, belalang di Jawa, ulat sagu di Papua, jadi sumber proteinnya beragam," tambahnya.
Kepala Badan Pangan Nasional H. Arief Prasetyo Adi di Pembukaan Chef Expo 2023, JIExpo Kemayoran Foto: Azalia Amadea/Kumparan
Sayangnya, keragaman pangan lokal ini kalah pamor dengan makanan junk food. Maka itu, Arief mengimbau agar semua lapisan masyarakat bisa kembali meningkatkan popularitas dan jumlah konsumsi pangan lokal tersebut.
Kekayaan kuliner Indonesia berbasis pangan lokal juga sudah dicatat oleh Bung Karno dan 500 doktor Indonesia dalam buku resep Mustika Rasa sejak 1967.