3 Poin soal Putusan MK yang Buat Pemilih Tak Punya e-KTP Bisa Nyoblos

29 Maret 2019 6:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman membacakan putusan perkara di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman membacakan putusan perkara di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi pasal 348 ayat 9 UU Nomor 7 Tahun tentang Pemilu terkait penggunaan e-KTP sebagai syarat wajib mencoblos di Pemilu 2019. Dengan putusan ini, pemilih yang belum memiliki e-KTP tetap bisa menggunakan hak pilihnya pada 17 April.
ADVERTISEMENT
Permohonan uji materi ini dilakukan oleh LSM yaitu Perludem, perorangan Hadar Nafis Gumay, dan Feri Amsari. Mereka beralasan syarat mutlak e-KTP bisa menghilangkan hak memilih bagi warga negara.
Sebab, dalam gugatannya, e-KTP sebagai syarat mencoblos dipersoalkan karena data pelapor ada 7 juta yang belum mempunyai e-KTP (baik belum dan sudah rekaman). Ditambah lagi, upaya untuk mendapat e-KTP terhambat akibat ketidakmampuan pemerintah menyediakan blangko e-KTP.
Dengan adanya putusan MK ini, para pemilih yang belum memiliki e-KTP tetap bisa mencoblos. Berikut empat poin terkait putusan MK:
1. MK Putuskan Suket Bisa Digunakan di Pemilu
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Dalam amar putusannya, MK memperbolehkan penggunaan surat keterangan (suket) perekaman e-KTP yang dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil sebagai pengganti e-KTP. Pemilih dapat menggunakan suket sebagai bukti untuk menyalurkan suaranya.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan frasa kartu tanda penduduk elektronik dalam pasal 348 ayat 9 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat perekaman kartu elektronik yang dikeluarkan oleh dinas catatan sipil'," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3).
Penggunaan suket --bukti sudah perekaman e-KTP-- sebenarnya pernah diterapkan di Pilkada serentak 2017. Namun menyambut Pemilu 2019, DPR-Pemerintah mewajibkan e-KTP sebagai syarat mencoblos, dengan harapan Kemendagri menyelesaikan pencetakan seluruh e-KTP warga Indonesia.
2. MK Sebut Banyak Pemilih Belum Punya e-KTP
MK mengungkap alasan di balik keputusan pemilih yang belum memiliki e-KTP bisa ikut mencoblos dengan suket. Majelis hakim konstitusi menyebut hal itu dilandasi masih banyaknya pemilih yang belum memiliki e-KTP.
ADVERTISEMENT
"Pada faktanya proses penyelenggaraan urusan kependudukan oleh pemerintah daerah masih terus berlangsung, sehingga belum semua warga negara yang memiliki hak pilih memiliki e-KTP," kata hakim I Dewa Gede Palguna saat membacakan putusan.
"Kondisi demikian dapat merugikan hak memilih warga negara yang sejatinya bukanlah disebabkan oleh faktor kesalahan atau kelalaiannya sebagai warga negara," lanjutnya.
Palguna menambahkan, apabila e-KTP tetap menjadi syarat memilih, maka hak pilih warga yang tidak memilikinya bisa tak terlindungi.
Pelajar melakukan perekaman e-KTP di SMA/SMK sederajat di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
3. MK Perintahkan Dukcapil untuk Urus Suket
MK memerintahkan Dukcapil agar mempercepat proses perekaman e-KTP. Dengan begitu, para pemilih yang belum memiliki e-KTP mendapatkan suket dan bisa tetap mencoblos di Pemilu 2019.
"Mahkamah mengingatkan pemerintah untuk mempercepat proses perekaman KTP-el bagi warga negara yang belum melakukan perekaman, lebih-lebih yang telah memiliki hak pilih, agar dapat direalisasikan sebelum hari pemungutan suara," sebut MK dalam pertimbangan hukumnya.
ADVERTISEMENT