Perjuangan Hastry Seimbangkan Peran Jadi Dokter Forensik Polwan dan Ibu 2 Anak

20 Desember 2023 16:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, saat diwawancarai oleh kumparan, Selasa (14/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, saat diwawancarai oleh kumparan, Selasa (14/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hastry tak menyangka, pengalamannya pertama kali bersinggungan dengan dunia forensik pada tahun 2000 akan membawanya sebagai dokter polwan pertama di Asia yang bergelar S3 forensik. Kala itu, ia yang bertugas di Polrestabes Semarang pertama kalinya diajak ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus kriminal pembunuhan. Sejak itu ia yang masih menjadi dokter umum, jatuh cinta dengan dunia forensik.
ADVERTISEMENT
“Ada keinginan luar biasa dari hati saya untuk membantu masyarakat kalau memang ada musibah. Sehingga kasus terungkap dan bila jenazah belum teridentifikasi, bisa diidentifikasi dan diserahkan ke keluarganya,” kata perempuan bergelar Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, DFM., Sp.F., ini dalam program Cerita Ibu kumparanMOM.
Hastry yang kala itu hamil, baru bisa melanjutkan spesialisasi forensik 2 tahun setelahnya, yakni pada 2002. Kala itu bertepatan dengan peristiwa Bom Bali I sehingga ia langsung terjun ke Bali untuk ikut mengautopsi 200-an lebih korban tewas. Sejak saat itu, Hastry kerap terlibat dalam kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik, termasuk Bom Bali II.
Kabid Dokes Polda Jawa Tengah, dr Summy Hastry Purwanti di lokasi pembunuhan. Foto: Intan Alliva/kumparan
Kemudian berbagai peristiwa bencana seperti tsunami Aceh (2006), gempa Padang (2009), tsunami Palu (2018), hingga kecelakaan berbagai moda transportasi. Seperti pesawat Garuda Indonesia GA 200, Lion Air JT 610, Adam Air KI 574, Sriwijaya Air SJ 182, tenggelamnya kapal Senopati, dan masih banyak lagi. Selain itu, tentu saja kasus-kasus kriminal, termasuk yang paling fenomenal, pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di dalam negeri, Hastry juga kerap terlibat dalam identifikasi jenazah di luar negeri. Seperti kebakaran hutan di Melbourne-Australia, hingga jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH 17 di Ukraina.
Tak heran, kesibukannya ini membuat waktu untuk keluarga sangat terbatas. Bahkan ia mengaku seringkali melewatkan momen-momen spesial anak. Seperti waktu pengambilan rapor, waktu anak pentas atau pertunjukan, hingga wisuda kelulusan TK. Biasanya momen-momen spesial itu diwakili oleh suami atau ibunya yang tak lain adalah nenek dari anak-anaknya. Kondisi tersebut kerap membuat anak-anaknya protes.
“Anak protes, kenapa kok nggak seperti mama-mama temannya yang selalu ada. Dan saya dibantu oleh almarhum kedua orang tua saya yang menjelaskan tugas saya pentingnya bagaimana. Jadi mereka akhirnya mengerti,” ujar Polwan yang kini menjabat sebagai Kabid Dokkes Polda Jawa Tengah ini.
ADVERTISEMENT

