5 Jurus Tjahjo Tangani PNS Terpapar Radikalisme

19 April 2021 6:33 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo melayat ke Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Prof Cornelis Lay. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo melayat ke Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Prof Cornelis Lay. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
MenPANRB Tjahjo Kumolo mengatakan, banyak orang pintar di lingkungan PNS terpapar radikalisme.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia mengatakan toleransi di lingkungan PNS kini mulai membaik terutama dalam tiga tahun terkahir.
Tjahjo menuturkan, masalah radikalisme menjadi perhatian serius KemenPANRB bersama dengan masalah lain seperti narkoba hingga korupsi.
"Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menyampaikan bahwa terdapat tantangan utama yang saat ini dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu radikalisme, narkoba, area rawan korupsi, dan bencana alam," kata Tjahjo dalam keterangannya, Minggu (18/4).
Khusus masalah radikalisme, politikus PDIP itu mengatakan, dirinya sudah mengeluarkan lima kebijakan untuk menangani PNS yang terpapar radikalisme.
"Dalam beberapa tahun ini pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan sosialisasi pencegahan dan penanganan intoleransi serta radikalisme," ucap Tjahjo.
Berikut lima kebijakan itu:
1. SE MenPANRB Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Media Sosial bagi ASN di antaranya mengatur 8 hal yang harus diperhatikan oleh ASN dalam menggunakan sosial media.
ADVERTISEMENT
2. Rilis BKN Nomor 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang Enam Aktivitas Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN.
3. Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 instansi pemerintah, yaitu KemenPANRB, Kemendagri, Kemenag, Kemendikbud Kemenkominfo, Kemenkumham, BNPT, BIN, BKN, BPIP dan KASN tentang Penanganan Radikalisme Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan Pada 12 Aparatur Sipil Negara. Dengan substansi utama yang diatur pada SKB tersebut meliputi:
4. SE Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kegiatan Tempat Ibadah di Lingkungan Instansi Pemerintah.
ADVERTISEMENT
5. SE Bersama MenPANRB dan Kepala BKN Nomor 2 Tahun 2021 dan Nomor 2/SE/I/2021 tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi Dengan Dan/Atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan Yang Dicabut Status Badan Hukumnya yang mengatur larangan bagi ASN untuk terlibat dalam organisasi terlarang, pencegahan ASN agar tidak terafiliasi dengan organisasi terlarang dan penindakannya.
Dalam SE bersama itu, disebutkan organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya. Yakni Partai Komunis Indonesia, Jemaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jemaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).
Organisasi terlarang dan ormas yang dicabut status badan hukumnya berdasarkan peraturan Undang-undang, keputusan pengadilan dan/atau keputusan pemerintah dinyatakan dibubarkan, dibekukan dan/atau dilarang melakukan kegiatan karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Tjahjo mengatakan, lima kebijakan itu diharapkan bisa mencegah adanya PNS terpapar radikalisme. Selain itu, lima kebijakan itu merupakan ikhtiar KemenPANRB dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
Sebelumnya, saat menjadi penanggap rilis LSI bertajuk 'Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi dan Intoleransi di Kalangan PNS', Minggu (18/4), Tjahjo mengungkapkan banyak ASN terpapar radikalisme.
"Kami banyak kehilangan orang-orang pintar yang seharusnya bisa duduk di eselon 1, yang dia seharusnya bisa duduk di eselon 2, yang seharusnya dia bisa Jadi Kepala Badan atau lembaga, tapi dalam TPA (Tes Potensi Akademik), dia terpapar dalam masalah radikalisme terorisme, ini tanpa ampun," kata Tjahjo.
"Kami sudah ada datanya semua lewat medsosnya yang dia pegang, kedua lewat PPATK dan sebagainya, saya kira ini kita harus cermati secara bersama-sama," ujar dia.
ADVERTISEMENT