Kisah Tradisi Bubur Asyura, Sajian Istimewa yang Memadukan 41 Bahan Masakan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketika waktu berbuka tiba, bubur asyura menjadi hidangan utamanya. Masyarakat muslim di Kalsel kerap memakan bubur ini bersama-sama di masjid. Sebelum disantap, bubur terlebih dulu didoakan oleh masyarakat setempat.
Lantaran hanya dilakukan setahun sekali, mereka sudah menganggap kebiasaan itu sebagai tradisi. Dari mulai menyiapkan bahan, memasak, sampai menikmatinya perlu dilakukan secara gotong-royong, mengingat porsi yang dimasak harus cukup untuk banyak orang.
Rupanya, tradisi kuliner satu ini memiliki hal-hal menarik lainnya, lho. Tahu enggak? Kalau bubur asyura sebenarnya terbuat dari 41 bahan utama. Mengutip berbagai sumber, jumlah 41 bahan ini memang wajib terpenuhi sebab sudah menjadi nilai utama dalam sajian makanan tradisional itu.
Umumnya, masyarakat setempat menggunakan aneka biji-bijian, kacang, kentang, jagung manis, kangkung, daun pucuk wuluh, dan masih banyak lagi. Tak lupa, sebagai sentuhan akhir, ditambahkan ceker serta kepala ayam.
ADVERTISEMENT
Meski campuran bahannya terbilang sangat banyak, namun rasa yang tercipta sangat gurih dan teksturnya tidak kalah lembut dari bubur biasa. Selain itu, bubur asyura juga cukup mengenyangkan. Makanya, umat muslim di sana, usai makan bubur ini tidak akan lagi menyantap aneka camilan pencuci mulut.
Tradisi menyajikan bubur asyura muncul sejak perang badar
Bukan hanya bahannya yang begitu kaya. Sejarah hadir tradisi bubur asyura juga tak boleh kita lewatkan. Konon, tradisi kuliner sekaligus keagamaan itu muncul sejak Rasulullah SAW menghadapi perang badar.
Kala itu, usai perang, jumlah prajurit Islam kian bertambah. Sahabat Nabi kemudian membuat hidangan bubur sebagai pengganjal perut prajurit. Namun, karena jumlah yang banyak porsi bubur yang dimasak tidak cukup untuk bisa dikonsumsi oleh semuanya.
ADVERTISEMENT
Alhasil, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk mencampurkan bahan apa pun, agar bubur bisa diberikan pada seluruh prajurit Islam . Semakin banyak bahan, makin banyak pula porsi yang bisa dihasilkan.
Oleh karenanya, tak heran saat menyajikan bubur asyura banyak warga turun tangan dalam proses memasak makanan unik ini. Memasak bubur ini pun harus menggunakan wajan berukuran besar. Setelahnya, barulah bisa dibagikan dalam mangkuk kecil atau wadah beralaskan daun pisang.
Sampai kini pun, tradisi bubur asyura tak pernah ditinggalkan begitu saja. Selain di Kalsel, bubur asyura juga dinikmati oleh umat muslim di Cirebon dan Sumatera. Mengutip website NU, bubur asyura khas Cirebon identik dengan warna merah-putih. Lantaran, mereka menggunakan santan kelapa, beras, serta gula aren.
ADVERTISEMENT
Meski terdapat perbedaan dalam tampilannya, tak serta-merta menghilangkan makna hidangan satu itu. Baik bubur asyura Kalsel maupun Cirebon, sama-sama memiliki makna mempererat silaturahmi sesama umat muslim di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, kalau tradisi ini akan tetap lestari. Selain karena momen yang sangat berharga, masyarakat juga dapat memperoleh pahala dengan tetap mempertahankan tali persaudaraan antar umat muslim .
Reporter: Balqis Tsabita Azkiya