Serunya Nonton Dongeng Musikal 'Senandung Anak Jaman'

17 Februari 2020 18:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dongeng Musikal 'Senandung Anak Jaman' di Gallery Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan.  Foto: Dok. Ciputra Artpreneur
zoom-in-whitePerbesar
Dongeng Musikal 'Senandung Anak Jaman' di Gallery Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Foto: Dok. Ciputra Artpreneur
ADVERTISEMENT
Pagelaran Dongeng Musikal berjudul 'Senandung Anak Jaman' baru saja digelar di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, pada Minggu (16/2). Pagelaran tersebut diselenggarakan oleh Cerita Cinta Anak Indonesia (CCAI), yakni komunitas sosial yang peduli terhadap anak-anak kaum marjinal, berkebutuhan khusus dan difabel, serta bekerjasama dengan Ciputra Artpreneur.
ADVERTISEMENT
Drama musikal ini melibatkan 130 anak yang berasal dari berbagai daerah, keluarga, suku, agama, dan sekolah yang berbeda-beda. Misalnya saja, berasal dari Dwi Matra Islamic Elementary School, Jakarta, Bina Iman Remaja Gereja St. Yohanes Maria Vianney, Jakarta, hingga dari SMP Lazuardi Global Compassionate School, Jakarta.
Menariknya, dongeng musikal ini dimeriahkan oleh berbagai publik figur, seperti Dennis Adishwara, Inaya Wahid, Sogi Indra Dhuaja, Liza Harun, dan Wilson Family. Tak hanya itu, pagelaran ini juga berkolaborasi dengan penari tradisional dan modern, penyanyi cilik dan musisi muda, serta didukung lebih 100 sukarelawan lintas profesi; pekerja seni, pengusaha, pelatih vocal, pelatih akting, penari, pemusik, pendongeng, wartawan, ibu rumah tangga, guru, pegawai negeri dan swasta, penyanyi, penyiar dan banyak lagi. Seru ya, Moms!
Penampilan anak-anak dalam Dongeng Musikal Senandung Anak Jaman, di Ciputra Artpreneur Theatre, Jakarta, Minggu (16/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Mulainya acara diawali dengan penampilan Ayah Sogi, Bunda Liza dan Valerie Ayasha. Kala itu, Bunda Liza marah terhadap Valerie karena terlalu sibuk bermain gadget. Selain memberinya nasihat, Bunda Liza juga menceritakan kisah perkembangan teknologi kepada Valerie.
ADVERTISEMENT
Dalam ceritanya, Bunda Liza menjelaskan bahwa di awal tahun 90an, teknologi belum berkembang pesat seperti saat ini. Anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya dengan bermain permainan tradisional bersama teman-temannya, seperti: lompat tali, gasing, egrang hingga ular naga.
Lambat laun seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi kian melonjak, hingga sampailah di masa semua anak tak bisa lepas dari gawainya. Ya, di mana pun, kapan pun, handphone selalu melekat di tangannya.
Bunda Liza kemudian menceritakan tentang perjalanan wisata sebuah sekolah ke suatu desa budaya. Dari sekitar 10 anak yang ada di dalam rombongan tersebut, sebagian besar sangat antusias dengan pertunjukan gamelan yang sedang dimainkan di desa. Sementara 4 di antaranya merasa bosan dan lebih memilih mencari kegiatan lain.
Dongeng Musikal 'Senandung Anak Jaman' di Gallery Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Foto: Dok. Ciputra Artpreneur
Sayangnya keempat anak tersebut justru tersesat di hutan. Hari kian malam, binatang buas pun mulai menampakkan dirinya. Hal itu tentu membuat keempat anak tersebut semakin takut.
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah kecemasannya, mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang diharapkan dapat membantu mencari jalan keluar. Namun sayangnya, laki-laki tersebut justru penculik! Ya Moms, laki-laki itu mengambil semua handphone milik anak-anak dan mengikat mereka berempat.
Untungnya anak-anak lain segera menyadari bahwa keempat temannya hilang. Dengan sigap, mereka meminta bantuan untuk mencari keempat temannya ke ibu guru, pemuda desa, aparat setempat dan polisi--diperankan oleh Dennis Adishwara.
Dongeng Musikal 'Senandung Anak Jaman' di Gallery Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Foto: Dok. Ciputra Artpreneur
Setelah menelusuri hutan, akhirnya mereka menemukan 4 anak yang tersesat. Penculiknya pun berhasil ditangkap dan 4 anak yang tersesat juga meminta maaf atas perbuatannya.
Ya Moms, drama musikal Senandung Anak Jaman menceritakan tentang problematika yang dihadapi anak masa kini, yaitu susah lepas dari gadget, bullying dan mulai rapuhnya toleransi. Dari pagelaran ini, anak-anak harusnya bisa belajar untuk lebih menghargai teman, mawas diri, dan yang tak kalah penting, belajar lebih bijak dalam menggunakan gadget.
ADVERTISEMENT