Anak Berisiko Tinggi Tertular COVID-19, Terapkan 3 Hal Ini Selama Pandemi

19 Juli 2021 15:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak melakukan vaksinasi di masa pandemi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak melakukan vaksinasi di masa pandemi. Foto: Shutterstock
COVID-19 tidak hanya menyerang orang dewasa, anak-anak pun tak luput dari ancaman virus ini. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Pusdatin Kementerian Kesehatan, pasien COVID-19 anak-anak mencapai 12,5 persen dari total kasus di Indonesia per Juni 2021. Dari persentase tersebut, tercatat 2,9 persen adalah anak berusia 0-5 tahun dan sisanya sebanyak 9,6 persen merupakan pasien berusia 6-18 tahun.
Tidak berhenti di situ, Dinkes DKI Jakarta mencatat, per 17 Juni 2021 terdapat kasus COVID-19 pada anak sebanyak 661 dalam satu hari. Artinya, 1 dari 8 kasus yang terkonfirmasi adalah anak-anak.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya varian Delta dan Kappa yang dikabarkan lebih cepat menginfeksi dan lebih cepat menular, termasuk pada anak. Sebenarnya, sejak 1 Juli 2021, BPOM sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin Sinovac untuk anak dan remaja, hanya saja usianya dibatasi dari 12-17 tahun.
Orang tua juga perlu melakukan tindakan preventif agar si kecil tetap terlindungi dari virus corona. Mulai dari menerapkan protokol kebersihan yang lebih ketat meski di rumah aja, menerapkan pola hidup sehat dan cukup istirahat, serta menyajikan makanan bergizi seimbang setiap hari.
Lalu, bagaimana bila anak menunjukkan gejala ringan COVID-19 atau positif dari hasil swab? Tetap tenang Moms, anak bisa melakukan isolasi mandiri di rumah di bawah pengawasan orang tua. Tentunya bila gejala yang dialami si kecil ringan atau tidak bergejala (OTG).
Berikut panduan isoman yang bisa Anda ikuti saat anak terkonfirmasi positif COVID-19.

1. Penuhi syarat isolasi mandiri

Ilustrasi anak sedang demam. Foto: Shutterstock
Sebelum melakukan isolasi mandiri, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya anak tidak bergejala (asimtomatik) ataupun memiliki gejala ringan seperti batuk, pilek, demam, diare, muntah, dan ruam-ruam.
Selain itu, anak tetap aktif dan bisa makan minum. Orang tua harus disiplin membantu anak menerapkan etika batuk yang tepat serta memantau gejala pada anak dengan pemeriksaan suhu tubuh 2 kali sehari di pagi dan malam hari. Pastikan lingkungan rumah atau kamar memiliki ventilasi yang baik.

2. Apa saja yang harus dilakukan orang tua?

ilustrasi memberikan obat kepada anak. Foto: Shutterstock
Orang tua tetap dapat mengasuh anak yang positif dengan syarat pengasuh memiliki risiko rendah terhadap gejala berat COVID-19. Bila terdapat anggota keluarga yang positif, dapat diisolasi bersama anak dengan memberikan jarak tempat tidur 2 meter di kasur terpisah. Jangan lupa juga untuk memberikan dukungan psikologis pada anak ya, Moms.

3. Terapkan protokol dan alat penunjang kesehatan

Ilustrasi memakai masker bersama anak. Foto: Shutterstock
Selalu sedia termometer untuk mengukur suhu tubuh serta oksimeter untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi. Jangan lupa sediakan obat yang diperlukan untuk mempercepat pemulihan anak seperti multivitamin, vitamin C, dan vitamin D sesuai dosis yang dianjurkan.
Lantas, mengapa vitamin D penting untuk diberikan pada anak?
Vitamin D tidak hanya dapat meningkatkan kesehatan tulang dan gigi, ia juga membantu memperkuat daya tahan tubuh, sekaligus melindungi tubuh dari virus. Menurut Buku Diari Panduan Isolasi Mandiri Anak, vitamin D juga termasuk obat/vitamin yang perlu disiapkan di rumah.
Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dapat melindungi dari infeksi pernafasan akut dan pneumonia. Saat pandemi seperti sekarang ini, kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit serius lainnya.
Vitamin ini dapat mengurangi respons inflamasi terhadap infeksi SARS-CoV-2 9 (COVID-19) melalui interaksi dengan protein angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2) sebagai reseptor masuknya virus tersebut. Vitamin D juga berperan terhadap penyakit saluran napas yakni influenza, tuberkulosis paru, dan community acquired pneumonia (CAP). Sehingga vitamin D perlu dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan.
Vitamin D bisa didapatkan dengan cara berjemur pada UV index yang tepat. Tetapi itu saja tidak cukup, suplementasi vitamin D bisa menjadi solusi mudah untuk membantu memenuhi kebutuhan harian. Salah satu suplemen vitamin yang bisa dipilih adalah Prove D3 400IU.
Prove D3 400IU merupakan vitamin D drops pertama di Indonesia tanpa rasa dan bisa dipakai untuk seluruh keluarga mulai dari bayi hingga lansia. Bentuk drops ini juga memudahkan pemberian kepada bayi dan anak-anak yang masih sulit minum vitamin/obat.
Prove D3 400IU, vitamin D drops pertama di Indonesia tanpa rasa dan bisa dipakai untuk seluruh keluarga. Foto: Dok. Kalbe Farma
Dikemas dalam botol tetes terstandar 12,5 ml, suplemen ini dapat diminum setelah makan dengan cara meneteskan Prove D3 ke dalam mulut langsung atau diletakkan di sendok terlebih dahulu. Pegang botol tegak lurus dan ketuk alasnya sampai tetesan keluar.
Bisa juga dicampurkan ke dalam air mineral, namun saat diminum pastikan tidak ada air yang tersisa. Setelah dibuka, jangan lupa simpan pada suhu < 25°C, dan Prove D3 Drops tahan hingga 10 bulan.
Moms, mulai sekarang sediakan selalu Prove D3 400IU di rumah yang dosisnya pas untuk anak hingga lansia. Tidak hanya membantu pemulihan sakit, Prove D3 400 IU juga bisa dikonsumsi untuk menjaga kesehatan anak dan keluarga selama pandemi.
Reporter: Rima
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Kalbe Farma