2 Juta Orang Indonesia Memilih Berobat ke Luar Negeri, Kenapa?

8 Maret 2023 20:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu di rumah sakit. Foto: shop_py/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu di rumah sakit. Foto: shop_py/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jokowi menyebut ada 2 juta orang Indonesia yang memilih berobat di luar negeri ketimbang di negara sendiri. Hal tersebut ia sampaikan usai menghadiri peresmian Mayapada Hospital Bandung, Jawa Barat, Senin (6/3).
ADVERTISEMENT
"Karena informasi yang saya terima, hampir 2 juta masyarakat kita itu masih pergi berobat ke luar negeri apabila sakit. Padahal kita memiliki rumah sakit seperti ini. Hampir 2 juta," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, sekitar 1 juta masyarakat memilih berobat ke Malaysia, 750 ribu berobat ke Singapura dan sisanya berobat ke Jepang, Amerika Serikat hingga Jerman.
Lantas, apa yang membuat masyarakat Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri?
Singapore General Hospital SGH. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
Salah satu WNI yang memilih berobat ke luar negeri adalah Jevin. Pria berusia 24 tahun itu pernah berobat ke Singapura, lantaran dinilai memiliki fasilitas dan pelayanan kesehatan yang lebih prima.
Kala itu, Jevin tengah mengidap katarak kongenital (katarak yang terjadi sejak lahir). Penyakit tersebut mulai mengganggu penglihatannya ketika ia menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2013.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu konsiderasinya (berobat ke Singapura), karena di Indonesia belum cukup bagus kompetensi dokter matanya. Dengan harga yang sama, pelayanannya lebih prima di sana," jelas Jevin kepada kumparan, Selasa (7/3).
Jevin memilih Singapore General Hospital (SGH) untuk melakukan operasi katarak. Sebelumnya, Jevin bersama ibunya sudah mencoba berobat ke RS di Jakarta, tetapi tidak ada tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter spesialis mata kala itu. Akhirnya, salah satu senior dokter mata merekomendasikan ibu Jevin untuk pergi ke Singapura.
"At the time, dibanding cost, nyokap saat itu lebih pilih kualitas, pelayanan, expertise, reputation. Singapore health care is top. But, just gotta have the money fot it. Saat itu Indonesia (pelayanan kesehatan) belum secanggih sekarang," kata Jevin.
ADVERTISEMENT
Untuk operasi katarak yang ia lakukan di Singapura, ia harus merogoh kocek Rp 32 juta untuk satu mata. Biaya ini termasuk untuk operasi dan pascaoperasi. Angka ini lebih mahal dari biaya operasi di Jakarta yang nilainya mencapai Rp 20 jutaan.

Melihat Pelayanan Kesehatan Terbaik

Berdasarkan data The Ranking Web of World Hospitals (2023) dari CSIC, rangking rumah sakit di Indonesia memang di angka ratusan. Tercatat bahwa RS Mitra Keluarga Group ada di rangking 774 di Asia dan 3.858 di dunia. Ini adalah RS di Indonesia dengan rangking teratas di situs tersebut.
Sementara itu, rangking pertama di Asia ditempati oleh rumah sakit di Taiwan, yaitu Buddhist Tzu Chi General Hospital. Apabila diurutkan berdasarkan ranking dunia, rumah sakit tersebut menduduki rangking ke-13.
ADVERTISEMENT
Sementara, Singapura muncul di ranking 45 se-Asia dengan Singapore National University Hospital. Sementara, rumah sakit yang menjadi rujukan Jevin melakukan operasi kataraknya, Singapore General National, berada di urutan ke-123 di Asia dan ke-657 berdasarkan ranking dunia.
Meski begitu, perhitungan situs tersebut didasarkan pada peringkat akses website, bukan tentang pelayanan kesehatan itu sendiri.
Nah, selain data soal rumah sakit, ada juga data tentang indeks pelayanan kesehatan dunia. Pada tahun 2023, Taiwan masih menempati urutan teratas dengan nilai 85,9. Disusul dengan Korea Selatan dengan indeks sebesar 83 dan Jepang dengan nilai 80,3.
Singapura sendiri ada di urutan ke 28. Sementara Indonesia ada di urutan ke 56 dengan indeks 60,5.
ADVERTISEMENT

Indonesia Darurat Dokter Spesialis

Tak hanya mengeluhkan soal 2 juta masyarakat yang lebih pilih berobat ke luar negeri, Jokowi juga menyinggung persoalan kurangnya dokter spesialis dan dokter subspesialis di Indonesia. Menurutnya, fasilitas rumah sakit yang baik harus didukung dengan jumlah dokter spesialis yang baik pula.
"Saya sangat mendukung pembangunan rumah sakit-rumah sakit yang kurang lebih kayak Mayapada Hospital Bandung. Memang problemnya kita masih punya problem dalam negeri. Dokter spesialisnya masih kurang atau dokter sub spesialis masih kurang. Saya sudah bisikin Pak Menkes ini harus diurus," kata Jokowi.
Infografik Sulitnya Mencari Dokter Spesialis. Foto: kumparan
Menurut standar WHO, rasio antara pasien dan keberadaan dokter yang ideal adalah 1:1000. Namun, jika dilihat dari data kemenkes, keberadaan dokter spesialis yang tersebar di 36 provinsi, belum ada yang mampu mencapai rasio 1:1000. Bahkan, DKI Jakarta sebagai pusat dari ibu kota di Indonesia hanya mampu menyediakan 18.637 dokter spesialis dengan rasio 1:1668.
ADVERTISEMENT
Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi pun sempat angkat bicara soal ini. Menurutnya, setiap kabupaten/kota setidaknya harus memiliki 7 dokter spesialis.
“Tujuh (dokter spesialis) ini menjadi satu hal yang secara general bahwa setiap kabupaten/kota itu harus ada,” jelas Adib, Kamis (13/10/2022)
Adib menyayangkan sekitar 42 persen kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki 7 dokter spesialis utama ini. Padahal keberadaan 7 dokter spesialis utama menjadi kebutuhan utama para pasien.
“Problemnya sekarang masih ada sekitar data yang kita dapatkan 42% belum memenuhi 7 spesialis di daerah, masih kurang,” ujarnya.