8 Larangan Taliban ke Perempuan: Tak Boleh Sekolah hingga Naik Pesawat Sendiri

28 Maret 2022 18:50 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wanita Afghanistan di Jalalabad, Afghanistan, Rabu (21/10). Foto: Parwiz/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Wanita Afghanistan di Jalalabad, Afghanistan, Rabu (21/10). Foto: Parwiz/REUTERS
ADVERTISEMENT
Taliban kembali mencabik mimpi perempuan di Afghanistan. Mereka ternyata masih seperti dahulu, tetap keras terutama bagi kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Setengah tahun berkuasa di Afghanistan, Taliban terus menancapkan taringnya untuk mengekang segi kehidupan perempuan-perempuan di negara tersebut.
Ini tentunya begitu berbeda saat Taliban pertama kali merebut Afghanistan dari rezim yang didukung penuh oleh Barat. Saat itu Taliban berupaya mentransformasikan citra mereka. Kelompok garis keras, menggambarkan diri sebagai kelompok yang lebih toleran dan moderat.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, muncul dari bayang-bayang usai merebut Afghanistan. Mujahid mengklaim, pihaknya akan menghormati hak-hak perempuan.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid. Foto: Aamir QURESHI/AFP
"Kami akan mengizinkan perempuan untuk bekerja dan belajar. Kami punya kerangka kerja, tentu saja. Wanita akan sangat aktif di masyarakat tetapi dalam kerangka Islam," jelas Mujahid jelang akhir 2022 lalu saat menggelar konferensi pers di Kabul, seperti dikutip dari Al Jazeera.
ADVERTISEMENT
Tapi, apa yang terjadi saat ini begitu berbeda dari janji yang pernah terlontar dari mulut Mujahid. Diskriminasi gender oleh Taliban merentang secara sistemik. Perempuan Afghanistan diikat tak berdaya oleh larangan perjalanan sampai pembatasan akses terhadap fasilitas medis.
Kumparan merangkum 8 larangan Taliban terhadap perempuan di Afghanistan

1. Larangan Perjalanan 75 Km

Pada Desember 2021, Taliban memberikan panduan baru kepada pengemudi taksi. Kelompok itu menasihati mereka agar tidak melayani perempuan yang tidak mengikuti aturan berpakaian tertentu, seperti mengenakan hijab.
Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan turut menambahkan, perempuan juga tidak boleh melakukan perjalanan lebih dari 72 km tanpa mahram.
Aturan tersebut memicu kecaman dari berbagai pihak. Perempuan di Afghanistan menganggap, hak mereka untuk hidup telah direnggut. Bak dijadikan aksesori, mereka perlu didampingi lelaki hanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Guru wanita Afghanistan mengenakan Burqa biru di Herat, Afghanistan barat pada 20 November 2001. Foto: Behrouz Mehri/AFP
"Saya tidak bisa keluar sendiri. Apa yang harus saya lakukan jika saya atau anak saya sakit dan suami saya tidak ada?" ungkap seorang bidan yang tinggal di Kabul, Fatima, seperti dikutip dari BBC.
ADVERTISEMENT
"Taliban merebut kebahagiaan kami dari kami. Saya telah kehilangan kemerdekaan dan kebahagiaan saya," sambungnya.
Sebagian orang mungkin merasa lebih aman dengan hadirnya aturan tersebut. Namun, pendampingan seorang mahram tak lantas menjadi jaminan terhadap kekerasan dan pelecehan.
Seorang wanita Afghanistan berpakaian burqa bersama anak-anaknya berjalan melewati desa pengrajin Istalif di dataran Shomali, pada 29 Mei 2012. Foto: Shah Marai/AFP
Sebagaimana diketahui, sebuah kasus pemerkosaan berkelompok di Afghanistan menuai sorotan pada 2015 lalu. Saat itu, sejumlah perempuan ditarik paksa dari kendaraan mereka sebelum diperkosa oleh sejumlah pria bersenjata.
Kengerian itu menimpa mereka ketika berpulang dari sebuah lokasi ramai. Mereka didampingi oleh beberapa kerabat laki-laki.
Pembela hak-hak perempuan Afghanistan dan aktivis sipil protes untuk menyerukan kepada Taliban untuk pelestarian prestasi dan pendidikan mereka, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan, Jumat (3/9). Foto: Stringer/REUTERS
Alih-alih melindungi, ‘tindakan pencegahan’ justru membatasi gerak perempuan. Mereka kini kesulitan berpergian bahkan dalam situasi darurat, seperti saat membutuhkan bantuan medis.
"(Taliban) harus menciptakan lingkungan di seluruh negeri sedemikian rupa sehingga perempuan merasa aman," tambah seorang warga perempuan lain.
ADVERTISEMENT

