50 RUU Prioritas di 2020, Bamsoet Minta KUHP, PAS, dan PKS Didahulukan

18 Desember 2019 17:20 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Soesatyo dalam 'Refleksi Akhir Tahun MPR RI', Rabu (18/12). Foto: Dok. MPR
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Soesatyo dalam 'Refleksi Akhir Tahun MPR RI', Rabu (18/12). Foto: Dok. MPR
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo sebagai mantan Ketua DPR merasa masih memiliki utang kepada publik, terutama di bidang legislasi. Masih ada beberapa RUU periode 2014-2019 yang masih belum terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, DPR periode 2019-2024 telah menetapkan sebanyak 248 RUU dalam Prolegnas lima tahunan dan 50 RUU sebagai prolegnas prioritas tahun 202O.
"Pesan saya yang paling mendesak adalah menyelesaikan undang-undang yang terutang kemarin, yang sudah diambil keputusan di tingkat I dan harus diambil keputusan di paripurna," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12)
"Misalnya RUU KUHP, RUU PKS, RUU Pemasyarakatan (PAS)," sambungnya.
Khususnya RUU KUHP, di akhir masa jabatan DPR Periode 2014-2019 banyak menuai protes, bahkan memicu demonstrasi besar di beberapa wilayah di Indonesia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menjadi pembicara dalam diskusi empat pilar MPR RI di Komplek Parlemen RI, Jakarta, Rabu (18/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Jadi itu yang harus dituntaskan sebagai super prioritas agar Pekerjaan Rumah (PR) DPR RI periode yang lalu bisa dituntaskan," ucapnya.
Untuk RKUHP Bamsoet meminta agar RUU itu dapat disempurnakan lagi dan disosialisasikan kepada masyarakat dengan lebih maksimal lagi.
ADVERTISEMENT
"Sehingga tidak ada miskomunikasi di ruang publik," sebutnya.
Lebih lanjut, Bamsoet meyakini Prolegnas yang telah ditetapkan itu bisa diselesaikan oleh anggota DPR saat ini. Namun, dia juga mengingatkan pemerintah agar selalu kooperatif dan rajin datang saat pembahasan UU.
"Itu akan akan cepat selesai, kemarin kan kita terhambat karena pihak pemerintah tidak hadir. Sebetulnya karena ini inisiatif dari DPR biasanya Pemerintah atau Kementerian tidak setuju, atau akan melemahkan atau bahkan mengurangi kewenangannya maka langkah yang diambil untuk menggagalkan adalah tidak hadir (dalam pembahasan RUU)," pungkasnya.