5 Temuan Terbaru soal Bomber Sukoharjo

6 Juni 2019 6:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Inafis Polres Sukoharjo melakukan olah tempat kejadian perkara ledakan di Pospam Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (4/6). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
zoom-in-whitePerbesar
Tim Inafis Polres Sukoharjo melakukan olah tempat kejadian perkara ledakan di Pospam Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (4/6). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
ADVERTISEMENT
Sebuah bom berkekuatan rendah meledak di depan Pos Polisi terpadu Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (3/6) lalu. Pelaku, Rofik Azharuddin (22), menjadi satu-satunya korban dalam insiden yang terjadi sekitar pukul 23.00 WIB itu.
ADVERTISEMENT
Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di tempat terpisah mengungkapkan beberapa fakta baru soal insiden tersebut. Termasuk soal bagaimana pelaku terpapar ajaran radikalisme, hingga belajar membuat bom.
Berikut 5 temuan baru soal bomber di Sukoharjo:
Dalam melaksanakan aksinya, Rofik diperintah oleh seseorang yang ia anggap imam. Ia diketahui pertama kali terpapar oleh ISIS pada akhir 2018 lalu.
Uniknya, berbeda dengan jihadis lainnya, Rofik justru tidak pernah berangkat ke Suriah. Selepas lulus SMA, Rofik tidak langsung bekerja, melainkan mengikuti sejumlah pengajian hingga akhirnya mengenal ISIS melalui Facebook.
ADVERTISEMENT
"Tidak langsung, pakai komunikasi apa? Komunikasinya pakai Facebook," tutur Rycko.
Tak hanya ajaran ISIS saja yang pelaku pelajari lewat internet. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Rofik juga belajar merakit bom dari internet.
"Dia teradikalisasi sendiri, kemudian membuat bom sendiri dari internet," ujar Tito usai salat Id di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (5/6).
Untungnya, bom rakitan Rofik tidak sempurna. Sehingga, daya ledaknya yang kecil tidak menimbulkan korban jiwa.
Setelah lulus SMA, Rofik diketahui menjadi pengangguran. Untuk bisa mendapatkan bahan-bahan pembuatan bom, ia terpaksa meminta kepada kedua orangtuanya.
"Dia minta uang sama ibunya untuk beli peralatan (membuat bom). Itu dicicil dia," ujar Rycko kepada wartawan, Rabu (5/6).
ADVERTISEMENT
Dari uang pemberian orang tua itu, kata Rycko, Rofik membeli bahan-bahan bom, salah satunya black powder.
Setelah bahan-bahan bom dibeli, Rofik sempat kepergok oleh orangtuanya. Saat itu, ia berbohong dengan mengatakan hanya ingin membuat mercon saja.
"Orangtuanya pernah mengingatkan hati-hati kalau buat-buat gitu. Tapi dijawab ini cuma mercon saja, enggak tahunya mercon besar (bom -red)," ujar Rycko.
Sebelum membuat bom, Rofik memang sudah terlebih dahulu berlatih dengan membuat mercon. Mercon itu kemudian dibagikan kepada anak-anak di sekitar rumahnya untuk diledakkan di sawah.
"(Hingga) akhirnya membuat bom yang digunakan untuk meledakkan kemarin (Senin)," ucap Rycko.
ADVERTISEMENT
Sebelum melaksanakan aksinya seorang diri, Rofik sebenarnya sempat mengajak kedua orangtua dan kakaknya untuk berbaiat ke ISIS. Namun, ajakan itu langsung ditolak.
"Dari situ (2018) mulai diberikan doktrin-doktrin dan diajarkan aliran-aliran tentang melakukan tindakan kekerasan. Bahkan keluarganya, ibu bapak dan kakaknya diajak (baiat ke ISIS), tetapi menolak," ujar Rycko.
Karena tidak berhasil mengajak keluarganya, Rofik lalu nekat melancarkan aksinya sendirian. Rofik juga diketahui tidak bergabung ke jaringan tertentu.
"Apa yang terjadi di Pos Polisi itu merupakan pelaku tunggal, lone wolf, tidak memiliki jaringan, dia sendiri, berbaiat sendiri. Dia belajar juga dengan sendiri dan melakukan tindakan itu sebagai suatu tindakan amaliyah," ucap Rycko.
ADVERTISEMENT
Rycko melanjutkan, meski keluarga Rofik menolak berbaiat ke ISIS, namun pihaknya tetap memberi pembinaan melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).