news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

5 Fakta Megawati Jadi Ketua Dewan Pengawas BRIN

1 Mei 2021 8:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi sudah melantik Laksana Tri Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Usai dilantik, Handoko mengungkapkan lembaganya akan memiliki Dewan Pengarah yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini pun menuai pro dan kontra. Banyak orang yang menilai tidak seharusnya seseorang dengan latar belakang politik memimpin Dewan Pengarah BRIN.
Apa saja faktanya? Berikut 5 fakta yang telah kumparan rangkum:

Megawati Rangkap Jabatan Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, (BRIN), Laksana Tri Handoko. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Handoko mengungkapkan keberadaan Megawati di BRIN sebagai ex officio Dewan Pengarah BPIP. Sehingga Megawati menjabat di dua lembaga itu.
Handoko mengatakan siapa pun Ketua Dewan Pengarah BPIP akan menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN tanpa menyebutkan nama. Megawati menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN sesuai UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Teknologi (Sisnas Iptek).
"Ya kalau sekarang [Bu Mega], tapi, kan, bukan diatur orangnya, kan. Tapi itu, kan, ex officio jabatan. Kan tidak ditulis nama," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan BRIN membutuhkan Ketua Dewan Pengarah karena pengelolaan riset di Indonesia tak lepas dari ideologi Pancasila. Agar tak keluar dari nilai Pancasila, maka Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP.

Tugas Megawati sebagai Dewan Pengarah BRIN

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Handoko mengatakan, keberadaan Megawati sebagai Dewan Pengarah BRIN dibutuhkan agar riset dan pengetahuan tidak melebar dari ideologi pancasila. Apalagi, pengetahuan dan riset tidak memiliki batas.
"Riset dan pengetahuan ini bisa ke mana-mana. Misalnya bisa bikin bom nuklir atau kloning manusia. Dalam konteks untuk menjaga supaya pengetahuan ini tidak keluar dari ideologi Pancasila, makanya ada Dewan Pengarah yang dalam konteks itu adalah turut menjaga dari sisi eksternal," ungkapnya.
handoko mencontohkan peneliti biasanya karena terlalu menikmati riset, suka melupakan apakah objek penelitian tersebut telah melebar atau tidak dari ideologi Pancasila.
ADVERTISEMENT
"Misalnya kloning manusia, ini, kan, bisa sebenarnya di negara-negara lain. Tapi kalau untuk norma berbasis ideologi tadi, kan, tidak memungkinkan itu," jelas dia.

Megawati Orang Pertama Jadi Ketua Dewan Pengarah 2 Badan

Ketua umum PDIP, Megawati Soekarno Putri di Kantor DPP PDI Perjuangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Megawati kini mencetak sejarah menjadi orang pertama yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah di dua lembaga, yaitu BRIN dan BPIP. Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, belum ada posisi Ketua Dewan Pengarah dijabat oleh orang yang sama.
Pengamat Kebijakan Politik Agus Pambagio menilai, harusnya sebagai lembaga riset, pejabat-pejabat BRIN tak seharusnya berlatar belakang politik. Hal ini terlepas dari Megawati atau siapa pun tokoh politiknya.
"Saya berharap bahwa BRIN ini jangan dipolitisir, jangan dipakai untuk urusan politis," kata Agus.
Agus menilai BRIN bakal terdiri dari sederet ahli, profesor yang memiliki pengalaman di bidang riset dan inovasi. Sehingga, jika posisi Dewan Pengarah dijabat oleh tokoh politik maka bisa membuat BRIN tak berkembang atau lebih maju lagi.
ADVERTISEMENT

Megawati Punya 9 Gelar Doktor Honoris Causa

Mantan Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri, terima Doktor Honoris Causa di Jepang. Foto: Dok. PDIP
Banyak yang meragukan kemampuan akademis Megawati. Bicara soal catatan akademis, Megawati memang lulusan SMA. Ia pernah kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran pada 1965-1967. Kemudian, Megawati juga pernah kuliah di Fakultas Psikologi UI pada 1971-1972. Namun, kuliahnya tidak selesai.
Megawati menyebut, kuliahnya tak selesai karena alasan politik setelah Sukarno jatuh di era awal Orde Baru. Dalam beberapa kesempatan, Megawati menyampaikan, ia putus kuliah murni karena alasan politis.
"Saya dibilang 'Ibu Megawati dia drop out'. Saya tidak bisa meneruskan bukan karena saya bodoh, tapi karena pada waktu itu ada peristiwa politik yang membuat saya harus keluar dari universitas," ucap Megawati, Jumat, 3 Februari 2020.
ADVERTISEMENT
Meski tak lulus kuliah, dalam perkembangan selanjutnya ia telah menerima 9 gelar doktor kehormatan atau honoris causa (H.C) dari berbagai universitas dalam dan luar negeri.
Meski demikian, gelar yang diterima Mega lebih banyak di bidang politik dan pemerintahan, tidak ada yang di bidang riset.

Megawati jadi Ketua Dewan Pengarah di Saat Indonesia Punya 6.243 Profesor

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: Dok. PDIP
Masuknya nama Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah memunculkan pertanyaan: apakah Indonesia tak memiliki cukup peneliti?
Berdasarkan data Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan (Pusbindiklat) LIPI pada 2018, tercatat ada 9.661 peneliti di berbagai instansi pemerintah. Mereka tersebar di sejumlah kementerian, lembaga, badan, hingga komisi tertentu.
Klasifikasi peneliti tersebut terbagi menjadi empat yang merupakan jenjang jabatan fungsional. Dari yang paling rendah adalah peneliti pertama, peneliti muda, peneliti madya, dan paling tinggi peneliti utama.
ADVERTISEMENT
Jabatan fungsional peneliti utama di instansi pemerintah proporsinya paling sedikit yakni 1.107 (11,46%). Selanjutnya, diikuti peneliti madya berjumlah 2.796 (28,94%) dan peneliti muda berjumlah 2.866 (29,67%). Sementara, peneliti pertama paling banyak jumlahnya yaitu 2.892 (29,93%).
Meski demikian, proporsi peneliti di berbagai instansi pemerintah masih jauh dibandingkan dosen berpendidikan S3 di berbagai perguruan tinggi nasional.
Dosen yang sudah mengenyam bangku pendidikan paling tinggi itu mencapai 47.625. Dengan kata lain, dosen berpendidikan S3 di Indonesia sekitar 5 kali lipat dari jumlah peneliti di instansi pemerintah.
Sebagian dari dosen berpendidikan S3 tersebut juga memiliki jabatan fungsional tertinggi di perguruan tinggi yakni Guru Besar atau Profesor. Jumlahnya mencapai 6.243 orang dan tersebar di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT