Apakah Selingkuh Termasuk KDRT?

1 Oktober 2022 12:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak ada pasangan yang menikah ingin mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Namun kenyataannya, kasus KDRT di Indonesia masih saja bertambah setiap tahunnya. Seperti dialami pedangdut Lesti Kejora yang baru saja melaporkan suaminya, Rizky Billar, atas kekerasan yang dialaminya setelah ketahuan berselingkuh.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan polisi, dugaan KDRT terjadi saat Rizky Billar emosi karena Lesti meminta dipulangkan ke rumah orang tuanya usai mengetahui suaminya berselingkuh. Lesti disebut sempat didorong dan dibanting ke kasur, bahkan dicekik lehernya. Kekerasan ini dilakukan berkali-kali.
Ya Moms, perselingkuhan menjadi salah satu faktor penyebab KDRT terjadi. Namun, apakah selingkuh termasuk dalam bentuk kekerasan rumah tangga itu sendiri?

Apakah Selingkuh Termasuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga. Foto: Shutterstock
KDRT rentan terjadi apabila pasangan ketahuan berselingkuh. Dikutip dari laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 menemukan perempuan yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh.
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak orang berpikir kasus KDRT yang bisa dipidanakan hanyalah kekerasan fisik atau seksual, karena keduanya bisa dibuktikan dengan hasil visum. Namun, mengutip Instagram Komnas Perempuan, perselingkuhan juga merupakan tindak kekerasan.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), perselingkuhan termasuk ke dalam bentuk kekerasan psikis atau psikologis. Kasus perselingkuhan yang berujung KDRT juga bisa dikenakan pidana dengan UU tersebut, Moms.
Ilustrasi kekersan (KDRT). Foto: Shutterstock
Dilansir laman Busby & Associates, perselingkuhan sebagai bentuk KDRT karena ketika suami berselingkuh itu artinya dia sedang melecehkan istrinya dan telah mengurangi harga diri, menimbulkan kebingungan, bahkan masalah psikologis serius pada perempuan. Bahkan, perempuan tinggal dengan pasangan yang berselingkuh juga dapat menunjukkan tanda-tanda emosional dan sosial seperti layaknya korban pelecehan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, siklus perselingkuhan dapat terus berulang. Misalnya, ada salah satu pasangan yang ketahuan berselingkuh dan mengaku menyesal, tidak jarang ada yang akhirnya kembali selingkuh. Ada juga pelaku perselingkuhan yang telah merasa bersalah dan menyesal atas perselingkuhannya, tetapi gagal mempertahankan komitmennya dalam pernikahan karena ia tidak peka terhadap rasa sakit yang ia timbulkan pada pasangannya.
Perselingkuhan yang dilakukan pasangan akan memiliki konsekuensi jangka panjang. Bila suami berselingkuh misalnya, istri akan merasa terhina, terluka, rentan dan tidak berdaya. Harga dirinya pun menjadi rendah, lalu terjadi kecemasan, serangan panik, hingga depresi. Pada akhirnya, perempuan pun jadi cenderung menyalahkan diri sendiri atas tindakan perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Tidak hanya menghancurkan hubungan pernikahan, tetapi juga akhirnya berdampak pada anak-anak.
ADVERTISEMENT