news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

14 Tahun Gempa Yogya, Gugus Tugas Menilai Warga Punya Modal Sosial Hadapi Corona

27 Mei 2020 19:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puncak Gunung Merapi terlihat dari Sungai Gendol, Bronggang, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (3/5). Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
zoom-in-whitePerbesar
Puncak Gunung Merapi terlihat dari Sungai Gendol, Bronggang, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (3/5). Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
ADVERTISEMENT
Hari ini, 14 tahun silam atau tepatnya 27 Mei 2006 gempa bumi 5,9 magnitudo mengguncang wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Saat itu, rumah dan bangunan lainnya rusak. Ribuan jiwa pun melayang akibat bencana alam tersebut.
ADVERTISEMENT
14 tahun berlalu, kini bencana juga melanda Yogyakarta. Bedanya bencana kali ini adalah bencana non-alam. Ya, pandemi virus corona selama beberapa bulan terakhir telah menyebar di Yogyakarta.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan COVID-19 DIY Biwara Yuswantana menjelaskan yang terjadi 14 tahun dengan hari ini memang berbeda. Namun, ada satu hal yang bisa dimaknai yaitu modal sosial yang masih sama.
"Gambaran kualitatif yang ada di Yogya (waktu itu) modal sosialnya," kata Biwara, Rabu (27/5).
"Istilah popular dulu kehilangan benda itu kehilangan separuh nyawa dan sebagainya, tapi kehilangan kepercayaan itu sudah kehilangan segala-galanya," imbuhnya.
Suasana lebaran di Yogyakarta. Foto: Afriansyah Panji Purnanandaru/kumparan
Lanjut Biwara, musuh yang dihadapi saat ini tidak terlihat. Namun Yogyakarta masih memiliki modal sosial yang sama seperti 14 tahun silam, yaitu gotong royong dan kesadaran masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Sekarang musuh tidak jelas tapi modal sosial sama. Maka sejak awal pendekatan sama, tidak otoritatif kemudian dengan aturan yang harus begini sanksi dan sebagainya," kata Biwara.
Modal sosial ini sebenarnya sudah tampak di awal kemunculan virus corona. Masyarakat gotong royong mendata masyarakat yang masuk dan keluar dari kampung. Namun itu saja tidak cukup, masyarakat juga harus sadar soal protokol kesehatan untuk mencegah corona.
"Bagaimana melalui modal sosial itu masyarakat bisa membangun kesadaran (protokol kesehatan) pemahaman itu yang kemudian dia bisa secara melaksanakan itu secara sadar," kata Biwara.
"Enggak enak kan dipaksa, lebih enak kesadaran. Masyarakat harus berpikir 'saya tahu ini perlu dihindari', itu enak daripada sanksi-sanksi," ujarnya.
Pengalaman menghadapi bencana gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010 itu juga sempat disinggung Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Dalam menghadapi bencana corona ini, masyarakat harus menjadi subjek, bukan objek.
ADVERTISEMENT
"Kita juga berjuang bersama dari awal kami ingin masyarakat tidak hanya sekadar objek pemerintah tapi bagaimana masyarakat menjadi subjek dalam proses menangani corona. Apa manfaat Pemda kalau masyarakat tidak disiplinkan diri untuk tinggal di rumah," kata Sultan beberapa waktu lalu.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.