1 Juta Kasus Corona di RI: Sistem Kesehatan Kewalahan, RS Terancam Kolaps

27 Januari 2021 8:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga kesehatan, Minggu (29/3). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga kesehatan, Minggu (29/3). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Indonesia akhirnya masuk ke deretan negara dengan angka 1 juta kasus positif corona. Tercatat, sudah ada 1.012.350 kasus positif di Tanah Air, 163.526 di antaranya adalah kasus aktif.
ADVERTISEMENT
Satu juta kasus menjadi sinyal darurat penanganan COVID-19 di Indonesia. Alih-alih terkendali, selama 10 bulan, kasus COVID-19 belum menunjukkan grafik menurun.
Dalam dua pekan terakhir, tren kasus positif Indonesia selalu di atas 10.000 orang dengan positivity rate 27,22 persen per 26 Januari --lima kali lipat dari ambang batas WHO. Artinya, dari 3 orang yang dites, 1 di antaranya positif COVID-19. Mereka yang bergejala berat dan butuh perawatan mulai mengeluhkan penuhnya RS di berbagai daerah.
Jika penambahan kasus corona tidak bisa ditekan, ini akan berdampak pada ambruknya sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Meski pemerintah telah menginstruksikan RS untuk menambah kapasitas ruang rawat inap hingga 50 persen, nyatanya, terus diiringi dengan peningkatan jumlah pasien.
Keterisian Bed Isolasi RS Corona di 7 provinsi hingga 25 Januari. Foto: Kemenkes RI
"Hal ini jika tidak segera diantisipasi bersama oleh pemerintah dan semua pihak, maka sistem kesehatan nasional kita bisa kewalahan dan akan ada pasien-pasien COVID-19 yang sulit tertangani dengan baik," ujar Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Halik Malik, kepada kumparan, Selasa (27/1).
ADVERTISEMENT
Halik menegaskan, semua daerah terus berupaya menambah jumlah ruang isolasi pasien COVID-19. Namun, keterisian ruang isolasi terus naik, begitu pula dengan laju penambahan pasien COVID-19 bergejala berat yang membutuhkan ruang ICU.
"Masih sangat timpang dengan laju penambahan ICU saat ini. Peningkatan kapasitas RS juga harus dibarengi dengan kesiapan tenaga kesehatan, alat kesehatan, dan obat-obatan yang memadai," tutur Halik.
RS kolaps
Kolapsnya rumah sakit bisa dilihat dari banyaknya pasien yang belum bisa masuk ruang perawatan karena kamar penuh.
Halik mengakui, pemerintah memang telah menyediakan layanan ketersediaan RS secara realtime di aplikasi SIRANAP. Namun, keterpakaian bed saat ini terus meningkat dan kian mengkhawatirkan tak bisa dihindari.
"Masyarakat dan fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas dan jejaringnya bisa saja memantau ketersediaan atau keterisian RS baik melalui berbagai aplikasi seperti SISRUTE, SIRANAP, dan RS Online tapi terus terang saat ini tidak mudah untuk mendapatkan akses ruang rawat inap untuk perawatan COVID-19," kata Halik.
ADVERTISEMENT
Kritik pun disampaikan oleh relawan Divisi Pengaduan Warga LaporCovid-19, Yemiko Happy. LaporCovid-19 merupakan lembaga independen yang menjadi wadah laporan warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian COVID-19.
Menurut Yemiko, pemerintah hingga kini belum bisa mengatur kondisi RS yang kolaps. Sampai saat ini, ketersediaan sarana dan prasarana masih belum maksimal. Yemiko menganggap penambahan jumlah bed saja bukan solusi ampuh --tidak cukup untuk menekan beban rumah sakit.
"Distribusi masker, APD, masih kacau. Lebih-lebih layanan ketersediaan tempat tidur," tuturnya.
Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Yemiko meminta pemerintah sigap merespons lelahnya tenaga kesehatan. Untuk mencegah itu semua, dibutuhkan kolaborasi bersama masyarakat dan para pakar agar penanganan corona tidak memburuk, 3 T bisa dimasifkan.
"Naiknya angka positif dan kematian yang signifikan menunjukkan bahwa pandemi bukanlah prioritas pemerintah sampai saat ini. Pemerintah harus berhenti menyalahkan masyarakat karena tidak taat protokol kesehatan. Sebaliknya, pemerintah harus mau berkolaborasi dengan rakyat. Surveilans kita sangat buruk sampai saat ini. Testing yang masih sangat rendah, tracing tidak optimal, treatment yang memasuki masa krisis, menunjukkan bahwa menjelang satu tahun, kita masih belajar untuk menangani pandemi," ungkap Yemiko.
ADVERTISEMENT
"Ajak para epidemiolog, pakar public health untuk mencari jalan bersama. Karena, jika pemerintah masih bersikeras tidak mau untuk berkolaborasi, pandemi masih akan terus naik," ungkapnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan paparan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, sebelumnya mengakui beban tenaga kesehatan yang sudah di ambang batas. Untuk itu, dia meminta Kemenkes dan masyarakat mengurangi beban RS.
"Kami nanti di Kemenkes akan bekerja sangat keras agar program testing, tracing, dan isolasi bisa segera dilakukan. Tujuannya hanya satu: mengurangi laju penularan, flattening the curve. Dengan ini, kita bisa mengendalikan penyebaran dari pandemi ini," ungkap Budi.
Infografik Corona di Indonesia Tembus 1.000.000 Kasus. Foto: kumparan