5 Fakta WNI yang Tenggelam saat Kabur dari Cengkeraman Abu Sayyaf

7 April 2019 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tangkapan layar dari video dua WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf. Foto: Facebook/@D’Yan Adfah
zoom-in-whitePerbesar
Tangkapan layar dari video dua WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf. Foto: Facebook/@D’Yan Adfah
ADVERTISEMENT
Nyawa Hariadin tak bisa diselamatkan di perairan Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan. Nelayan asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara itu tenggelam saat melarikan diri dari kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
ADVERTISEMENT
Keterangan tersebut disampaikan juru bicara militer Filipina, Gerry Besana. Gerry menjelaskan, ada dua tawanan selain Hariadin yang juga melarikan diri. Namun, keduanya berhasil selamat.
"Seorang nelayan Indonesia, Heri Ardiansyah, berhasil diselamatkan, sementara seorang lain, Hariadin, tenggelam," ujar Gerry seperti dikutip dari AFP, Sabtu (6/4).
"Seorang nelayan lainnya dari Malaysia Jari Abdullah berhasil diselamatkan militer Filipina, dia terkena luka tembak, sudah dirawat dan kondisi stabil saat ini," sambungnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir memastikan jenazah Hariadin sudah ditemukan. Rencananya, jenazah akan segera dipulangkan ke Indonesia.
Juru Bicara Kemenlu, Arrmanatha Nasir. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
"Hari ini (6/4) Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin telah tiba di pangkalan militer Westmincom di Zamboanga City untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia. Selanjutnya, pemerintah Indonesia akan melakukan proses pemulangan ke Indonesia pada kesempatan pertama," ujar Arrmanatha dalam keterangan pers.
ADVERTISEMENT
Keponakan Hariadin, Fitriani, masih enggan berkomentar terkait kematian pamannya. Sebab, keluarga masih terus mencari kebenaran informasi pemulangan jenazah Hariadin.
"Kita belum bisa komentar. Keluarga masih syok," ungkap Fitriani di Jalan Wakaaka, Kelurahan Kaubula, Kota Baubau.
Lalu, bagaimana kronologi penyanderaan Hariadin sebelumnya? Berikut kumparan rangkum dalam lima fakta berikut:
Hariadin dan Heri ditangkap kelompok Abu Sayyaf saat melaut di perairan Sandakan, Malaysia. Menurut data Kemlu, kasus ini adalah penculikan ke-11 terhadap WNI di perairan Sabah oleh Abu Sayyaf.
“Keduanya diculik kelompok bersenjata di Filipina Selatan saat bekerja menangkap ikan di perairan Sandakan, Sabah, Malaysia, pada 5 Desember 2018 bersama 1 orang WN Malaysia,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, Rabu (20/2).
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan Februari 2019, sebuah video penyanderaan kelompok Abu Sayyaf beredar di jejaring media sosial Facebook. Video berdurasi 30 detik itu diunggah oleh akun D’Yan Adfah sekitar pukul 11.00 WITA.
Dalam video itu, terlihat dua orang sandera dengan mata tertutup kain hitam diancam seseorang yang hendak mengeksekusi dengan sebilah parang. Korban juga dikelilingi laki-laki bersenjata laras panjang.
Sebenarnya, keluarga Hariadin sudah mengetahui kabar tersebut sejak Desember 2018. Namun, mereka kurang yakin akan kabar itu lantaran masih bisa berkomunikasi dengan Hariadin.
Hingga akhirnya, video penyanderaan itu beredar di Facebook. Dari wajah, suara, kemudian ciri fisik lainnya seperti tato di dada kiri, barulah Fitri dan keluarga meyakini bahwa Hariadin telah disandera.
ADVERTISEMENT
"Pertama, saya buka-buka Facebook, kemudian saya lihat-lihat video yang dikirim teman saya. Saya lihat om saya di situ memohon ke pemerintah (Indonesia) karena sudah dua bulan lebih ditahan sama Abu Sayyaf," kata Fitri, Selasa (19/2).
Hariadin merantau ke Malaysia bersama istrinya, Nur Haida, sejak lima tahun lalu. Di sana, Hariadin bekerja sebagai nelayan di salah satu perusahaan ikan.
