Proses Panjang Meracik Menu Makanan di Pesawat

18 Juli 2019 20:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
In flight meal. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
In flight meal. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tak hanya sekadar untuk mengisi perut keroncongan, makanan di pesawat jadi elemen sangat penting. Di dalam pesawat, makanan sejatinya harus terlihat fresh, bersih, dan tidak terkontaminasi bakteri. Untuk memenuhi standar ini, ternyata dibutuhkan proses yang panjang, hingga akhirnya makanan tersebut layak disajikan di atas pesawat.
ADVERTISEMENT
Jika kamu berpikir semua makanan yang dihidangkan di atas pesawat dibuat oleh maskapai penerbangan, kamu salah besar. Soalnya, mayoritas hidangan di dalam pesawat bukan dibuat oleh maskapai penerbangan, melainkan Aerofood ACS.
Bagi kamu yang belum familier, PT Aerofood Indonesia atau yang dikenal Aerofood ACS (Aerowisata Catering Service) merupakan perusahaan penyedia jasa katering penerbangan yang telah ada sejak 40 tahun lalu.
Aerofood ACS sendiri memiliki beberapa kantor cabang yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. Seperti; Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan, Balikpapan, Yogyakarta, Bandung, hingga Lombok.
Setiap harinya, mereka membuat ribuan inflight meals --makanan pesawat-- untuk didistribusikan ke berbagai maskapai penerbangan.
Sam Hartoto, VP Operasi dan Produksi Aerofood ACS pernah menjelaskan kepada kumparan bahwa total seluruh inflight catering adalah 100 ribu per hari, dan Jakarta yang paling banyak mencapai 45 hingga 50 ribu porsi makanan per hari.
ADVERTISEMENT
Di balik dapur makanan dalam pesawat
Ilustrasi Makanan Pesawat Foto: Shutterstock/Kondor83
Porsinya sedikit dengan cita rasa yang cenderung hambar, jadi ciri khas yang melekat dengan inflight meals. Meski begitu, dalam proses pembuatannya dibutuhkan proses yang panjang dan juga ketat.
Bahkan, untuk membuat satu porsi inflight meals saja dibutuhkan waktu hampir 16 jam hingga sampai ke tangan penumpang.
"Memasak untuk penumpang pesawat dan makanan di darat (seperti restoran atau hotel) itu beda. Kalau di restoran atau hotel, ketika makanan itu selesai dibuat akan langsung disajikan kepada tamu. Kalau inflight meals harus melewati proses pendingin terlebih dahulu di dalam blast chiller," tutur Chef Priyani Julian Hafid, Production Manager Aerofood ACS Denpasar, kepada kumparan.
Beberapa waktu lalu, kumparan berkesempatan mengunjungi Aerofood ACS Bali. Di sana kami melihat bagaimana inflight meals diproses dari raw material hingga siap didistribusikan ke berbagai maskapai penerbangan.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, dapur katering makanan pesawat ini dibagi ke dalam beberapa area. Di area pertama --yang masuk dalam Yellow Zone-- raw material yang teksturnya kering disimpan di sana. Bahan-bahan tersebut disimpan selama kurang lebih tiga hari sebelum didistribusikan sesuai kebutuhan.
Area selanjutnya ada ruangan chiller dan freezer. Area tersebut berfungsi untuk menyimpan buah, sayuran, daging, ikan, hingga ayam.
"Semua disimpan terpisah agar tidak terjadi kontaminasi, baik soal rasa maupun bau," kata Partiwi Supartika, Quality Manager ACS Denpasar.
Dari Yellow Zone, lanjut ke area dapur yang masuk ke dalam Red Zone. Sebelum masuk ke area ini, setiap orang harus melewati air shower --alat khusus untuk mensterilkan partikel-partikel seperti debu dan rambut yang menempel di pakaian.
ADVERTISEMENT
Di area Red Zone, ada beberapa ruangan kaca untuk area pengolahan bahan makanan hingga dapur inti (hot kitchen). Semua proses penyiapan bahan makanan lagi-lagi dilakukan secara terpisah untuk menghindari kontaminasi.
Ilustrasi Makanan Pesawat Kelas Bisnis Foto: Shutterstock/Aureliy
Setelah melalui area hot kitchen, semua hidangan akan diletakkan di tempat saji dan di-plating secara rapi hingga didistribusikan ke berbagai maskapai penerbangan.
"Makanan untuk penumpang kelas ekonomi dan bisnis juga di-plating berbeda. Untuk bisnis kita menggunakan china wear, tapi kalau ekonomi menggunakan mono use. Jadi sekali pakai langsung dibuang, sedangkan china wear bisa dipakai berulang-ulang," tambah Partiwi Supartika.
Selain plating, menurut Pratiwi dari segi condiment atau pelengkap untuk kelas bisnis juga memakai tambahan pelengkap protein lainnya sesuai dengan price-nya, sedangkan ekonomi tidak.
ADVERTISEMENT
Fresh dan higienis jadi kunci makanan pesawat
Ilustrasi Makanan di Pesawat Foto: Shutter Stock
Karena mengalami proses yang ketat dan panjang, makanan pesawat rentan dengan kondisi basi atau tidak segar lagi. Padahal, salah satu kunci utama dari makanan pesawat adalah fresh dan juga higienis.
