7 Salah Kaprah seputar Autisme pada Anak

2 April 2020 14:31 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Expert say. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Expert say. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Banyaknya informasi yang simpang siur mengenai autisme membuat banyak orang tua bingung. Ya Moms, perlu diketahui bahwa autism spectrum disorder (ASD) sendiri merupakan gangguan perkembangan pada anak. Kondisi ini kemudian dapat mempengaruhi beberapa kemampuan anak, utamanya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.
ADVERTISEMENT
Mengingat autisme adalah kondisi gangguan neurobiologis yang kompleks, sebaiknya Anda tidak begitu saja percaya dengan berbagai mitos yang beredar, tanpa mencari tahu lebih lanjut kebenarannya.
Nah Moms, berikut adalah 7 salah kaprah seputar autisme pada anak yang mungkin pernah Anda dengar dan jawaban pastinya dari ahli.

1. Ada pengobatan alternatif yang bisa mengobati autis

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Banyak yang percaya bahwa autis bisa diobati dengan pengobatan alternatif. Faktanya, menurut data dari Control of Disease Center and Prevention (CDC) tidak ada pengobatan alternatif yang bisa mengobati autis.
Hanya saja, menurut Dokter Spesialis Anak yang ahli menangani anak dengan autisme, dr. Rudy Sutadi SpA, MARS, S Pd.I, anak dengan autisme memang butuh mengonsumsi suplemen dan obat untuk memperbaiki sistem metabolismenya. Ya Moms, beberapa ahli meyakini bahwa autisme berkaitan dengan masalah metabolisme yang mengganggu perkembangan.
ADVERTISEMENT
“Suplemen yang kita berikan itu untuk memperbaiki metabolismenya, jadi vitamin dan mineralnya itu untuk metabolismenya. Jadi obatnya itu ada antibiotik dan antijamur. Kemudian antibiotiknya dan anti jamur untuk mengatasi overgrowth bakteri dan jamur. Obat-obatan tidak sepanjang hidup, ada protokolnya,” ujar dr. Rudy saat dihubungi kumparanMOM, belum lama ini.

2. Autisme adalah gangguan kesehatan mental

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Autisme bukanlah penyakit jiwa atau gangguan kesehatan mental. Zaman dahulu autisme memang dikenal sebagai skizofrenia pada anak. Skizofrenia sendiri merupakan gangguan otak berat yang berhubungan dengan dasar biologis mengakibatkan gangguan mental. Padahal setelah diteliti lebih lanjut, autisme bukanlah masalah gangguan kesehatan mental, melainkan gangguan perkembangan pada anak.
"Jadi penanganannya pun seperti penanganan pada orang-orang gila dulu. Dikurung di lemari gelap, disetrum kepalanya, terus berkembang obat-obat psikiatri. Kemudian tahun 80-an baru diketahui, ini autisme berkaitan dengan masalah metabolisme yang mengganggu perkembangan. Nah kalau ini gangguan perkembangan, jadi lebih cocok ke spesialis anak daripada ke spesialis jiwa," ujarnya.
ADVERTISEMENT

3. Vaksin bisa sebabkan autisme

Ilustrasi anak diberi vaksin. Foto: Shutterstock
Isu mengenai vaksin dapat menyebabkan autis bermula pada tahun 1998. Saat itu, ahli gastroenterologi Inggris Andrew Wakefield mempublikasikan riset di jurnal The Lancet yang menghubungkan vaksin campak, gondok, dan rubella dengan autisme serta penyakit usu yang di mana melakukan uji sampel pada 12 anak.
Tapi nyatanya, hasil riset ini banyak memiliki kecacatan. Selain itu, riset ini juga dibiayai oleh orang tua yang sedang menuntut perusahaan-perusahaan vaksin.
Perlu waktu bertahun-tahun sebelum The Lancet akhirnya menarik riset itu dan lisensi medis Wakefield dicabut. Tapi, dampaknya masih terasa sampai sekarang. Ya Moms, beberapa orang tua masih bertanya-tanya, apakah benar vaksin jadi salah satu penyebab autisme? Padahal jawabannya sudah jelas tidak benar!
ADVERTISEMENT
Pemberian vaksin dan imunisasi perlu dilakukan tanpa keraguan. Sebab, manfaatnya banyak sekali, misalnya saja menghindari anak dari berbagai penyakit berbahaya yang bahkan bisa mematikan.

