Riset: Semakin Kaya, Makin Lebih Sering Buang-buang Makanan

18 Februari 2020 12:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sampah makanan Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Sampah makanan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Makanan sisa menjadi penyumbang sampah terbesar, bila dibandingkan dengan jenis limbah lainnya. Praktik buang-buang makanan memang sangat sulit untuk dihindari. Kalau perut sudah terlalu kenyang dan penuh, ya sudah, mau enggak mau makanan yang masih tersisa harus berakhir di tempat sampah.
ADVERTISEMENT
Laporan dari United Nation's Food and Agricultural Organization (FAO) pada tahun 2011 mengungkapkan, setidaknya sepertiga dari jumlah makanan di dunia, justru berakhir jadi limbah. Apa penyebab di balik tingginya jumlah sampah makanan?
Sebuah studi terbaru menunjukkan, semakin kaya sebuah negara, masalah sampah makanannya juga makin buruk. Thom Achterbosch, salah satu anggota tim riset dari Wageningen University di Belanda mengatakan, estimasi jumlah limbah makanan yang dibeberkan oleh FAO hanya setengah dari jumlah sampah makanan sebenarnya.
"Yang kami prediksi, hasil hitungan sampah makanan oleh FAO sebesar 214 kalori per kapita per hari sangatlah rendah, bila dibandingkan perhitungan limbah makanan global kami; 527 kalori per kapita per hari," jelasnya kepada BBC.
Ilustrasi Makanan Sisa di tempat pebuangan makanan. Foto: Shutter Stock
Berbeda dengan FAO yang melihat jumlah sampah makanan secara spesifik dari data persediaan, studi terbaru ini memprediksi pembuangan makanan dari segi konsumen. Hasilnya, ditemukan pula, kalau pendapatan seseorang bisa mengubah kebiasaan buang-buang makanan secara drastis.
ADVERTISEMENT
Secara spesifik, dalam studi ini dibeberkan, ketika seseorang mampu menghabiskan Rp 91 ribu untuk biaya makan per hari, mereka tak hanya akan mulai membuang-buang makanan. Semakin banyak uang, jumlah makanan yang dibuang pun makin banyak.
Bila pertumbuhan ekonomi juga terus terjadi, bahkan sampai ke negara berkembang, pola food waste ini sangat mungkin ikut muncul.
"Menurut perkiraan kami, angka tersebut (Rp 91 ribu) menjadi patokan bagi para pembuat kebijakan, untuk lebih fokus terhadap limbah makanan. Serta, menerapkan kesadaran konsumen dan program pendidikan untuk mengatasinya," tulis tim peneliti dalam riset tersebut.
Jadi, langkah yang harus dilakukan bukan sekadar mengurangi jumlah sampah makanan di negara kaya, tapi juga mencegah terjadinya kenaikan limbah makanan di negara berkembang.
ADVERTISEMENT