Keponakan Hariadin mengaku terakhir menjalin komunikasi dengan pamannya sekitar Desember 2018. Sejak saat itu, tidak ada lagi komunikasi antara dirinya dan Hariadi, begitu pula Haida.
“Hariadin pergi merantau ke Malaysia pada tahun 2012 sampai sekarang. Menetap di Malaysia bersama istri dan dua anaknya,” kata Kabid Humas Polda Sulawesi Utara, AKBP Harry Goldenhardt, Kamis (21/2).
Tentara bagikan foto buronan anggota Abu Sayyaf. Foto: Reuters//Marconi B. Navales
Hariadin sempat menghubungi Haida pada 23 Januari 2019. Kepada istrinya, Hariadin mengaku dalam kondisi sehat meski disandera kelompok Abu Sayyaf. Namun, Haida langsung melaporkan penyanderaan ini ke KBRI Kuala Lumpur.
ADVERTISEMENT
“Kemudian, Nur Haida menghubungi kakak Hariadin yang ada di Kaledupa atas nama Saharudin memberitahukan tentang penyanderaan ini,” ujar Golden.
Media The Straits Times, Jumat (22/2), melaporkan Abu Sayyaf meminta tebusan lebih dari 700 ribu dolar Singapura, atau sekitar Rp 7,2 miliar untuk pembebasan Hariadin, Heri dan seorang warga Malaysia bernama Jari Abdulla.
Lalu Muhammad Iqbal mengatakan Abu Sayyaf adalah kelompok bersenjata yang kerap melancarkan aksinya dengan motif mendapatkan uang tebusan. Mereka sengaja menyebarkan aksi penyanderaan lewat video untuk menekan keluarga korban.
"Jadi pasti ada permintaan tebusan dalam jumlah. Salah satu strateginya dalam dua kasus terakhir adalah dengan memviralkan video melalui media di Malaysia. Jelas tujuannya, mendorong publik untuk menekan pemerintahnya untuk memenuhi tuntutan penyandera," kata Iqbal.
Tentara Filipina bagikan foto buronan Abu Sayyaf. Foto: Reuters//Marconi B. Navales
Pemerintah Filipina sebelumnya menegaskan tidak akan membayarkan tebusan kepada teroris. Juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, Salvador Panelo, mengatakan, pembayaran tebusan hanya akan menjadi preseden buruk.
ADVERTISEMENT
"Memberikan tuntutan teroris akan mendorong mereka menculik lebih banyak lagi, lalu membuat mereka bisa melakukan tindakan ekstremis dan kriminal karena bisa membeli senjata dan senapan lebih banyak," kata Panelo, dikutip dari media Filipina, ABS-CBN.
Kendati demikian, teror Abu Sayyaf yang berbaiat kepada ISIS itu memang bukan sekadar ancaman. Mereka pernah mengeksekusi mati warga Jerman yang dipenggal pada 2017 lantaran pemerintah Angela Merkel menolak tebusan Rp 8,4 miliar.
Pemerintah Indonesia saat itu menekankan pihaknya selalu mengedepankan upaya diplomatik dalam pembebasan sandera. Polri juga siap menerjunkan anggota yang terlatih untuk membantu membebaskan sandera.
"Pada prinsipnya, pihak kepolisian siap. Mempersiapkan personel-personel yang sudah memiliki pengalaman, memiliki kompetensi dan mengetahui tentang sedikit banyak situasi yang ada di Filipina," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/2).
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo. Foto: Reki Febrian/kumparan
Dedi menekankan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemlu selaku leading sector yang berwenang mengambil keputusan ini. Kemlu juga berkoordinasi dengan institusi lainnya seperti TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan langkah-langkah pembebasan melalui cara negosiasi.
ADVERTISEMENT
"Tergantung yang dibutuhkan oleh Kemlu, sesuai dengan kompetensinya. Yang jelas Hub Inter (Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri) juga sangat proaktif berkomunikasi dengan KBRI, berkomunikasi dengan Kemenlu," kata Dedi.
"Tentunya dalam rangka untuk diplomasi, negosiasi, kemudian yang terpenting adalah menyelamatkan sandera dalam keadaan yang betul-betul dijamin keselamatannya," tutupnya.