news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Penyebab dan Gejala Sindrom Sheehan yang Perlu Diwaspadai Ibu saat Melahirkan

6 Mei 2022 20:03 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi melahirkan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi melahirkan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang perlu diwaspadai ibu melahirkan adalah pendarahan. Apalagi jika pendarahan tersebut terjadi terus-menerus hingga ibu kehilangan banyak darah, hal itu bisa berisiko membawa kondisi medis bernama sindrom sheehan.
ADVERTISEMENT
Mengutip Parenting Firstcry, sindrom sheehan atau yang dikenal juga sebagai hipopituitarisme postpartum adalah kondisi medis yang disebabkan oleh kehilangan darah dalam jumlah berlebih saat melahirkan atau memiliki tekanan darah rendah selama dan setelah persalinan. Kondisi ini berisiko membuat ibu kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada kelenjar hipofisis.

Penyebab dan Faktor Risiko Sindrom Sheehan

Ilustrasi ibu melahirkan. Foto: Shutterstock
Sindrom sheehan disebabkan oleh pendarahan hebat atau tekanan darah rendah saat melahirkan. Akibatnya, sel-sel dalam kelenjar hipofisis pun rusak. Kelenjar hipofisis sendiri merupakan bagian dari sistem endokrin yang mengeluarkan hormon tertentu untuk mempengaruhi organ lain, seperti ginjal, tiroid, dan rahim.
Risiko sindrom sheehan meningkat pada ibu yang mengandung lebih dari satu anak atau ibu dengan kelainan plasenta. Hal ini karena mereka memiliki kemungkinan mengalami pendarahan masif dan tekanan darah rendah saat melahirkan.
ADVERTISEMENT

Gejala Sindrom Sheehan

Ilustrasi ibu mengalami gejala sindro sheehan. Foto: Shutterstock
Gejala dari kondisi ini bisa berbeda-beda pada tiap wanita dan mungkin tidak dapat dideteksi sejak dini. Dalam kasus yang lebih jarang dan lebih serius, gejala tersebut muncul setelah melahirkan.
Adapun gejala umum dari sindrom sheehan yaitu sebagai berikut.

Diagnosis dan Perawatan Sindrom Sheehan

Mendiagnosis sindrom sheehan cenderung sulit karena sebagai besar gejalanya tumpang tindih dengan kondisi lain. Dokter biasanya akan melakukan beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis kondisi tersebut, seperti mengecek riwayat kesehatan pasien, tes darah, tes stimulasi hormon, dan CT scan.
Untuk perawatannya, pasien biasanya akan melakukan terapi penggantian hormon sesuai dengan kadar hormon dalam tubuhnya.
ADVERTISEMENT