30 September 2021, Hari Kelam Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

30 September 2021 7:13 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
20
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin masuk ke masa kelam. Tanggal 30 September 2021 pun akan menjadi salah satu hari kelam dalam agenda pemberantasan korupsi di republik ini.
ADVERTISEMENT
Pada hari ini, KPK resmi memecat 57 pegawainya. Mereka ialah pegawai yang dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Para pegawai KPK yang masuk daftar ini bukan pegawai sembarangan. Mulai dari Deputi, Direktur, hingga penyidik dan penyelidik yang menangani kasus korupsi besar. Misalnya Novel Baswedan, Yudi Purnomo, Rizka Anungnata, Rieswin, hingga Harun Al Rasyid yang sempat dijuluki Raja OTT.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
TWK diduga hanya akal-akalan dalam upaya menyingkirkan pegawai tertentu di KPK. Temuan Ombudsman dan Komnas HAM menegaskan hal tersebut.
Ombudsman menyatakan TWK malaadministrasi. Sementara temuan Komnas HAM lebih mendalam dan menguak sejumlah hal.
Komnas HAM menyatakan ada upaya penyingkiran pegawai tertentu dari KPK. Sebagian di antaranya ialah pegawai yang dilabeli sebagai "Taliban". Padahal itu tidak terbukti dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Lebih jauh, Komnas HAM bahkan menemukan ada 11 pelanggaran hak asasi dalam tes alih status menjadi ASN itu.
ADVERTISEMENT
Namun, Pimpinan KPK bergeming. Mereka tetap memecat para pegawai itu meski ada temuan Ombudsman dan Komnas HAM.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bahkan jauh sebelum pemecatan, Firli Bahuri langsung menonaktifkan pegawai tak lulus TWK itu. Alasannya, agar tidak ada masalah hukum ke depannya.
Sejak awal pengumuman hasil TWK, Firli Bahuri berulang mengucap tidak ada niatan memecat para pegawainya itu. Namun tindakan berbeda dengan ucapan.
Pemecatan tetap dilakukan. Bahkan lebih cepat dari yang ditetapkan semula. Awalnya pemberhentian akan dilakukan pada 1 November 2021. Belakangan, pemecatan dipercepat menjadi 30 September 2021. Firli Bahuri Dkk berdalih bahwa pemecatan ialah bentuk patuhnya KPK kepada hukum.

Masa Kelam Pemberantasan Korupsi?

Warga memotret tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Dengan dipecatnya 57 pegawai KPK itu, pemberantasan korupsi di Indonesia diperkirakan akan semakin kelam. Sebab, para pegawai KPK itu sudah jelas rekam jejak dan integritasnya.
ADVERTISEMENT
"Hari yang kelam ketika 56 lebih pegawai KPK yang punya nama baik akan dipecat. Ini harus kita catat sebagai hari kelam bagi pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Kamis (16/9).
Polemik TWK yang berujung pemecatan itu pun diperkirakan akan membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia semakin terpuruk. Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menduga polemik TWK ini akan menurunkan IPK Indonesia pada 2021.
"Saya bisa memprediksi bahwa KPK akan turun drastis dan intinya kemudian sebagai sebuah lembaga antikorupsi yang dibandingkan dengan misalnya Malaysia punya MICC, Singapura punya CPIP, KPK akan berada di bawah itu," kata Danang.
Skor IPK Indonesia sejak 1995 hingga 2019. Foto: Dok. Transparasi Internasional Indonesia
Pada 2020, IPK Indonesia juga turun dari 40 menjadi 37. Salah satu hal yang diduga membuat turun karena adanya revisi UU KPK.
ADVERTISEMENT
IPK Indonesia itu setara negara di Afrika, Gambia. Sedangkan di tingkat ASEAN, IPK Indonesia bahkan di bawah Timor Leste yang ada di posisi 86 dengan skor 40.
Penurunan IPK 2020 merupakan yang terburuk sejak era reformasi. Berdasarkan survei TII sejak 1995, IPK Indonesia memang pernah turun 4 kali.
Penurunan pertama kali pada 1998. Saat itu, skor turun 7 poin dari 27 menjadi 20. Lalu pada 1999, skor turun 3 poin dari 20 menjadi 17. Penurunan terakhir kali terjadi pada 2007, skor turun dari 24 menjadi 21.
Berdasarkan data tersebut, skor IPK 1999 yang turun 3 poin sama seperti IPK 2020. Kondisi Indonesia pada 1999 tengah bergejolak dihantam krisis politik dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK pun terus merosot. Paling baru, KPK ada di bawah TNI dan Polri dalam hal kepercayaan masyarakat.
Rangkaian kontroversi yang dilakukan para pimpinan KPK menjadi salah satu faktor penyebab publik makin tidak percaya KPK. Puncaknya, pemecatan 57 pegawai dengan dalih tidak lolos TWK.
Bila kepercayaan publik terhadap KPK terus merosot, tentu hal itu sangat mengkhawatirkan. Dulu masyarakat menjadi penjaga saat KPK diterpa masalah, rela turun ke jalan, menginap di halaman KPK, dan ikut berjuang mati-matian untuk membela KPK. Kini, gelombang protes dari masyarakat justru tertuju pada KPK. Bahaya bila publik tak mau lagi membela dan pasang badan karena tak lagi percaya dengan KPK.
Atau mungkin, kita memang sedang berada di roadmap pembubaran KPK?
ADVERTISEMENT