Udjo dan Tika 'Project Pop' Curhat soal Royalti dan Pembajakan

9 Maret 2018 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari peringatan Hari Musik Nasional, sejumlah musisi menggelar Konferensi Musik Indonesia di Ambon pada 7-9 Maret. Konferensi musik yang digelar untuk pertama kalinya itu akan membahas berbagai permasalahan yang terjadi di industri musik, seperti royalti hingga pembajakan.
ADVERTISEMENT
Meski belum bisa hadir dalam Konferensi Musik Indonesia, namun Udjo dan Tika Panggabean berharap akan ada undang-undang yang mengatur kesejahteraan musisi.
"Sedikit banyak bagaimana royalti itu bisa berjalan. Bagaimana sistematikanya yang efektif, sehingga bagian royalti itu bisa cukup sampai, dan cukup untuk para pembuat lagu," kata Udjo ditemui di Kopi Nalar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Maria Gabrielle Putrinda/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Maria Gabrielle Putrinda/kumparan)
Meskipun pembagian hasil sudah ada, namun kata Udjo, potongan untuk royalti masih terbilang kecil, dan belum bisa untuk menghidupi kebutuhan para musisi. Apabila dilakukan dengan cara yang benar, Udjo yakin para musisi ini tidak akan menyesal untuk memilih profesi tersebut.
Selain itu, Tika mengungkapkan bahwa bukan hanya soal royalti yang perlu mendapat perhatian khusus. Tetapi perlu adanya hukum yang tegas untuk membuat jera pihak-pihak yang melanggar.
ADVERTISEMENT
"Kadang-kadang 'kan gini, ada orang-orang yang aware kita pakai lagu si A ini, kadang kita suka reflek tanya, 'Lo izin enggak sama orangnya?' Terus lo perjualbelikan, terus kita tanya, 'Lo kasih royalti enggak gitu?' Nah, kalau kita tahu dia enggak (izin), terus ada lembaga yang bisa menuntut dia untuk mempertanggung jawabkan (itu bisa ditindak)," kata Tika memberikan contoh.
"Supaya gini lho, orang yang berhak mendapat reward, yang kemudian dia melanggar, dia harus ada efek jera bahwa itu enggak boleh. Itu yang membuat kita harus berfikir berkali-kali untuk membajak karya orang lain, tanpa memberikan haknya kepada dia," lanjutnya.
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Tika Panggabean dan Udjo (Foto: Munady Widjaja)
Apalagi dengan semakin majunya era digital, mudah bagi seseorang untuk membajak karya sejumlah musisi. Apalagi banyak situs-situs ilegal yang menyediakan lagu untuk diunduh tanpa harus membayarnya.
ADVERTISEMENT
"Teknologi (download) ini memudahkan. Jadi kayak, 'Bisa gratis kenapa enggak? Kalau bisa gratis kenapa kita harus bayar?' Tapi (mereka) lupa ada satu hal yang diabaikan, itu adalah musik. Karya orang, karya jerih payahnya orang, cari ide," timpal Udjo.
Tika pun memberikan penjelasan agat penikmat musik memahami gambaran yang lebih besar dalam proses pembuatan sebuah lagu. Bukan dari musisi saja, namun asisten hingga pesuruh di kantor tempat rekaman, juga ikut terlibat.mengeluargan tenaga dan pikirannya.
"Kalau kita lagi rekaman mau beli makan, enggak mungkin kita nyuruh penciptanya, pasti minta tolong OB (office boy) untuk ngebeliin kita makan. Jadi proses membuat lagu itu, melibatkan banyak orang. Dan ketika apa yang menjadi hak pemilik diberikan, bayangkan karya apa lagi yang berikutnya akan dibuat," tambah perempuan berusia 47 tahun itu.
Tika Panggabean (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Tika Panggabean (Foto: Munady Widjaja)
Pembagian royalti ini pun seharusnya berlaku bagi mereka yang meng-cover lagu dan diunggah ke sosial media seperti YouTube, misalnya. Karena setiap kali ada yang menonton video tersebut, maka ada pundi-pundi rupiah yang masuk ke kantong orang tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kalau viewers-nya banyak, terus ada monetize di dalamnya, kayak uang di dalemnya, terus dia di-approve gimana, nih? Kalau masuk ke digital platform? Nah, tuh ada suatu proses yang ia lalui lagi selain minta izin, kemudian bernegosiasi sama si pemilik lagu, 'Bagian lo berapa, bagian lo berapa'," jelas Tika.
Sehingga, perlu adanya izin untuk menyanyikan ulang lagu musisi sudah memiliki nama. Sehingga, musisi tersebut bisa tahu lagu ciptaannya tidak disalahgunakan orang lain. Namun apabila tidak diizinkan oleh pencipta lagu, orang tersebut harus bisa memilih lagu lain.
Udjo berharap, untuk masalah meng-cover lagu juga bisa menjadi pembahasan dalam Konferensi Musik Nasional di Ambon.
"Ini yang lagi diperjuangkan. Mudah-mudahan dengan adanya konferensi musik ini, ada satu skema yang membuat siapa pun pelaku musik itu tahu hak dan kewajibannya apa," tutup Udjo penuh harap.
ADVERTISEMENT