Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Layar videotron di depan pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta Pusat, menampilkan aksi pujaan K-Pop, Kang Daniel, pada awal Desember tahun lalu. Ia berlenggak-lenggok di atas panggung. Latar belakangnya para penonton yang histeris menyaksikan personel grup Wanna One itu.
ADVERTISEMENT
Di akhir video berdurasi 30 detik itu, muncul tulisan “Happy Birthday Kang Daniel.” Lalu, kenapa ucapan selamat ulang tahun untuk artis Korea malah muncul dalam videotron di Jakarta? Semua berawal dari ide fanbase Daniel Union INA yang berbasis di Indonesia.
Bagi kalangan penggemar K-Pop, aktivitas mengiklankan idolanya disebut sebagai proyek ‘billboard ads.’ Kultur semacam ini menjamur di kalangan penggemar K-Pop. Gettri Gazela (25 tahun), salah satu anggota fanbase Daniel Union INA, merupakan salah satu orang yang ada di belakang kemunculan iklan Kang Daniel di Thamrin City.
"Kita juga mau kasih sesuatu untuk member (Kang Daniel) yang bersangkutan dan para fans. Nggak hanya di Korea aja mereka bisa nikmatin ads birthday-nya member, tapi di Jakarta ini mereka juga bisa nikmatin," katanya soal alasan memasang ucapan selamat ulang tahun untuk Kang Daniel.
ADVERTISEMENT
Sebelum di Thamrin, Gettri dan fanbase lain, Kuanlin Union INA, pernah menyewa videotron untuk menampilkan ucapan selamat ulang tahun bagi Lai Kuanlin. Kali ini, di videotron di sekitar Atrium Senen, Jakarta Pusat. Untuk menyewa videotron selama sepekan di akhir September, mereka merogoh kocek lumayan besar.
Biaya sewa videotron di Thamrin mencapai Rp 7 juta sepekan. Harga di Senen malah lebih mahal, yakni Rp 11 juta untuk durasi yang sama.
Cerita Gettri yang memasang birthday ads untuk idola, mungkin akan membuat orang non-fans mengerutkan kening. Lalu, apakah sikap tersebut benar-benar sebuah loyalitas atau hanya sekadar perilaku konsumtif semata?
Bagi Tintin Supriyatin, kultur penggemar K-Pop dengan aktivitas billboard ads tak bisa dikategorikan loyalitas. Menurut pakar psikolog industri ini, tindakan semacam itu hanya menunjukan perilaku konsumtif.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya sih lihatnya sih belum loyalitas sih ya, loyalitasnya harus dibedain sih ya. Hanya kecenderungan mereka untuk mengagung-agungkan idolanya saja gitu ya," ungkapnya kepada kumparan saat dihubungi via telepon pada Minggu (28/4).
Pendapat senada juga dilontarkan Psikolog Bisnis dan Sosial, Silverius Y. Soeharso. Hanya saja, menurutnya, perilaku mengikuti kultur billboard ads penggemar K-Pop masih dalam taraf normal. "Karena mereka kan ingin eksis, ingin jati dirinya dikenal, ingin ngasih tahu gitu lho, 'Halo ini saya di sini lho,' gitu kan. Itu dalam perspektif itu sih, itu sih normal ya wajar saja," katanya.
Ia memaklumi bila kultur semacam ini dianggap janggal bagi orang lain di luar lingkaran penggemar K-Pop. Sebab, billboard ads sulit dipahami dari luar kacamata komunitas K-Pop. "Dari perspektif orang lain yang melihat ini adalah tidak produktif dan konsumtif, itu dianggap sesuatu yang tidak wajar, yang berlebihanlah kira-kira begitu," ungkap pria yang karib disapa Sonny ini.
ADVERTISEMENT
Psikolog Anak dan Remaja, Alzena Masykouri, punya analogi untuk memudahkan memahami fenomena billboard ads. Ia menganalogikan penggemar K-Pop layaknya kolektor tas atau penggemar hal lain. Penggemar fanatik gadget, misalnya, rela mengeluarkan uang yang jumlahnya 'tidak masuk akal', atau antre demi produk yang mereka buru.
"Selama uang yang dikeluarkan adalah dari usahanya sendiri, tidak mengganggu kehidupan sehari-hari dirinya dan keluarganya, ya enggak masalah," kata Alzena.
Lalu, bagaimana dengan pendapatmu?
Simak kisah lain mengenai iklan K-Pop di topik Royal Beriklan demi Idola K-Pop .