Jumlah Pengguna Rokok Elektrik RI Tertinggi di Dunia, Sebagian Besar Remaja!

10 Januari 2024 11:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengguna Rokok Elektrik Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengguna Rokok Elektrik Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia menjadi negara dengan pengguna rokok elektrik tertinggi di dunia. Hal itu diungkap dalam riset Statista Consumer Insights. Lebih mengejutkannya lagi, sebagian besar penggunanya masih remaja!
ADVERTISEMENT
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof Agus Dwi Susanto, menyebut pengguna rokok elektrik di Indonesia saat ini tinggi. Setidaknya 25 persen masyarakat Indonesia pernah menggunakan rokok elektrik alias vape. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pengguna rokok elektrik di negara lain, seperti Swiss, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada.
"Kita (Indonesia) menempati peringkat pertama di dunia sebagai konsumen rokok elektrik di dunia. Ini sangat miris sekali," kata Prof Agus dalam Media Briefing: Paparan hasil kajian dan studi klinis rokok elektronik di Indonesia yang disiarkan secara daring, Selasa (9/1).
Sementara itu, Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menyebut prevalensi perokok elektrik dewasa atau usia di atas 15 tahun di Indonesia sebesar 3 persen. Angka tersebut naik 10 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
"Prevalensi rokok elektrik sangat meningkat pesat, hampir 100 kali lipat. Karena di 2011, prevalensinya hanya 0,3 persen, tahun 2018 10,9 persen prevalensi rokok elektrik, apalagi sekarang tentu lebih besar lagi," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini.
Ilustrasi Pengguna Rokok Elektrik Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sementara itu, prevalensi perokok elektrik pada remaja atau usia 10-18 tahun tahun 2018 sebesar 10,9 persen. Angka ini meningkat hampir 10 kali lipat dalam rentang 2016-2018.
Kemudian hasil Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016 menunjukkan prevalensi perokok elektrik sebesar 1,2 persen. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 jumlah pengguna rokok elektrik sebesar 10,9 persen.
"Kalau pada remaja jadi 10,9 persen yang meningkat dibanding tahun 2016. Kalau dari tahun 2011 itu dari 0,3 persen menjadi 10 persen hampir 40 kali lipat kenaikannya," ujar dokter yang juga praktik di Eka Hospital Cibubur ini.
Ilustrasi Pengguna Rokok Elektrik Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Prof Agus mengatakan, di sisi lain penggunaan rokok elektrik tidak memenuhi syarat untuk modalitas berhenti merokok. Alias orang yang beralih dari rokok tembakau ke rokok elektrik sama-sama memiliki risiko.
ADVERTISEMENT
"Sebuah modalitas untuk berhenti merokok itu tidak boleh dipakai kalau dapat menyebabkan risiko baru. Faktanya di Indonesia, rokok elektronik (elektrik) terbukti dapat menimbulkan bahaya kesehatan meskipun enggak ada TAR-nya," tutur Prof Agus.
Ia juga mengungkap banyak pengguna rokok di Indonesia menjadi dual user alias menggunakan rokok elektrik sekaligus pengguna rokok tembakau. Menurut peneliti dari Universitas Indonesia tahun 2019 menyebutkan sebanyak 61,5 persen mahasiswa merupakan dual user.
‘’Jadi, nomor satu syaratnya tidak terpenuhi, kalau dia (rokok elektronik) dipakai untuk berhenti merokok, syarat kedua, elektronik kalau mau dipakai untuk berhenti merokok harus dapat mengatasi withdrawal nya saja. Karena kan mekanisme sulit berhenti merokok dari pengguna rokok itu nikotin withdrawal, yaitu nggak bisa berhenti dari nikotinnya karena ketagihan," tutur Prof Agus.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu dari sisi kesehatan, rokok elektronik tetap tidak layak dikonsumsi, terlepas sebagai perantara menuju berhenti dari rokok, maupun sebagai pengganti rokok.