Banyak Anak Perempuan Enggan Ganti Pembalut di Sekolah karena Sanitasi Buruk

15 September 2022 11:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak perempuan enggan ganti pembalut di sekolah. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anak perempuan enggan ganti pembalut di sekolah. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat merupakan kebutuhan penting anak untuk mendukung kegiatan belajarnya. Sayangnya, masih banyak sekolah di Indonesia yang memiliki tingkat sanitasi rendah sehingga menjadi lingkungan yang tidak sehat bagi pelajar.
ADVERTISEMENT
Menurut data Kemenkes dan Yayasan Plan International, 1 dari 3 sekolah tidak memiliki akses air bersih dan sebanyak 50 persen sekolah tidak memiliki toilet terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Fenomena ini membuat 79 persen siswi tidak pernah mengganti pembalut di sekolah karena merasa malu.
Melihat dari data tersebut, sangat penting bagi seluruh pihak, baik sekolah maupun pemerintah untuk memberikan akses sanitasi yang layak bagi anak-anak di sekolah.

Kenapa Anak Butuh Sanitasi yang Layak di Sekolah?

Ilustrasi sanitasi di lingkungan sekolah. Foto: Nugroho GN/kumparan
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS., hampir 300 ribu sekolah di Indonesia tidak memiliki akses terhadap air minum dan toilet terpisah bagi siswa dan siswi. Padahal, ketersediaan lingkungan sekolah sehat yang minimal dapat menyebabkan gangguan pada proses belajar anak-anak.
ADVERTISEMENT
“Anak-anak perempuan yang tidak pernah mengganti pembalut di sekolah misalnya, itu karena (mereka) tidak nyaman toiletnya dicampur. Mereka juga malu karena di-bully (temannya) saat menstruasi, kemudian memilih di rumah saja, sehingga waktu belajarnya bisa terganggu,” ungkap Maxi saat hadir dalam acara Sosialisasi Panduan STBM Sekolah dan Madrasah yang digelar Kemenkes bersama Plan International, pada Selasa (13/9) di Mercure Hotel Gatot Subroto, Jakarta.
Oleh karenanya, menurut Maxi, keterbatasan sanitasi di sekolah merupakan masalah yang sebaiknya diselesaikan bersama baik dari pihak sekolah, pemerintah, dan eksternal. Dengan begitu, proses belajar anak di sekolah bisa berjalan optimal.
Ilustrasi lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. Foto: Nugroho GN/kumparan
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Penyehatan Lingkungan, Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anas Ma’ruf, MKM yang mengatakan, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat merupakan kewajiban semua pihak termasuk pengajar, staf sekolah, orang tua, hingga peserta didik itu sendiri.
ADVERTISEMENT
“Upaya menciptakan lingkungan sekolah yang sehat adalah kewajiban kita semua. Tujuannya, supaya lingkungan sekolah itu sehat sehingga bisa memberikan suasana mendukung bagi anak yang sekolah di situ dan seluruh civitas sekolah,” ungkap Anas.
Menurut Anas, lingkungan sekolah yang higienis tidak hanya mendukung proses belajar anak, melainkan juga berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak di lingkungan pendidikannya. Apalagi, anak-anak memang memiliki hak dasar untuk keberlangsungan hidupnya, perlindungan, tumbuh kembang, termasuk mendapatkan sanitasi layak, aman, dan inklusif di sekolah dan madrasah seperti yang tercantum dalam UU No. 36/2009 Tentang Kesehatan Pasal 79.
Ilustrasi lingkungan sekolah. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Dengan menerapkan sanitasi yang layak, anak-anak bisa terhindar dari berbagai penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare dan demam berdarah yang tingkat kematiannya masih tinggi. Karena itulah Anas mengimbau semua pihak bekerja sama untuk memberikan akses air minum bersih, sanitasi layak, hingga fasilitas yang hygiene agar terciptanya lingkungan sekolah atau madrasah yang aman bersih dan sehat untuk anak-anak.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah sanitasi di sekolah, Kemenkes RI bersama Yayasan Plan International menginisiasi program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang responsif terhadap gender dan inklusi sosial yang terintegrasi dengan Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) dengan meluncurkan sebuah buku panduan sanitasi untuk sekolah.
Pelaksanaan program tersebut mengedepankan prinsip perubahan perilaku dan pelibatan aktif seluruh bagian dari sekolah, termasuk guru, staf, serta anak-anak itu sendiri. Orang tua juga perlu mendorong perubahan perilaku anak karena ‘melek’ kebersihan dan sanitasi juga penting bagi si kecil saat berada di rumah.