Lalu, bagaimana cara membuat makanan pesawat itu tetap fresh?
"Ada yang namanya proses pendinginan di dalam blast chiller. Proses pendinginan itu bertujuan untuk menurunkan suhu makanan agar makanan tersebut tetap fresh saat dihangatkan kembali di atas kabin pesawat. Suhu aman makanan tersebut adalah tidak lebih dari 5 derajat celcius," tambah Chef Priyani Julian Hafid, Production Manager Aerofood ACS Denpasar.
Selain mengalami proses blast chilling, menurut chef yang akrab dipanggil Hafid itu menu makanan yang mengandung sayuran juga harus mengalami proses refreshing agar tetap terlihat segar saat disajikan kepada penumpang.
ADVERTISEMENT
"Setelah sayuran itu dimasak, sayuran tersebut harus di blast dalam air yang mendidih kemudian dimasukkan ke dalam air es untuk mengikat warnanya agar tidak pudar," lanjut Hafid.
Selain sayuran, bahan makanan lain seperti daging juga memiliki teknik tersendiri agar tetap terlihat fresh saat dihangatkan kembali di atas ketinggian 35 ribu kaki.
"Untuk daging kita masak setengah matang atau tiga per empat matang. Sedangkan untuk ikan, kita masak hampir 90 persen agar tetap juicy," katanya.
Jika semua proses dan tahapan itu dilakukan dengan benar, Chef Hafid menjamin bahwa makanan-makanan itu bisa tahan selama tiga hari.
Siklus pergantian menu makanan di pesawat
Ilustrasi Menu Makanan di Pesawat Foto: Shutterstock/Vaalaa
Tak hanya proses pembuatannya saja yang rumit, pemilihan menu inflight meals juga ditentukan dengan proses dan tahapan yang cukup panjang. Menurut pakar kuliner William Wongso yang pernah jadi Penasehat Kuliner Garuda Indonesia, pemilihan menu makanan pesawat dipilih berdasarkan pertimbangan yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
"Kalau dulu, kan, misalnya minuman harus teh manis. Karena ini penerbangan Indonesia jadi diutamakan cita rasa Indonesia," katanya saat dihubungi kumparan, Kamis (18/11).
Lebih lanjut, laki-laki yang menjabat sebagai Penasehat Kuliner Garuda Indonesia sejak 2005 hingga 2012 itu juga menyebut kalau menu makanan pesawat juga pasti akan mengalami pergantian.
"Kalau short flight dan penerbangannya domestik, biasanya diganti setiap minggu. Tapi kalau penerbangan internasional seingat aku cycle-nya itu tiga bulan sekali," tambahnya.
Beda makanan pesawat dan makanan yang disajikan di executive lounge bandara
Ilustrasi Makanan di Executive Lounge Foto: Shutterstock/Somphop Krittayaworagul
Belakangan ini, banyak orang salah yang salah kaprah soal makanan pesawat dan makanan yang disajikan di executive lounge bandara.
Banyak yang menganggap, keduanya diproses dengan cara yang sama. Padahal seperti yang sudah disinggung sebelumnya, memasak untuk makanan pesawat memiliki teknik berbeda dengan memasak untuk makanan di darat, seperti restoran, hotel, ataupun executive lounge.
ADVERTISEMENT
Bagi kamu yang belum familier, executive lounge adalah ruangan yang biasa digunakan oleh penumpang maskapai penerbangan. Bukan penumpang biasa, ruangan ini biasanya hanya bisa digunakan oleh mereka penumpang business class, first class, hingga frequent flyer saat menunggu pesawat di bandara.
Fasilitas yang ada di dalam ruangan ini juga cukup lengkap. Seperti; VIP room, nursery room, smooking room, difable rest room, theater room, hingga dining room. Untuk di dining room sendiri, kamu bisa menikmati beragam hidangan buffet hingga ala carte sepuasnya sambil menunggu penerbangan.
"Oh jelas, inflight meals sama makanan di lounge itu beda. Selain prosesnya, yang ngurus keduanya juga beda. Kalau Garuda Lounge yang ada di Jakarta itu yang ngurus ACS. Sedangkan inflight meals, biasanya yang ngurus ACS tapi ditambah outsource juga," jelas William Wongso.
ADVERTISEMENT
Bagaimana, rumit bukan perjalanan makanan pesawat ini? Kendati demikian, William Wongso menjelaskan bahwa sah-sah saja kalau banyak yang memberikan kritik soal makanan di pesawat.
"Bebas-bebas saja orang mau kritik. Coba lihat saja Google Airline Meals, coba lihat kritikannya itu. Ada kok websitenya, makan apa pun enak enggak enak, jelek, bagus kamu masukin di situ. Kamu kasih komentar bebas," ungkapnya.
Ia bahkan menambahkan bahwa makanan memang urusan selera. Sebagai orang yang bergerak di bidang jasa, ia mengimbau untuk selalu introspeksi bila menghadapi kritik.
"Yang penting kalau kita dikritik soal makanan jangan berkilah. Itu masalah selera, kita harus intropeksi, seperti apa yang benar," tutupnya.