Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mendeteksi autisme pada anak tidak bisa sembarangan. Meski begitu, gejalanya bisa terlihat sejak dini, bahkan sejak si kecil berusia 6 bulan. Ya Moms, ada beberapa ciri awal autisme yang perlu Anda waspadai, seperti tidak adanya kontak mata di usia 6 bulan, tidak menengok saat dipanggil namanya di usia satu tahun, serta belum bisa menguasai 3-5 kata di umur tersebut.
ADVERTISEMENT
Perasaan takut, panik, dan khawatir mungkin langsung menghantui Anda ketika menemui tanda-tanda itu. Namun, jangan berlarut-larut dalam kecemasan, Moms. Lebih baik, tenangkan diri Anda, catat perilaku anak yang menurut Anda berbeda, lalu segera periksakan si kecil ke dokter spesialis anak.
Ya, buatlah janji dengan dokter yang berpengalaman mendiagnosis anak dengan autisme. Kemudian, beri tahu dokter apa yang membuat Anda curiga, Moms.
Menurut Psikolog Klinis, Anita Chandra, dalam mendiagnosis autisme pada anak, dokter biasanya akan mengevaluasi tumbuh kembang si kecil. Bila memang terbukti mengalami gangguan perkembangan, dokter akan merujuk si kecil untuk mendapat terapi yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
"Kunci pertamanya di dokter anak. Bila sudah didiagnosis oleh dokter, biasanya setelah itu dirujuk untuk terapi. Nah setelah terapi, ada assesment oleh terapisnya, biasanya ada supervisornya gitu, setelah itu biasanya dirujuk lagi ke terapi, nah setelah itu dia bisa terapi," ujar Psikolog Anak, Anita Chandra, saat dihubungi kumparanMOM, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Tujuan terapi ini ialah untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta mampu hidup mandiri ketika ia dewasa nanti. Meski begitu, untuk menjalankan terapi, Anda butuh rekomendasi dari ahli.
"Tujuan masing-masing terapi beda-beda. Walau mungkin orang tua ngerasa, kok sama-sama pakai puzzle ya? Tapi beda," ujar Anita.
Nah Moms, ada beberapa terapi yang umumnya bisa jadi pilihan untuk diberikan anak dengan autisme, seperti:
Menurut Anita, evaluasi terapi sebaiknya dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal itu penting dilakukan untuk melihat perkembangan anak dan menila sejauh apa keberhasilan terapi. Bila terapi yang dilakukan ternyata tidak memberikan hasil, maka Anda bisa mencari alternatif terapi lainnya.
ADVERTISEMENT
"Nah, setelah 3 bulan terapi, harus dievaluasi. Terkadang orang tua suka kurang aware, 'udah deh jalan dulu aja terapinya’, mau sebulan, 2 bulan, setahun, kita sebenarnya enggak tahu, kalau enggak dipantau oleh ahli, tidak dievaluasi, kita tidak tahu itu maju atau tidak. Biasanya ahlinya itu dokter anak, atau ada tim," jelas psikolog yang praktik di Klinik Anakku, Kelapa Gading.
Meski berstatus anak berkebutuhan khusus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memastikan anak dengan autisme tetap bisa mendapat pendidikan yang layak di Indonesia. KPPPA menjelaskan bahwa setiap anak autisme bisa mendapatkan pendidikan yang layak agar dapat mengembangankan potensi yang dimiliki. Dalam memilih sekolah untuk anak autis, Anda juga sebaiknya berkonsultasi dulu dengan ahli agar bisa menentukan sekolah yang paling tepat untuk si kecil.
ADVERTISEMENT
Jadi, tak perlu cemas, Moms, selama mendapat penanganan yang tepat, anak dengan autisme juga punya peluang untuk berprestasi di bidang yang ia minati. Selain itu, Anita berpesan agar orang tua tetap semangat dalam mengasuh dan membesarkan anak berkebutuhan khusus. Agar tidak stres, berikut 3 tips yang bisa Anda ikuti, Moms.
Membesarkan anak dengan autisme pasti butuh tenaga lebih dan pola asuh yang berbeda. Di tengah-tengah menjalankan peran sebagai ibu, jangan lupa untuk tetap punya waktu me time, Moms. Dengan begitu, Anda bisa tetap mencintai diri sendiri dan selalu merasa bersyukur. Ingat, Moms, sebaik-baiknya ibu adalah ibu yang bahagia.
" Me time itu tadi perlu karena orang tua kan butuh refresh, karena pasti kita terkuras habislah untuk mengurus anak dengan gangguan autistik," jelas Anita.
ADVERTISEMENT
Punya support system yang baik juga bisa memudahkan Anda dalam mengurus anak dengan autisme. Selain suami dan keluarga, pastikan juga Anda punya lingkungan di sekitar rumah yang mendukung, serta memahami kondisi anak Anda.
"Harus punya support system. Enggak mungkin dikerjakan sendiri. Kalau keluarga inti saja, berat sebenarnya. Betul-betul kita harus punya support system, misalnya kakek nenek, ada pengasuh atau mungkin tetangga yang mungkin bisa bantu. Karena kadang, ada beberapa anak autis yang suka kabur, itu awareness lingkungan juga harus tinggi ya," ujarnya.
Dengan mengikuti komunitas, Anda bisa berbagi cerita dengan ibu lainnya yang punya kondisi serupa. Hal itu membuat Anda tidak merasa sendirian dan memiliki dukungan. Ada berbagai informasi menarik juga yang biasanya bisa diketahui lewat komunitas.
ADVERTISEMENT
"Cari support grup, bagus, tapi ingat jangan justru dibuat pusing dengan support grup-nya. Jadi ya, ikut support grup itu baik, tapi tetap dikonsultasikan sama ahlinya. Either itu psikolog atau dokternya," tutup Anita.