Studi: Depresi Usai Melahirkan Bisa Bertahan selama 3 Tahun

10 Mei 2021 17:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi ibu mengalami depresi pascamelahirkan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi ibu mengalami depresi pascamelahirkan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pernah mendengar ada ibu yang alami depresi usai melahirkan? Atau justru Anda sendiri mengalaminya? Ya Moms, masalah ini memang nyata terjadi dan perlu kita waspadai.
ADVERTISEMENT
Depresi pascamelahirkan sendiri diartikan sebagai keadaan seorang ibu yang merasa sedih secara terus-menerus, kerap menangis tanpa sebab, merasa tak berguna dan bersalah dengan apa yang dilakukannya bahkan memiliki hasrat untuk bunuh diri!
Kondisi ini memang berbeda dengan istilah baby blues --gangguan suasana hati seperti perasaan sedih, mudah tersinggung, gelisah, cemas, hingga menangis yang dialami ibu setelah melahirkan.
Ada pun keadaan baby blues sendiri biasanya terjadi selama beberapa hari, 4-5 hari usai atau pascamelahirkan dan hilang dengan sendirinya. Sementara, depresi pascamelahirkan ini bisa terjadi dalam kurun waktu yang lebih lama.

Apa Kata Penelitian tentang Depresi Usai Melahirkan

Ilustrasi depresi pascamelahirkan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Bahkan, dalam studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari National Institute of Health (NIH) dan telah dipublikasikan di American Academy of Pediatrics, seperti dilansir Romper, menjelaskan bahwa depresi pascamelahirkan dapat bertahan selama 3 tahun! Untuk itu, para peneliti pun menyarankan agar para ibu dapat melakukan skrining PPD (postpartum depression) setelah tahun pertama melahirkan.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) melibatkan 5 ribu wanita dan menemukan bahwa 25 persen wanita mengalami gejala depresi yang berat dalam waktu 3 tahun setelah melahirkan.
ilustrasi ibu mengalami depresi pascamelahirkan. Foto: Shutterstock
"Studi kami menunjukkan bahwa 6 bulan mungkin tidak cukup untuk mengukur gejala depresi tersebut. Data jangka panjang ini adalah kunci untuk meningkatkan pemahaman kami tentang kesehatan mental ibu yang kami tahu sangat penting untuk kesejahteraan dan perkembangan anaknya," kata Diane Putnick, PhD., penulis utama dari penelitian tersebut sekaligus staf ilmuwan bidang Epidemiologi NICHD.
Untuk mencapai temuannya, para peneliti pun menganalisis data dari Upstate KIDS Study. Studi ini meneliti lebih dari 5.000 ibu selama 3 tahun setelah melahirkan dari 57 distrik di negara bagian New York. Para peneliti pun menggunakan kuesioner dan skrining singkat untuk menilai gejala depresi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, studi tersebut tak secara klinis mendiagnosis depresi pada wanita. Hanya saja, dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ibu dengan kondisi yang mendasari seperti gangguan mood atau diabetes gestasional lebih memungkinkan mengalami hal tersebut.
Selain itu, para peneliti mencatat bahwa peserta penelitian --terutama wanita dengan berkulit putih non-Hispanik cenderung mengalami depresi. Namun, hasil penelitian ini perlu dikaji lebih dalam lagi.
"Penelitian lanjutan harus mencakup populasi yang lebih beragam dan luas untuk menyediakan data yang lebih inklusif tentang depresi pasca melahirkan," pungkas Putnick.