2. Larangan Sekolah

Gadis-gadis sekolah Afghanistan berjalan di sebuah jalan di Kabul pada 15 Agustus 2021. Foto: WAKIL KOHSAR / AFP)
Taliban membuat keputusan mengejutkan pada Maret 2022 ini. Mereka mengurungkan kebijakan memperbolehkan anak perempuan kembali ke bersekolah.
Awalnya, perempuan di Afghanistan kembali ke ruang kelas pada (23/3/2022). Tapi, keputusan itu dibatalkan dengan alasan Taliban masih mempertimbangkan seragam apa yang pantas dipakai oleh siswi Afghanistan.
Lebih parahnya lagi, pelarangan sekolah bagi perempuan masih akan berlangsung sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

3. Akses Medis

Bom Taliban hancurkan rumah sakit di Afghanistan. Foto: REUTERS/Stringer
Disadur dari The Wall Street Journal, pembatasan mobilitas perempuan berimbas pada hak-hak lain. Sebuah catatan ditempelkan pada dinding klinik Kesehatan di Distrik Kahmard pada Desember 2021. Wilayah itu telah dikuasai oleh Taliban.
Tulisan itu menegaskan, perempuan tidak dapat mengunjungi pusat kesehatan tanpa izin dari mahram. Persyaratan itu kemudian memicu lonjakan kasus COVID-19 di awal 2022.
ADVERTISEMENT
Pejabat Kesehatan Afghanistan melaporkan, kasus positif corona telah meningkat hingga 70 persen.
Seorang wanita etnis Hazara dengan bayi berjalan di depan guanya, di dekat tebing, di Bamiyan, Afghanistan. Foto: Bulent Kilic/AFP
Akses untuk vaksin, pengujian, dan perawatan COVID-19 sulit didapati di Afghanistan. Sistem perawatan kesehatan negara itu hampir seluruhnya bergantung pada bantuan asing selama hampir dua dekade.
Seiring dengan perebutan kekuasaan oleh Taliban, uluran tangan itu terhenti. Imbasnya, nyaris seluruh program yang dirancang untuk memerangi virus corona bercerai-berai.
Sebagai sanksi terhadap Taliban, Amerika Serikat (AS) turut membekukan aset bank sentral Afghanistan. Langkah itu kian menjerumuskan negara tersebut ke dalam lubang krisis ekonomi.
Anak-anak berjalan ke sungai dari desa mereka, di Bamiyan, Afghanistan. Foto: Bulent Kilic/AFP
Adapun banyak keluarga yang tak lagi mampu membeli makanan. Sehingga, krisis perawatan Kesehatan hanya makin memburuk. Kelompok rentan tentu menahan hantaman terkuat.
Seorang wanita berusia 60-an, Nikbakht, menceritakan pengalamannya ketika membutuhkan bantuan medis. Nikbakht menuturkan, ia harus melewatkan sejumlah perawatan untuk penyakit ginjal lantaran diadang penjaga Taliban.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya kerabat laki-laki Nikbakht adalah seorang putra tunanetra yang tidak bisa menemaninya. Kendati demikian, Taliban tidak mempedulikan kondisi Nikbakht.
"Ia (penjaga Taliban) bilang ia tidak peduli dengan apa yang terjadi pada putra saya atau suami saya, dan ini adalah perintah dari atas," tutur Nikbakht.

4. Institusi Pemerintah

Wanita Afghanistan berdiri di depan bekas Kementerian Urusan Wanita. Foto: REUTERS/Ali Khara
Pembatasan yang pertama kali diberlakukan Taliban menyasar perempuan perkotaan dan kelas menengah. Namun, seiring mereka mengukuhkan kekuasaan, aturan itu menjerat seluruh populasi perempuan di Afghanistan.
Pemberantasan kekerasan sistemik itu tampak semakin sukar. Lantaran, tidak ada institusi yang mengedepankan perlindungan dan pemberdayaan perempuan di Afghanistan.
Afghanistan sempat memiliki Kementerian Urusan Wanita Afghan (MOWA). Kementerian yang didirikan pada 2001 lalu itu dihapuskan oleh Taliban pada September 2021.
Wanita Afghanistan meneriakkan slogan-slogan selama protes di Kabul. Foto: REUTERS/Ali Khara
Taliban kemudian memasang sebuah papan baru di gedung kantor MOWA. Bangunan itu kini menampung Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.
ADVERTISEMENT
Rekaman yang diunggah ke media sosial menunjukkan para pekerja kementerian itu melangsungkan protes di luar gedung usai kehilangan sumber penghidupan. Tanpa acuh, Taliban tidak menawarkan penjelasan apa pun di balik keputusan itu terhadap mereka.
"Apakah ini tahap di mana para perempuan akan dilupakan?" ujar Kepala Jaringan Wanita Afghan (AWN), Mabouba Suraj.

