Waspada Gula Tambahan pada Makanan Bayi, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

23 Mei 2024 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi makanan bayi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makanan bayi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan hasil investigasi Public Eye, sebuah lembaga advokasi kebijakan independen berbasis di Swiss, bersama International Baby Food Action Network (IBFAN), ditemukan adanya gula tambahan pada sejumlah produk makanan bayi dan anak.
ADVERTISEMENT
Produk-produk dengan gula tambahan itu dijual di negara-negara berkembang atau berpenghasilan rendah termasuk Indonesia. Sementara produk serupa dan dengan merek sama yang beredar di negara-negara maju seperti di Eropa, tidak mengandung gula tambahan.
Menanggapi hal ini, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) yang merupakan anggota jejaring IBFAN di Indonesia, mengirimkan surat kepada pemerintah. Tujuannya untuk mendorong pengaturan kebijakan terhadap gula tambahan dalam produk makanan bayi dan anak ini.
‘’AIMI sudah kirim surat ke Presiden, BPOM, Kemenkes, Menko PMK, supaya ada tindakan, perlindungan untuk anak-anak RI untuk asupan yang penuh gula tambahan. Semoga bisa tegas terkait kadar gula pada makanan bayi dan anak,’’ kata Nia Umar, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), dalam diskusi secara daring pada Rabu (22/5).
Ilustrasi Susu Formula Foto: Shutterstock
Nia berharap agar pemerintah bisa dengan cepat menindak tegas, supaya tidak semakin banyak anak yang menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Sependapat dengan Nia Umar, Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, mengatakan bahwa produk yang mengandung gula tambahan ini melanggar UU No 8 tahun 1999 perlindungan konsumen. Terkait hal ini, tindakan ini adalah sebuah pelanggaran dan termasuk pelanggaran SNI.
"Dalam peraturan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan mutu suatu produk atau jasa. Jadi kalau kita melihat ini tentunya melanggar aturan yang sudah tertata jelas dalam UU Perlindungan Konsumen," tutur Arzeti dalam diskusi tersebut.
‘’Yang sangat kita prihatin, gula itu sangat bahaya bagi generasi kita. Anak bisa kena obesitas, diabet, hingga kerusakan gigi. Padahal, sebagian besar orang tua di Indonesia merasa bangga ketika bisa memberikan asupan susu bagi anak-anaknya,’’ tambahnya.
Ilustrasi makanan bayi. Foto: Shutterstock
Oleh karena itu, sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang bermitra dengan BPOM, Arzeti menegaskan akan mendorong kasus ini agar ditindaklanjuti. Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah tegas pada produk-produk yang tidak mencantumkan informasi dengan benar dalam setiap kemasannya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Dhora Elvira W, Policy and Advocacy Advisor PIC Indonesia, menjelaskan bahwa Eropa tidak mentoleransi adanya pemberian gula tambahan pada produk bayi. Sedangkan Indonesia masih memberikan toleransi pemberian gula tambahan pada susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI.
Padahal saat ini tingkat kesehatan warga Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia ada di peringkat ke 5 dunia untuk kasus Diabetes Melitus (DM), dan berdasarkan data RISKESDAS 2023, kasus obesitas naik 10 kali lipat dalam empat dekade di Indonesia.
PIC Indonesia mengharapkan pemerintah melakukan perubahan dan memperketat regulasi yang ada, agar tidak ada celah bagi industri untuk memberikan gula tambahan pada produk bayi dan anak di Indonesia.