Yang Perlu Dilakukan Kerabat Saat Anak Kehilangan Orang Tua Akibat Tragedi

3 Oktober 2022 18:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak berduka. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak berduka. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pertandingan Arema Malang vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10), meninggalkan duka mendalam. Tragedi ini menyebabkan 125 orang meninggal dunia karena sesak napas akibat gas air mata yang ditembakkan oleh pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
Dalam daftar nama korban meninggal, terdapat 17 orang yang masih berusia anak-anak. Sementara beberapa korban lainnya merupakan orang tua. Hal ini tentunya akan menyisakan duka dan kemungkinan rasa trauma bagi anak.
Menurut Psikolog Klinis, Rininda Mutia, M.Psi, Psikolog, selain menyisakan trauma, biasanya anak akan mengalami dampak kehilangan figur orang tua beberapa waktu kemudian, kecuali bila si kecil mendapatkan figur orang tua pengganti.
“Untuk anak yang masih di bawah dua tahun dampak jangka pendeknya belum terlihat, ya. Namun, untuk jangka panjang, biasanya ada dampak dari kehilangan figur orang tua. Kecuali, ia mendapatkan figur orang tua pengganti,” kata Ninda, saat dihubungi kumparanMOM, Senin (3/10).
Menonton pertandingan sepak bola bersama anak. Foto: kornnphoto/Shutterstock
Lalu, apa yang bisa dilakukan orang di sekitar atau orang terdekat bila ada anak yang kehilangan orang tua akibat tragedi seperti di Kanjuruhan ini?
ADVERTISEMENT

Yang Harus Dilakukan pada Anak yang Kehilangan Orang Tua Akibat Tragedi

Ilustrasi anak sedang berduka. Foto: Shutterstock
Menurut Ninda, support utama yang perlu dilakukan orang terdekat adalah menemani atau mendampingi anak agar tidak kehilangan sosok yang biasa menemaninya. Anda juga bisa memberikan penjelasan mengenai konsep meninggal dunia pada anak. Sebab anak di bawah usia dua tahun mungkin belum terlalu mengerti atau memahami seperti apa meninggal dunia.
“Support untuk anak adalah menemani anak karena mungkin sosok yang biasa menemani sudah tidak ada lagi. Memberikan penjelasan mengenai konsep meninggal dunia pada anak,” kata Ninda.
Selain itu, biarkan anak untuk meluapkan rasa sedihnya dengan menangis supaya tidak membebani hati dan pikirannya. Sebab hal ini wajar terjadi bila seseorang menghadapi kedukaan, apalagi jika terjadi secara mendadak.
ADVERTISEMENT
“Enggak ada salahnya juga memperbolehkan anak untuk menangis dan bersedih untuk memperlancar proses berduka,” tambah Ninda.
Ilustrasi anak sedang berduka. Foto: Shutter Stock
Di sisi lain, anak tidak boleh dibiarkan begitu saja untuk menghadapi rasa duka ini sendirian. Oleh karenanya, Anda perlu membantu mereka untuk menerima dan menghadapi perasaannya. Jadilah teman curhat dan teman bermain untuk mereka dalam kegiatan sehari-harinya. Dengan begitu, mereka tetap bisa melakukan aktivitas sehari-harinya seperti biasa dan rasa sedih perlahan akan menghilang.
“Proses ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Bantu mereka untuk menerima dan menghadapi perasaannya. Jadilah teman curhat untuk mereka, lebih banyak bertanya daripada menasihati,” terang Ninda.
Meski demikian, jika ada tanda-tanda menarik diri, tidak mau makan, tidak mau merawat diri, sulit tidur, dan lemas berlebihan, segera minta bantuan profesional, seperti psikolog, psikiater, atau dokter anak untuk bantu memulihkan proses dukanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, mendesak pemerintah tidak hanya memberikan santunan kepada keluarga korban, tetapi turut memastikan anak-anak yang orang tuanya menjadi korban mendapatkan pemulihan kondisi psikis yang optimal.
“Begitupun bagi anak-anak yang orang tuanya meninggal saat tragedi. Ini butuh dukungan negara, karena mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu. Tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini,” kata Retno dalam keterangannya.