5. Dilarang Kerja

Wanita Afghanistan memegang spanduk saat protes di Kabul. Foto: REUTERS/Ali Khara
Pemberhentian tak hanya menimpa perempuan yang bekerja di kementerian. Taliban mengekang pergerakan seluruh kaum perempuan di dunia kerja.
Taliban mengatakan, pihaknya mengizinkan perempuan bekerja selama dipisahkan dari laki-laki. Nyatanya, mereka bahkan tidak dapat bekerja sama sekali kecuali di sektor khusus.
Pun perempuan yang meniti karier di sektor khusus seperti perawatan kesehatan pendidikan kerap mengalami pelecehan.
Seorang wanita dan anak-anak etnis Hazara berdiri di depan guanya, di Bamiyan, Afghanistan. Foto: Bulent Kilic/AFP
Taliban menghabiskan waktu untuk memastikan segregasi ketat di perusahaan komersial, namun tidak menyisihkan tenaga untuk memberantas kekerasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penegakan itu memunculkan pula ketakutan dalam para pemilik perusahaan. Pekerja perempuan pun mengalami pemecatan tak beralasan.
Puluhan ribu perempuan Afghanistan lantas menjadi pengangguran. Dalam satu jentikan jari, Taliban menghapuskan perjuangan perempuan selama dua dekade terakhir.
Wanita Afghanistan berpakaian burqa berdiri dengan barang-barang bantuan yang diterima dari sebuah badan amal di Herat. Foto: AFP
Program Pembangunan PBB (UNDP) melaporkan pada Desember 2021, diskriminasi tersebut memunculkan kerugian ekonomi hingga USD 1 miliar.
Pasalnya, perempuan menunjukkan tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan pendidikan yang setara.

6. Pembungkaman Media

Seniman India saat melukis wajah jurnalis Reuters Danish Siddiqui yang terbunuh saat meliput bentrokan antara pasukan keamanan Afghanistan dan Taliban di perbatasan dengan Pakistan. Foto: Francis Mascarenhas/Reuters
Representasi tak berimbang juga tampak jelas di media Afghanistan. Taliban telah memperintahkan saluran televisi untuk berhenti menayangkan drama yang menampilkan aktor perempuan.
Pada Desember 2021, sejumlah asosiasi jurnalis mencatat, 231 dari 543 saluran media telah ditutup di Afghanistan. Sejak Taliban mengambil alih, lebih dari 6.400 jurnalis pun kehilangan pekerjaan mereka.
Pembela hak-hak perempuan Afghanistan dan aktivis sipil protes untuk menyerukan kepada Taliban untuk pelestarian prestasi dan pendidikan mereka, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan, Jumat (3/9). Foto: Stringer/REUTERS
Taliban mencekik kebebasan berekspresi melalui ancaman, penangkapan, dan intimidasi. Tiga orang staf dari TOLONews pun ditahan pada Kamis (17/3/2022). Mayoritas reporter dan produser media tersebut merupakan perempuan.
ADVERTISEMENT

7. Kebebasan Pribadi

Salon kecantikan dengan gambar wanita yang dirusak menggunakan cat semprot di Shar-e-Naw di Kabul, Afghanistan, Rabu (18/8/2021). Foto: Wakil Koshar/AFP
Kekangan Taliban menjalar hingga ke sudut-sudut kecil aspek kehidupan perempuan Afghanistan. Taliban mewajibkan seluruh perempuan untuk menutupi tubuh dengan burqa saat berada di ruang umum.
Tak berhenti di situ, Taliban tidak hanya mengatur cara berpakaian manusia perempuan. Manekin di toko-toko pun turut dipenggal. Papan reklame yang menampilkan bentuk tubuh manusia juga diturunkan.
Seorang pejuang Taliban berjalan melewati salon kecantikan dengan gambar wanita yang dirusak menggunakan cat semprot di Shar-e-Naw di Kabul, Afghanistan, Rabu (18/8/2021). Foto: Wakil Koshar/AFP
Sebagaimana keberadaan manekin di toko, Taliban turut melarang kehadiran perempuan di muka umum. Perempuan Afghanistan hanya diperbolehkan mengunjungi taman pada Minggu, Senin, dan Selasa. Sedangkan laki-laki hanya diperkenankan berkunjung di empat hari lainnya.
"Ini bukan perintah Imarah Islam Afghanistan, tetapi perintah Tuhan kita bahwa pria dan wanita yang tidak saling kenal tidak boleh berkumpul di satu tempat," jelas seorang pejabat, Mohammad Yahya Aref, seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
8. Naik Pesawat
Penumpang Afghanistan duduk di dalam pesawat ketika mereka menunggu untuk meninggalkan bandara Kabul di Kabul pada 16 Agustus 2021. Foto: WAKIL KOHSAR / AFP)
arangan terbaru yang diberlakukan Taliban adalah tak mengizinkan perempuan naik pesawat tanpa didampingi kerabat lelaki.
Pejabat dari maskapai Ariana Afghan dan Kam Air mengungkap hal tersebut pada Minggu (27/3/2022). Mereka mengatakan, Taliban telah memerintah maskapai agar berhenti melayani perempuan yang bepergian sendiri.
Keputusan itu diambil pada Kamis (24/3). Perwakilan dari Taliban, dua maskapai tersebut, dan otoritas imigrasi bandara telah terlebih dahulu bertemu untuk membahas dan menyetujui hal tersebut.