5 Fakta Penetapan Tersangka Dirut PLN Sofyan Basir di Kasus PLTU Riau

24 April 2019 6:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai diperiksa KPK, Selasa (7/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai diperiksa KPK, Selasa (7/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Sofyan Basir, resmi ditetapkan sebagai tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Sofyan turut terlibat dalam perkara suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
ADVERTISEMENT
KPK menjerat Sofyan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dipastikan sudah diantar ke rumah Sofyan.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan satu orang dengan tersangka, SFB (Sofyan Basir), Direktur Utama PLN," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (23/4).
Berikut kumparan rangkum lima fakta penangkapan Sofyan:
Peningkatan status Sofyan dilakukan berdasarkan pengembangan kasus yang menjerat eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, dan eks Sekretaris Jenderal Golkar, Idrus Marham. Sementara kasus ini berawal sejak Juli 2018, ketika Eni dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).
ADVERTISEMENT
Eni terbukti menerima suap senilai Rp 4,75 miliar dari Johanes Kotjo agar Eni membantunya mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang (PLTU) Riau-1. Rencananya, proyek itu akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company.
Eni Maulani Saragih saat di Pengadilan Tipikor. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam pengembangannya, KPK turut menjerat Idrus Marham. Eks Menteri Sosial itu terbukti menerima suap bersama-sama Eni sebesar Rp 2,25 miliar agar proyek Johanes Kotjo dapat segera digolkan.
Baik Eni, Johanes Kotjo, maupun Idrus sudah divonis bersalah oleh hakim. Eni divonis enam tahun penjara, Idrus tiga tahun penjara, dan Johanes Kotjo dua tahun delapan bulan penjara.
Dalam surat dakwaan, tuntutan, hingga vonis ketiganya, KPK menyinggung nama Sofyan Basir. Disebutkan bahwa Sofyan Basir ikut dalam sembilan kali pertemuan yang membahas proyek PLTU Riau.
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham (tengah) usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bukti permulaan yang cukup menjadi dasar KPK menetapkan Sofyan sebagai tersangka. Meski terlibat, KPK menduga Sofyan belum menerima fee, melainkan berupa janji diberikan fee jika proyek terlaksana.
"Jadi dalam konstruksi ini, dari bukti yang kami temukan, diduga yang sudah terjadi adalah penerimaan janji," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya.
Direktur utama PT PLN Sofyan Basir menjadi saksi untuk terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di pengadilan Tipikor. Foto: Irfan Adi Saputra
Diduga, besaran fee yang dijanjikan Johanes Kotjo untuk Sofyan sama seperti jatah yang dijanjikan untuk Eni dan Idrus. Kendati masih berupa janji, KPK memastikan Sofyan tetap bisa dijerat.
"Seperti yang kita tahu, proyek ini belum direalisasikan, sementara dalam beberapa konstruksi yang muncul, seringkali commitment fee atau janji atau dalam penyebutan apapun itu, baru bisa direalisasikan sepenuhnya kalau misalnya proyeknya sudah dijalankan dan sudah selesai," papar Febri.
ADVERTISEMENT
Sofyan diduga menunjuk Samantaka Batubara --anak perusahaan Johanes Kotjo-- untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Padahal saat itu, tahun 2016, Peraturan Presiden (PP) Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan belum terbit.
"Dalam pertemuan tersebut diduga SFB (Sofyan Basir) telah menunjuk Johanes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Sofyan juga diduga menyuruh salah satu Direktur di PLN untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo. Tak hanya itu, Sofyan juga menginstruksikan salah satu Direktur di PLN untuk memonitor perkembangan proyek. Sebab, ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.
Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) dan mantan Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi di Sidang kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa mantan Menteri Sosial, Idrus Marham di pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/2). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Setelah itu diduga SFB (Sofyan Basir) menyuruh salah satu Direktur PT PLN (Persero) agar PPA (power purchase agreement) antara PLN dengan BNR dan CHEC (China Huadian Engineering Co, Ltd) segera direalisasikan," jelas Saut.
ADVERTISEMENT
"Diduga telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu: SBF (Sofyan Basir), Eni Saragih, dan/atau Kotjo membahas proyek PLTU," kata Saut.
