Tempuh Jarak Jauh Demi Kejar Mutu Sekolah, Ya atau Tidak?

14 Maret 2019 15:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak sekolah Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sekolah Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam memilih sekolah anak, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan orang tua. Salah satunya adalah jarak tempuh dari rumah ke sekolah. Apalagi bila anak masih berusia di bawah 12 tahun atau duduk di bangku sekolah dasar (SD).
ADVERTISEMENT
Menurut psikolog, Alzena Masykouri, jarak sekolah anak idealnya tidak lebih dari 5 kilometer dari rumah.
"Dengan mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan anak, sebaiknya tidak menyekolahkan anak ke tempat yang radiusnya lebih dari 5 km," jelas Alzena.
Ia pun menjelaskan, "Realistis saja, di kota besar seperti Jakarta macetnya bisa bikin stres. Setuju? Setuju pasti. Faktor kelelahan anak (dan juga penjemputnya) bisa jadi masalah baru nanti. Syukur-syukur kalau dapat sekolah sesuai kebutuhan yang jaraknya kurang dari 5 km."
Ayah mengantar anak sekolah Foto: shutterstock
Meski begitu, karena berbagai pertimbangan, beberapa orang tua akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan anaknya di tempat yang jau dari rumah. Misalnya saja Egy, ibu dua orang anak yang setiap hari harus menempuh perjalanan sekitar 17 km selama 1 jam dari rumah mereka di wilayah Buaran, Jakarta Timur ke SD Perguruan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
"Anak saya 2. Yang pertama kelas 5 SD umur 11 tahun, yang kedua kelas 1 SD umur 6 tahun 7 bulan," jelasnya kepada kumparanMOM.
Egy bercerita bahwa ia mendaftarkan anaknya ke SD tersebut karena dulu rumahnya dekat dengan sekolah itu. Namun, ketika suatu waktu keluarganya pindah rumah, ia memutuskan untuk tidak memindahkan sekolah anaknya.
"Karena dia sudh nyaman dengan sekolahnya kami putuskan untuk tetap bersekolah di sana. Nah, adiknya dulu saat TK, sekolah di dekat rumah. Tapi repot mengatur antar jemput sekolah sementara saya juga bekerja. Jadi kita putuskan nanti saat adiknya SD kita akan jadikan satu sekolah saja," jelas Egy.
Alasan kedua Egy dan suami adalah karena sekolah tersebut berada di area yang lebih bisa dijangkau cepat dari tempat mereka bekerja dan juga dari rumah kakek-neneknya.
ADVERTISEMENT
Tapi sekolah jauh dari rumah seperti anak-anak Egy bukannya tanpa drama. Menurutnya butuh perjuangan setiap pagi untuk menempuh perjalanan jauh bersama anak-anaknya.
"Kendala pasti ada. Kami harus bangun lebih pagi untuk siap-siap supaya enggak kena macet. Apalagi kalau ada yang tertinggal tugas atau apa. Itu bisa jadi drama."
Kecerdasan dan keberhasilan anak tidak bisa diukur hanya dari nilai rapornya Foto: Shutter Stock
Tak hanya Egy, menyekolahkan anak jauh dari rumah juga dilakukan Dewi. Kepada kumparanMOM, ia bercerita bahwa setelah melakukan survei, tak ada sekolah di dekat rumah yang pas dan bisa memenuhi kebutuhan anaknya.
"Jadi saya punya 2 anak. Kakaknya ini sekolah di SDIT dekat rumah. Nah, anak kedua saya tipenya memang berbeda dari kakaknya. Dia enggak suka belajar di dalam kelas. Jadi waktu TK, dia sering mogok sekolah," jelas Dewi.
ADVERTISEMENT
Karena hal itu, Dewi memutuskan untuk mendaftarkan anak keduanya di sekolah alam. Menurut informasi yang ia dapat, sekolah alam mayoritas melakukan kegiatan belajarnya di ruang terbuka. "Saya cari sekolah alam di daerah Mampang yang dekat rumah, tapi enggak nemu. Yang paling masuk akal ya, Sekolah Citra Alam yang di Ciganjur ini. Akhirnya saya survei dan ternyata cocok, ya."
Kendala yang ditemui lagi-lagi memang masalah lamanya jarak tempuh. Setiap hari, anaknya harus menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam untuk menempuh jarak sekitar 13 km dari Mampang ke Ciganjur yang masuk kecamatan Jagakarsa, di pinggir Jakarta Selatan.
"Setiap hari harus berangkat jam 6 kurang, sampai sekolah itu sekitar setengah 8. Karena naik jemputan kan, memang muter-muter ya. Jadi lebih lama," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, menurut Dewi, tak ada keluhan berarti dari sang anak. Dewi, justru merasa ada hal positif yang bisa didapat anak karena bersekolah di tempat yang tidak dekat dari rumahnya ini.
"Justru ada dampak positifnya. Misalnya, karena naik jemputan, dia jadi belajar bergaul dengan kakak-kakak kelas yang umurnya lebih tua. Karena sekolah inklusi, dia juga jadi paham bagaimana caranya berteman dengan anak berkebutuhan khusus. Selain itu jadi lebih disiplin, ya. Setiap hari jadi bangun pagi."
Ibu dan anak Foto: Shutterstock
Dengan alasan berbeda, menyekolahkan anak di tempat yang jauh dari rumah juga dilakukan Ade. Setiap hari Ade dan dua anaknya harus membelah Jakarta, dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan ke Ancol, Jakarta Utara, selama 1,5 jam perjalanan.
ADVERTISEMENT
"Jadi gini, kebetulan saya bekerja di Gandhi School Ancol dari tahun 2003. Karena saya sudah bekerja lama, saya dapat kesempatan dispensiasi biaya kalau mau menyekolahkan anak di sana selama lolos tes masuknya. Apalagi Gandhi School menurut saya mutunya bagus. Ada kelas internasional dan nasional plus. Jadi mumpung ada kesempatan, kenapa tidak?" jelas Ade kepada kumparanMOM.
Menurut Ade, sejauh ini, tidak pernah ada komplain serius dari anak-anaknya karena harus bangun lebih pagi dan menempuh perjalanan jauh ke sekolah.
"Anak saya yang kedua umurnya 9 tahun kelas 3 SD. Yang pertama kelas 1 SMP. Saya sekolahkan di tempat yang sama, di tempat saya kerja ini. Sejauh ini, mereka happy aja. Paling pernah waktu itu, saya kurang enak badan, akhirnya mereka telat sekolah. Anak-anak cuma sempat bilang 'Jadi pengin sekolah di tempat yang dekat aja biar enggak telat, soalnya malu telat'. Lalu saya tanya lagi, 'Benar mau pindah sekolah?', jawabnya 'Eh enggak, deng," papar Ade.
Ilustrasi anak belajar di sekolah Foto: Shutterstock
Nah Moms, bila memang ada kondisi atau kebutuhan seperti yang dijelaskan Egy, Dewi atau Ade, sebaiknya bagaimana?
ADVERTISEMENT
Menurut Alzena bila ada kebutuhan khusus, orang tua memang tidak bisa menggunakan pertimbangan normatif.
Psikolog yang praktik di Sentra Tumbuh Kembang Anak Kancil, Duren Tiga, Jakarta Selatan ini juga menambahkan, "Silakan orang tua mempertimbangkan apakah kebutuhan anaknya memang harus ditempuh dengan jarak yang jauh. Tapi orang tua juga harus mempertimbangkan kondisi anak," tutup Alzena.