Posisi Janin Melintang, Apa Penyebabnya?

18 Februari 2020 18:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi janin - NOT COV Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi janin - NOT COV Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Janin umumnya akan berputar dan mengubah posisinya terus menerus. Mulai dari posisi janin sungsang hingga melintang, namun fase ini hanya berlangsung sementara dan terjadi saat usia janin masih sangat muda.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya setelah usia kehamilan memasuki 36 minggu, ia harus menetap pada posisi normal dan aman untuk dilahirkan. Meski begitu, tak jarang ditemui banyak kasus posisi janin tetap melintang hingga mendekati waktu kelahiran.
"Posisi melintang ini terjadi ketika kepala janin berada pada salah satu sisi dan kaki bayi berada di posisi satunya lagi secara horizontal," ujar Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG (K), kepada kumparanMOM beberapa waktu lalu.
Hal ini dikategorikan sebagai 'kelainan letak'. Apa penyebabnya?
Perkembangan janin Foto: Shutterstock
Kemungkinan bisa karena ukuran atau bentuk rahim ibu hamil yang punya dua sisi, bisa juga karena cairan ketuban yang sedikit sehingga mempersempit gerak bayi, ukuran bayi yang besar dan penyebab lainnya.
Bila ibu hamil mengalami hal ini, kemungkinan dokter akan melakukan intervensi berupa prosedur external cephalic version (ECV), yakni mengarahkan kepala bayi agar kembali ke arah bawah dengan bantuan USG sebelum persalinan.
ADVERTISEMENT
"Baru bisa dilakukan tapi dengan syarat tertentu, seperti ibu hamil tidak mengalami hipertensi, tidak terjadi lilitan, ari-ari tidak menutupi, dan dokter yang menangani mesti sangat berhati-hati karena berisiko pecah ketuban atau plasenta terlepas," tambah dokter yang berpraktek di Brawijaya Hospital Antasari, Jakarta, ini.
Bayi melintang. Foto: Pixabay
Tindakan tersebut pun dilakukan bila dokter menganggap perlu, Moms.
"Selanjutnya dokter baru bisa menilai, masih bisa dilakukan intervensi atau tidaknya. Karena beberapa penyebab yang membuat posisi bayi melintang itu, tidak bisa dilakukan intervensi karena justru berisiko. Maka jalan keluarnya melalui operasi (caesar). Bila terjadi kontraksi, juga tidak boleh dilakukan intervensi ECV," tutupnya.