Cara Quality Time bersama Anak dengan Waktu Terbatas

Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, saat diwawancarai oleh kumparan, Selasa (14/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Hastry bercerita, ia mengambil spesialisasi forensik saat anak keduanya belum genap berumur satu tahun. Oleh karena itu, setiap kali tak ada dinas ke luar kota, Hastry selalu memanfaatkan waktu bersama anak, seperti membacakan buku cerita, mengantar jemput sekolah, hingga memasak untuk anak.
“Kalau saya bisa di rumah, dari anak kecil, saya bisanya masak telur dadar sama nasi goreng. Ya sudah, saya kasih itu. Sampai sekarang kalau pengen dimasakin, buatin telur dadar sama nasi goreng, sudah. Memang bisa masaknya itu,” kata Hastry sambil terkekeh.
Selain membacakan buku cerita dan menyiapkan masakan, Hastry juga selalu berusaha menyempatkan diri menemani anak belajar saat ia berada di rumah. Bahkan ia pernah membawa anaknya belajar matematika di kamar mayat!
ADVERTISEMENT
“Mereka playgroup saya ajak ke kamar mayat. Mereka TK saya ajak. ‘Ini kerja ibu ya’, saya ajarin, diajarin hitung. Satu buah, dua buah, tambah dua, tiga buah, ini satu mayat, tambah satu mayat, dua mayat, tiga mayat gitu. Jadi tahu dia,” tutur Hastry.
Menurutnya kala itu anaknya tak takut masuk ke kamar jenazah. Namun kini setelah putra pertamanya sudah dewasa dan juga menjadi seorang dokter, ia ternyata tak menyukai bidang yang sama dengan ibunya.
“Setelah dewasa, anak saya yang gede udah jadi dokter juga. Pernah saya ajak autopsi dia enggak kuat. Ternyata juga beda, walaupun dari kecil saya ajak lihat jenazah, setelah jadi dokter malah saya ajak autopsi dia enggak kuat,” tutur Hastry.
ADVERTISEMENT
Tapi bagi ibu 2 anak ini, apa pun minat anak, orang tua hanya perlu memberikan dukungan dan kepercayaan. Itulah makna ‘Cinta Bunda Sempurna’ versi dirinya.
“Cinta Bunda Sempurna adalah mencintai anak-anaknya dengan setulusnya. Setulus hati itu ya, mempercayai apa yang mereka ingin lakukan, kerjakan, dan raih sesuai cita-citanya,” kata ibu yang kini berusia 53 tahun tersebut.
Kemudian, salah satu nilai yang penting ditanamkan pada anak adalah kejujuran. Menurutnya dengan selalu menanamkan kejujuran, akan terbentuk kepercayaan yang kuat di dalam keluarga. Sehingga ia tak perlu cemas dengan kehidupan yang dijalani anak-anaknya.

Langkah untuk Dukung Perempuan di Sekitar

Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, saat diwawancarai oleh kumparan, Selasa (14/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dunia forensik tak melulu berurusan dengan autopsi jenazah, tapi juga visum manusia ‘bernyawa’. Salah satu yang paling sering ditangani Hastry adalah korban pelecehan seksual yang kebanyakan adalah perempuan dari beragam usia, dari anak-anak hingga dewasa.
ADVERTISEMENT
Sebagai sesama perempuan, Hastry menginisiasi klinik untuk korban pelecehan seksual di Rumah Sakit Bhayangkara di Semarang dengan pelayanan yang komprehensif. Sehingga korban yang kondisinya terpuruk dari segi fisik maupun mental, tidak diperiksa bersamaan dengan korban-korban kasus kriminal di kantor polisi.
“Kalau seorang korban mau datang saja sudah luar biasa karena kan rasa lelah, malu, takut, kalau di kantor polisi mungkin gabung dengan pelaku-pelaku kejahatan yang lain, bagaimana perasaannya apalagi menimpa seorang anak-anak atau wanita muda?” tutur ibu yang kini berusia 53 tahun tersebut.
Di klinik itu, korban tak hanya diperiksa oleh penyidik, tapi juga didampingi oleh psikolog agar lebih nyaman saat menceritakan kasus yang dialaminya. Para korban itu tak dikenai biaya sepeser pun dan didampingi hingga mentalnya pulih. Sehingga saat kembali ke keluarga sudah tidak ada lagi rasa tertekan dan depresi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di RS Bhayangkara Semarang, Hastry juga melatih dokter-dokter dan tenaga kesehatan yang berada di wilayah hukum Polda Jawa Tengah agar mampu mendampingi korban-korban pelecehan seksual. Ia berharap kebijakannya ini dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia suatu hari nanti.