Pahami, Moms! Gangguan Mental juga Bisa Terjadi pada Suami Setelah Punya Anak

11 Oktober 2022 12:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pasangan suami istri dan bayi baru lahir. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan suami istri dan bayi baru lahir. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Menikah dan mempunyai anak mungkin merupakan dambaan pasangan suami istri. Dengan begitu, kehidupan pernikahan ataupun rumah tangga akan semakin terasa lengkap. Namun banyaknya tanggung jawab yang perlu dilakukan orang tua terkadang cukup melelahkan, sehingga tak jarang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, gangguan mental setelah melahirkan bukan hanya terjadi pada istri saja, melainkan juga pada suami. Bahkan, menurut Journal of American Medical Association, sekitar 10 persen pria di seluruh dunia mulai menunjukkan tanda-tanda depresi di trimester pertama kehamilan istri hingga enam bulan setelah melahirkan. Tak hanya itu, jumlah kasus suami depresi melonjak menjadi 26 persen saat usia bayi menginjak 3-6 bulan.
“Faktanya bahwa begitu banyak calon ayah dan ayah baru mengalami depresi dan membuatnya mengalami masalah kesehatan mental yang cukup mengganggu,” kata Profesor Psikologi di Old Dominion University, di Norfolk, Virginia, Amerika Serikat, James F. Paulson, Ph.D., seperti mengutip Healthline.
Ilustrasi pasangan suami dan istri sedang depresi. Foto: Dragon Images/Shutterstock
Sama seperti istri, depresi setelah punya anak yang dialami oleh suami juga bisa disebut sebagai depresi postpartum. Kondisi ini sering didefinisikan sebagai gangguan depresi mayor yang terjadi setelah mempunyai anak. Meski lebih sering terjadi pada istri, tetapi beberapa suami juga mengaku mengalami hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, terkadang para suami tidak menyadari sedang mengalami depresi postpartum. Dalam beberapa kasus, hal ini lebih sering diketahui oleh istri terlebih dahulu, misalnya saja karena terjadi perubahan perilaku. Padahal, jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik anak.

Penyebab Gangguan Mental pada Suami Istri Setelah Punya Anak

Pasangan suami dan istri. Foto: Bangkok Click Studio/Shutterstock
Gangguan mental yang salah satunya adalah depresi postpartum pada istri sebagian besar dipicu oleh fluktuasi hormon. Ya Moms, tubuh wanita akan mengalami banyak perubahan di minggu pertama melahirkan, termasuk perubahan kadar hormon. Dikutip dari Very Well Family, perubahan hormonal ini dapat berkontribusi untuk memicu perasaan cemas, khawatir, stres, mudah marah, sensitif, hingga berujung menimbulkan depresi.
Namun dalam beberapa kondisi tertentu, ketidakhadiran suami sebagai pendukung juga dapat menjatuhkan mental ibu, sehingga memicu risiko terjadinya depresi. Oleh karena itu, komunikasi yang baik merupakan kunci kesuksesan dalam mengurus dan mengasuh anak.
ADVERTISEMENT
Senada dengan itu, Psikolog Klinis Dewasa, Nadya Pramesrani, M.Psi, Psikolog mengatakan bahwa gangguan mental yang terjadi pada suami istri sebagian besar disebabkan oleh buruknya kualitas komunikasi yang dilakukan. Apalagi setelah mempunyai anak, keduanya kerap saling mengabaikan satu sama lain.
“Masih banyak soalnya pasangan-pasangan yang menganggap bahwa setelah memiliki anak maka waktunya itu 100 persen didedikasikan untuk anak,” ungkap Nadya, saat dihubungi kumparanMOM, Senin (10/10).
Ilustrasi anak dan orang tua mencuci mobil. Foto: Creativa Images/Shutterstock
Lebih lanjut, Nadya menjelaskan bahwa jika hal ini tidak segera diatasi atau dilakukan evaluasi, maka akan menimbulkan rasa bersalah pada salah satu pasangan dan kehilangan kesempatan untuk bersama.
“Dampak dari pemahaman atau keyakinan seperti ini adalah ketika mereka merasakan bahwa dirinya membutuhkan waktu untuk diri sendiri atau pasangan, timbul rasa bersalah lalu kesempatan itu tidak diberikan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain buruknya kualitas hubungan dan komunikasi, depresi postpartum pada suami juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sulit membangun bonding dengan bayi, merasa dikucilkan oleh istri karena terlalu fokus dengan si kecil, tekanan akibat keuangan dan pekerjaan, hingga rendahnya kadar hormon testosteron di dalam tubuh. Dengan demikian, suami akan menjadi lebih cepat marah, frustasi, mudah tersinggung, dan mengalami beberapa keluhan fisik, seperti gangguan pencernaan dan sakit kepala.