5 Isu Krusial dalam RUU Praktik Psikologi

25 Mei 2021 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi X DPR dan pemerintah kembali membahas RUU Praktik Psikologi yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Dalam rapat ini, Mendikbudristek Nadiem Makarim hadir mewakili pemerintah.
ADVERTISEMENT
Rapat kerja dipimpin Wakil Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian. Dalam pemaparan awalnya, Hetifah mengungkapkan pihaknya mengusulkan 5 isu klaster krusial yang perlu dibahas lebih lanjut setelah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait.
"Ada lima klaster krusial. Satu mencakup layanan psikologi, kedua pendidikan dan tenaga psikologi, ketiga tata kelola penjaminan mutu, keempat kemitraan dan pembiayaan, dan kelima organisasi profesi," kata Hetifah di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (25/5).
Hetifah menjelaskan, lima isu klaster krusial itu diusulkan dengan pandangan bahwa ilmu psikologi mengalami perkembangan yang luar biasa. Sehingga harapannya RUU ini dapat mencakup sejumlah dinamika psikologi, mulai dari praktik hingga profesi psikolog.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto: Instagram/@hetifah
"Klaster pertama, terkait pendidikan dan tenaga psikologi, ada usulan untuk memberikan batasan yang lebih jelas antara profesi psikolog dengan ilmuwan psikologi, serta mengatur tugas, kewenangan, kewajiban, dan perlindungan terhadap keduanya. Apakah substansi pendidikan perlu diatur RUU Praktik Psikolog sementara sudah ada di UU Dikti," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Klaster yang kedua adalah lingkup layanan praktik psikologi. Salah satu yang menjadi perhatian dalam isu ini adalah belum ada kejelasan praktik psikolog, padahal ruang lingkup praktiknya sangat luas.
"Perlu difokuskan ruang lingkup dan aturannya. Dan lembaga layanan praktik di bawah instansi pemerintah perlu memerlukan kejelasan posisi lembaga, prosedur, tata kelola lembaganya dalam UU ini. Jadi memang sangat dinamis. Oleh karena itu, layanan praktik psikologi [dalam] klaster ini penting dan kemarin kami sudah mulai membahas pendalamannya," tuturnya.
Sementara klaster ketiga adalah tata kelola penjaminan mutu. Klaster ini juga dinilai penting agar tidak ada tarik menarik praktik psikologi antara perguruan tinggi dan lembaga profesi.
"Layanan psikologi yang dilakukan perguruan tinggi tidak harus terbebani ketentuan baru dan juga pelibatan organisasi pusat seperti HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). Telah diatur secara lengkap termasuk menjaga mutu SDM dan layanannya melalui standar kompetensi, surat tanda registrasi, izin praktik, dan pedoman layanan praktik. Jadi ada beberapa saran baru dan perlu ditegaskan kembali bagaimana pembagian tugas untuk meningkatkan penjaminan mutu profesi," jelasnya.
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Klaster yang keempat adalah kemitraan dan pembiayaan. Menurutnya, RUU Praktik Psikolog perlu mengatur prinsip dasar pembiayaan produk dan layanan. Sebab hingga saat ini, belum ada kesetaraan dalam layanan dan produk psikologi.
ADVERTISEMENT
"Bahkan ada BPJS yang tanya apakah semua harus ikut standar BPJS. Hal-hal itu jadi pertanyaan banyak lembaga," imbuhnya.
Sementara klaster terakhir adalah organisasi profesi. Komisi X menilai perlu ada kesepakatan antara pemerintah dan organisasi profesi untuk menjamin layanan mutu terhadap pasien.

Nadiem Sepakat dengan 5 Isu Krusial Usulan Komisi X DPR

Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Terkait lima isu krusial tersebut, Mendikbud Nadiem Makarim menyambut baik. Menurut Nadiem, kelima isu tersebut juga penting untuk dibahas.
"Satu hal sangat penting bahwa kesehatan jiwa masyarakat ini merupakan suatu hal yang luar biasa pentingnya untuk produktivitas ekonomi dan kemajuan bangsa. Apalagi generasi muda kita di mana kita bisa membentuk dan mengkoreksi isu psikologi," kata Nadiem.
Apalagi, lanjut Nadiem, kesehatan mental sangat mempengaruhi kesehatan fisik. Sehingga pengaturan layanan psikologis yang baik dan dapat dijangkau seluruh masyarakat harus menjadi perhatian.
ADVERTISEMENT
"Indonesia memerlukan layanan psikologi yang profesional dan berkualitas. Di sisi lain, kita membutuhkan layanan yang inklusif dan terjangkau. Jadi keseimbangan dua aspek ini bahwa banyak yang membutuhkan dan enggak semua orang mampu membayar tarif yang sangat mahal, tapi harus memastikan standar profesionalisme dan kualitas," tuturnya.
Nadiem berharap kehadiran RUU Praktik Psikolog dapat mewujudkan dan menjaga marwah profesi psikologi, serta meningkatkan kesehatan mental masyarakat Indonesia sebagai tujuan akhir.
"Kalau RUU enggak menciptakan peningkatan kesehatan mental, maka RUU enggak melaksanakan tugasnya," pungkasnya.