4. ADHD dan autisme adalah dua hal yang sama

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Seperti dilansir National Institute of Mental Health, Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau biasa disingkat ADHD adalah salah satu gangguan perilaku yang terjadi pada anak. ADHD dengan autism kerap disamakan, sebab sama-sama memiliki masalah fokus atau konsentrasi. Meski begitu, dua hal ini ternyata jelas berbeda.
Anak dengan ADHD cenderung tidak suka jika melakukan rutinitas yang berulang setiap harinya. Sedangkan anak dengan autisme cenderung suka dengan hal-hal yang sudah tertata, serta suka dengan ketertiban, dan tidak suka jika rutinitas mereka tiba-tiba berubah.
ADVERTISEMENT
Selain itu menurut dr. Rudy, anak dengan ADHD cenderung senang sekali berbicara. Sebaliknya, anak dengan autisme, cenderung kesulitan memasukkan kata-kata ke dalam pikiran dan perasaan. Sehingga, mereka mungkin akan lebih sulit dalam mengutarakan pendapatnya dan sulit untuk melakukan kontak mata.
"Salah satu ciri ADHD, adalah bicaranya berlebihan. Jadi, nggak ada masalah gangguan bicara," ujar dr. Rudy.

5. Anak autis tidak cerdas

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Moms, perlu diketahui bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang menyebabkan seseorang sulit berkomunikasi dan bersosialisasi. Itu artinya autisme bukanlah kecacatan intelektual, sebab diagnosis keduanya berbeda. Kecacatan intelektual sendiri merupakan kondisi yang bisa dialami oleh siapa saja, yaitu bila seseorang memiliki IQ di bawah 70.
Mengutip Autism Speaks, sebanyak 31 persen anak dengan autisme memiliki IQ di bawah 70, 25 persen mempunyai IQ di perbatasan yaitu 71-85, sementara 44 persen lainnya memiliki IQ di atas 85 atau masuk dalam kategori rata-rata dan di atas rata-rata. Nah, dari hasil penelitian itu, bisa terlihat bahwa autisme bukanlah gangguan kecerdasan pada anak.
ADVERTISEMENT

6. Anak autis masa depannya suram

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Mitos yang menyebutkan anak autis tidak punya masa depan adalah salah besar! Faktanya, anak autis juga bisa berkembang optimal dan punya masa depan. Namun untuk menuju hal itu, tentu dibutuhkan dukungan besar dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya.
Dengan deteksi dini dan menjalankan terapi yang dianjurkan ahli, maka bukan tidak mungkin anak dengan autisme bisa berkembang dan berprestasi di bidang yang diminati. Jadi, teruslah memberikan dukungan, agar si kecil tetap semangat dan tidak putus asa.
"(Anak dengan autisme) bisa masuk sekolah reguler, bisa berkembang, tidak berbeda dengan anak lain dan bisa berperan dalam masyarakat. Tapi orang tua harus konsisten, kalau disuruh diet tapi enggak dilakukan, ya hasilnya begitu-begitu saja," jelas dokter yang juga pendiri Klinik Terapi KID ABA.
ADVERTISEMENT

7. Autisme disebabkan karena pola asuh yang buruk

Ilsutrasi anak dengan autisme. Foto: Shutterstock
Pernyataan itu jelas salah besar! Meski belum diketahui secara pasti apa penyebab autisme pada anak, beberapa ahli percaya, faktor genetik yang turut dipengaruhi faktor lingkungan punya andil dalam memunculkan gangguan perkembangan itu.
Ya Moms, bila Anda melihat anak autis tidak suka dipeluk oleh orang tuanya, itu bukan karena ia mendapat pola asuh yang buruk dari orang tuanya. Yang perlu Anda pahami, beberapa anak dengan autisme memang tidak suka menerima respons berupa sentuhan, seperti berpelukan.