424 Anggota DPR Tak Hadiri Paripurna Pengesahan RUU Antiterorisme

25 Mei 2018 11:01 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Paripurna DPR-RI (Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Paripurna DPR-RI (Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
ADVERTISEMENT
DPR akhirnya menggelar rapat paripurna masa persidangan ke-V tahun dengan agenda pengesahan Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.
ADVERTISEMENT
"Rapat paripurna masa persidangan ke V dengan ini resmi dibuka dan terbuka untuk umum," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di ruang rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Turut hadir juga pimpinan DPR lain yaitu Bambang Soesatyo, Fadli Zon, Utut Adianto, dan Fahri hamzah. Sementara itu, pihak pemerintah yang turut hadir adalah Menkumham Yasonna Laoly dan Kepala BNPT Suhardi Alius.
Saat sidang dimulai pukul 10.32 WIB, hanya 98 anggota DPR yang hadir dari total 560 anggota. Sementara 90 anggota izin. Namun, anggota DPR lain menyusul dan membuat absensi bertambah.
Pukul 10.42 WIB, tercatat ada 136 anggota DPR hadir dari total 560 anggota. Dengan begitu, 424 anggota tidak hadir dan membuat banyak bangku kosong di ruang paripurna. Jumlah anggota izin ada 90 anggota, dan dihitung hadir sehingga dianggap 225 yang hadir.
Rapat paripurna pengesahan RUU Antiterorisme. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat paripurna pengesahan RUU Antiterorisme. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
Setelah dimulai, Agus membacakan surat presiden terkait RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dilanjutkan laporan dari Panja hasil rapat malam tadi yang menyepakati revisi UU Antiterorisme.
ADVERTISEMENT
Selain mengesahkan RUU Antiterorisme, paripurna juga mengagendakan pengesahan perpanjangan waktu pembahasan RUU tentang Karantina Kesehatan dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Revisi UU Antiterorisme menjadi perdebatan panjang sejak diajukan oleh pemerintah pada Februari 2016. Revisi ini mencuat lagi setelah serangkaian serangan teroris di sejumlah tempat mulai dari tragedi Mako Brimob, serangan bom di Surabaya, Sidoarjo, hingga Riau.
Presiden Joko Widodo lalu mengancam akan menerbitkan Perppu jika revisi ini tak kunjung selesai. Padahal, ternyata pemerintah melalui Menkumham Yasonna Laoly yang menunda pengesahan karena belum sepaham soal definisi terorisme.