Sofyan lantas membahas bentuk dan lama kontrak antara CHEC dengan perusahaan- perusahaan konsorsium. Proyek tersebut dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari Blackgold, PT PLN Batubara (PLN BB), PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), dan CHEC.
Johanes Budisutrisno Kotjo ditahan KPK Foto: Helmi Afandi/kumparan
Saat bersaksi untuk Idrus di persidangan, Sofyan mengaku sempat emosi karena Kotjo sudah membahas proyek PLTU Riau-12, padahal proyek PLTU Riau-1 belum mencapai kesepakatan antara pihak PLN dengan CHEC.
Sofyan menuturkan, CHEC sebagai investor, menolak masa pengendalian PLTU Riau-1 yang ditentukan PLN. CHEC menginginkan masa pengendalian proyek tersebut selama 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Alasannya, modal awal mereka lebih banyak ketimbang PLN melalui PT PJB. Sedangkan PLN ingin pengendalian proyek hanya 15 tahun.
Sofyan menyampaikan kekesalannya saat Kotjo, Idrus, dan Eni sedang berada di rumahnya pada Juni 2018. Sofyan mengaku sempat mengancam Kotjo untuk membatalkan PLTU Riau-1.
Meski membahas PLTU, Sofyan mengklaim tidak membahas proyek PLTU Riau 1 bersama Idrus, apalagi urusan fee. "Menurut saya waktu itu tidak sama sekali membahas itu."
ADVERTISEMENT
Di laman elhkpn.kpk.go.id, Sofyan tercatat memiliki total harta senilai Rp 119.962.588.941 per 31 Juli 2018. Rincian harta Sofyan itu terdiri dari harta tidak bergerak berupa 16 tanah dan bangunan yang lokasinya tersebar di sejumlah wilayah seperti Bogor, Jakarta, Tangerang Selatan dan Bekasi. Total nominal 16 tanah dan bangunan itu mencapai Rp 37.166.351.231.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai diperiksa KPK, Selasa (7/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain tanah, Sofyan memiliki harta bergerak senilai Rp 6.330.596.000. Dengan rincian, 5 mobil dengan merek Toyota Alphard, Avanza, Honda Civic, BMW, dan Range Rover.
ADVERTISEMENT
Sofyan juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 10.276.000.000, surat berharga senilai Rp 10.313.000.000, serta kas dan setara kas senilai Rp 55.876.641.710. Jika ditotal, seluruh harta kekayaan Sofyan dalam LHKPN senilai Rp 119.962.588.941.
Hingga kini, Sofyan belum berkomentar terkait peningkatan statusnya menjadi tersangka. Meski demikian, PLN selaku perusahaan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
"Kami segenap Jajaran Management dan seluruh pegawai PLN turut prihatin atas dugaan kasus hukum yang menimpa pimpinan kami," kata SVP Hukum Korporat PLN, Dedeng Hidayat, dalam keterangan resmi.
"Kami tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Selanjutnya kami menyerahkan seluruh proses hukum kepada KPK yang akan bertindak secara profesional dan proporsional. Kami meyakini bahwa pimpinan kami beserta jajaran akan bersikap kooperatif manakala dibutuhkan dalam rangka penyelesaian dugaan kasus hukum yang terjadi," tuturnya.
Suasana di depan rumah Dirut PLN Sofyan Basir di kawasan Jalan Jatiluhur, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
Suasana di depan rumah Dirut PLN Sofyan Basir di kawasan Jalan Jatiluhur, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
kumparan sudah mendatangi rumah Sofyan di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Pukul 18.05 WIB, rumah eks Dirut BRI itu terlihat sepi. Petugas keamanan yang berjaga mengaku belum mengetahui apakah Sofyan ada di dalam rumah atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Saya juga baru masuk ini, (security) backup-an dari kantor. Saya juga enggak bisa masuk, di kunci, ini. Biasanya enggak kosong, saya juga baru tahu sekarang ini kosong," kata petugas keamanan yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga tidak tahu apakah SPDP dari KPK sudah sampai atau belum. Namun, ia mengetahui bahwa Sofyan terjerat kasus di KPK.