news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kebut Imunisasi Polio di Aceh, Pemerintah Gandeng Pemuka Agama dan Datangi Warga

3 Desember 2022 12:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa menerima vaksin difteri di sebuah sekolah dasar Kristen di Banda Aceh, Selasa (15/11/2022). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Siswa menerima vaksin difteri di sebuah sekolah dasar Kristen di Banda Aceh, Selasa (15/11/2022). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
ADVERTISEMENT
Munculnya kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh, beberapa waktu lalu membuat pemerintah menetapkan status KLB. Beberapa waktu setelahnya, kasus polio kembali ditemukan di wilayah yang sama.
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab dari munculnya kasus polio di Aceh adalah rendahnya cakupan imunisasi polio di daerah tersebut. Ya Moms, sejak tahun 2019 sampai saat ini, angka imunisasi polio, baik OPV maupun IPV, menurun secara signifikan di Aceh. Hal itu dapat dilihat dari peta cakupan imunisasi di Aceh yang kebanyakan menunjukkan warna merah. Artinya, angka cakupannya kurang dari 60 persen.
“Kita lihat dalam empat tahun terakhir ini merah semua ya. Di Provinsi Aceh untuk suntikan (IPV) sejak tahun 2018 lebih banyak merah, artinya itu di bawah 60 persen cakupannya. Bahkan, di tahun 2022, seluruh kabupaten itu tidak mencapai target, jadi seluruhnya merah,” ungkap Dr. dr. Raihan, Sp.A(K)., dokter spesialis anak di Aceh yang juga anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI dalam media group interview yang diadakan IDAI secara daring pada Jumat (2/12).
ADVERTISEMENT
Khusus Kabupaten Pidie, angka cakupan imunisasi polio bahkan kurang dari 30 persen sejak tahun 2018. Berdasarkan survei dari Dinas Kesehatan Pidie, rendahnya angka tersebut disebabkan paling banyak karena mayoritas orang tua menganggap imunisasi tidak dibutuhkan oleh anaknya. Alasan lainnya yaitu takut anak jadi demam hingga urusan kepercayaan.
Bahkan, berdasarkan survei cepat yang dilakukan di Desa Mane, Kabupaten Pidie, pada 10 November lalu, dari 33 anak, hanya 8 anak yang menerima imunisasi polio jenis oral (OPV). Semua anak tersebut juga tidak pernah mendapatkan imunisasi polio jenis suntikan (IPV) sama sekali.

Sub Pekan Imunisasi Nasional sebagai Langkah Mencegah Penyebaran Polio di Aceh

Petugas kesehatan memberikan imunisasi polio kepada murid sekolah saat berlangsung vaksinasi massal di Kota Pidie, Kabupaten Pidie, Aceh, Senin (28/11/2022). Foto: Ampelsa/Antara Foto
Untuk mencegah penyebaran polio, pemerintah bersama IDAI pun mengadakan outbreak response immunization (ORI) lewat Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang diadakan di Aceh, khusunya di Kabupaten Pidie. Sub PIN ini terbagi menjadi dua, yaitu khusus untuk Kabupaten Pidie dengan dua putaran untuk semua kabupaten di Aceh dengan dua putaran juga.
ADVERTISEMENT
Untuk Kabupaten Pidie, putaran pertama sudah dilakukan sejak 28 November lalu dan akan berlangsung hingga 4 Desember mendatang. Per 1 Desember lalu, dr. Raihan mengungkapkan pencapaian cakupannya cukup tinggi.
“Jadi targetnya itu sampai dengan tanggal 1 Desember itu sudah 64,3 persen. Kita targetnya adalah lebih dari 95 persen,” ungkapnya.
Adapun putaran kedua akan diadakan mulai 5 Januari 2022 dan dilaksanakan selama satu bulan ke depan.
Sementara untuk kabupaten lain di Aceh, putaran pertama akan dimulai 5 Desember dan 12 Desember mendatang. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap di beberapa kabupaten di Aceh dan dilaksanakan selama satu minggu. Untuk putaran kedua belum dipastikan kapan jadwalnya, tetapi akan dilaksanakan selama satu bulan.
Dalam Sub PIN ini, pemerintah juga melibatkan tokoh ulama dan pejabat setempat agar masyarakat mau menerima imunisasi. Selain itu, tenaga kesehatan yang bertugas juga melakukan jemput bola ke sekolah dan rumah warga, khususnya di pedesaan.
ADVERTISEMENT
“Jadi pesan kuncinya adalah penyakit polio amat sangat berbahaya, tidak ada obatnya, menimbulkan kelumpuhan yang permanen, hanya bisa dicegah dengan melakukan imunisasi, imunisasi yang dilakukan itu harus lengkap, cakupannya harus merata,” pungkas dr. Raihan.