2 Polisi Terbukti Tembak Mati Anggota FPI, Kenapa Divonis Lepas?

18 Maret 2022 15:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis lepas kepada dua polisi yang menembak mati 6 anggota FPI. Perbuatan keduanya dinilai terbukti menghilangkan nyawa orang lain, akan tetapi dinilai merupakan sebuah pembelaan diri.
ADVERTISEMENT
Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (18/3). Dalam sidang sebelumnya, jaksa menutut terdakwa 6 tahun penjara.
Dua polisi yang duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini, yaitu Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella. Sejatinya ada tiga tersangka. Tetapi Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.
Dalam putusannya, hakim membeberkan bagaimana awal mula peristiwa pada 7 Desember 2020 itu terjadi. Hal ini terkait dengan pemeriksaan Habib Rizieq atas kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Bermula ketika ada laporan mengenai akan adanya pengerahan massa ketika Habib Rizieq diperiksa. Bahkan informasi yang didapat tim cyber Polda Metro Jaya, ada potensi kerusuhan dari massa.
Polda Metro Jaya kemudian melakukan penyelidikan terkait hal itu. Sejumlah tim kemudian dikerahkan untuk memantau kondisi rumah Habib Rizieq di Sentul pada Minggu 6 Desember 2020. Ada beberapa polisi yang dikerahkan dalam 3 mobil berbeda.
ADVERTISEMENT
Pada saat hampir tengah malam, ada 10 mobil yang diduga berisi orang-orang FPI kemudian bergerak. Ketiga mobil polisi kemudian membuntuti.
Dalam perjalanan, mobil anggota FPI berpencar. Membuat mobil polisi juga melakukan hal yang sama.
Briptu Fikri Ramadhan, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dan Ipda Elwira Priadi yang berada dalam satu mobil kemudian bertemu mobil yang diduga berisi anggota FPI saat di wilayah Karawang.
Anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Turun 4 orang anggota FPI membawa pedang, samurai, celurit, serta kayu lalu menyerang kaca dan kap mobil. Polisi kemudian melepaskan tembakan peringatan ke udara dengan mengatakan "Kami polisi. Jangan bergerak!".
Para anggota FPI disebut kemudian kembali ke mobil mereka lalu menembakkan senjata api ke mobil polisi. Hakim menyebut ada 3 kali letusan.
ADVERTISEMENT
Polisi sempat membalas tembakan itu. Namun, para anggota FPI itu kemudian kabur. Saling salip mobil pun terjadi di jalanan. Bahkan sempat diwarnai todongan senjata hingga tembakan.
Namun polisi kehilangan keberadaan mobil anggota FPI itu. Belakangan mobil anggota FPI itu terlihat di sebuah rest area.
Tim polisi kemudian mendatanginya dan memerintahkan anggota FPI keluar dari mobil. Ada empat orang yang turun dari mobil. Sementara dari pengecekan, ada dua anggota FPI di dalam mobil yang sudah meninggal. Diduga hasil baku tembak saat saling kejar.
Dalam mobil, polisi menemukan pedang, samurai, celurit, kayu runcing, dua senjata api revolver, 17 peluru, 13 selongsong, ketapel, serta kelereng. Polisi lalu mengamankan para anggota FPI dan bukti tersebut.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Fikri Ramadhan bersama Yusmin Ohorella serta Elwira Priadi bertugas membawa empat anggota FPI yang masih hidup ke Polda Metro Jaya.
ADVERTISEMENT
"Dalam keadaan tidak terborgol," ujar hakim.
Dalam perjalanan, Fikri Ramadhan menginterogasi para anggota FPI itu. Namun, keempatnya disebut tiba-tiba menyerang.
Mereka disebut mencekik hingga menjambak dan memukul Fikri. Bahkan, senjata api milik Fikri disebut akan direbut.
"Terdakwa teriak, 'Bang, tolong bang, senjata saya'," kata hakim menirukan ucapan Fikri yang meminta tolong pada Yusmin Ohorella.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Yusmin kala itu duduk di bangku depan mobil. Sementara Fikri berada di bangku tengah. Anggota FPI berada di tengah dan belakang.
Kericuhan terjadi di dalam mobil tersebut. Hingga akhirnya terjadi penembakan.
Penembakan dilakukan oleh Elwira dari bangku depan ke belakang atas aba-aba Yusmin. Selain itu, hakim menyebut senjata Fikri yang jadi rebutan kemudian meletus dan mengenai dada dua anggota FPI.
ADVERTISEMENT
"Sehingga empat anggota FPI di dalam mobil Xenia meninggal dunia," ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa itu. Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.
"Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota FPI," ujar hakim.
Serangan yang dimaksud ialah mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan.
"Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian," kata hakim.
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat, cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam keselamatan jiwanya.
"Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban," kata hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim kemudian merujuk Pasal 49 KUHP yang berbunyi:
(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana.
Berdasarkan hal tersebut, hakim menyatakan bahwa perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa sebagaimana dakwaan memang terbukti. Namun, ada unsur pemaaf dan pembenar yang menghapuskan pidana.
"Menyatakan perbuatan terdakwa melakukan tindak pidana adalah dalam rangka pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas," kata hakim membacakan amar putusan.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenar dan pemaaf," imbuh hakim.
Atas hal tersebut, hakim menyatakan kedua polisi dilepaskan dari segala tuntutan hukum
"Memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," pungkas hakim.
Atas vonis itu, kedua terdakwa menerimanya. Sementara jaksa penuntut umum akan pikir-pikir terlebih dulu. Perkara ini masih belum inkrah.