Ada Pembatasan Demo di Yogyakarta, Pemda DIY Tuai Kritik

20 Januari 2021 19:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
zoom-in-whitePerbesar
Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
ADVERTISEMENT
Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka menuai kritik dari koalisi masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, dalam Pergub tersebut dijelaskan bahwa ada lima lokasi yang dilarang untuk unjuk rasa alias demo di Yogyakarta.
Kelima tempat itu masing-masing Istana Negara Gedung Agung, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Unjuk rasa boleh dilakukan asal di luar radius 500 meter dari objek vital nasional itu.
Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) mengkritik Pergub tersebut. Dalam rilis yang disampaikan Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli, dijelaskan bahwa Pergub ini membahayakan keberlanjutan demokrasi.
"Dengan menggunakan kedok pariwisata, gubernur menutup diri dari kontrol publik. Kalau kita baca, Pergub ini memakai keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 Tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata sebagai konsiderasinya," sebut Yogi, Rabu (20/1).
ADVERTISEMENT
Yogi menyebut, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin dan diakui oleh UUD 1945. Kemudian esensi dari Pasal 28E ayat 2 bahwa setiap orang berhak menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Lalu ayat 3 mengatakan, setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat.
Terkait Pergub tersebut ARDY mengajukan somasi dan mendesak:
1. Gubernur Provinsi DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mencabut dan membatalkan segera Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka dan menghentikan segala upaya pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
2. DPRD Provinsi DIY, sebagai lembaga perwakilan rakyat, hendaklah pro aktif menjalankan fungsi pengawasan kepada eksekutif melalui mekanisme yang tersedia serta menekan gubernur untuk menyudahi praktik sepihak dan sewenang-wenang terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.
ADVERTISEMENT
Jika hal itu juga tidak ditanggapi Pemda DIY, maka koalisi sipil itu juga akan mengajukan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan Pergub tersebut.
"Karena bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 9 tahun 1998, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik," jelasnya.
Sementara itu, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengaku belum menerima surat somasi dari ARDY. Meski begitu dia berjanji akan menanggapinya.
"Saya belum baca, nanti kita tanggapi. Kalau ada pertanyaan ya kita jawab cuma nanti kita pelajari. Pada prinsipnya pemerintah daerah itu terbuka saja kalau memang ada keputusan yang perlu perbaikan, kita perbaiki. Kalau ada yang perlu didiskusikan kembali ya kita diskusikan. Kan Pak Gubernur bikin peraturan dalam rangka untuk tertib masyarakat," ujar Aji.
ADVERTISEMENT
Aji mengakui bahwa Pergub tersebut memang tindak lanjut dari keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016. Meski keputusan menteri sudah keluar 2016, tindak lanjut baru dilakukan tahun ini.
"Jadi kita menindaklanjuti dari Peraturan Menteri Pariwisata supaya implementasi di lapangan menjadi lebih jelas. Ya saya kira karena kita merasa perlu (Pergub tersebut) maka kita tindak lanjuti. Masalah cepat atau tidak cepat itu kita merasa perlu menindaklanjuti itu saja," ujarnya.
Sementara saat disinggung apakah demo ricuh pada tahun lalu menjadi salah satu faktor pertimbangan, Aji juga tidak menampik.
"Itu bagian dari yang sudah pernah terjadi di Yogya dan kita sebetulnya tidak menginginkan (kericuhan)," katanya.
Kepala Biro Hukum Setda DIY Dewo Isnu Broto menjelaskan pihaknya mempersilakan masyarakat untuk melayangkan keberatan terkait peraturan ini.
ADVERTISEMENT
"Yang dilakukan pemerintah, masyarakat diberikan saluran untuk keberatan, satu melalui somasi atau banding administrasi, kita terima. Yaitu melalui mekanisme persuratan dengan kita. Kemudian boleh melakukan gugatan melalui PTUN atau langsung ke Peninjauan Kembali terhadap peraturan yang kita keluarkan," ujarnya.
Di sisi lain, Dewo menjelaskan bahwa Pergub ini merupakan tindak lanjut UU Nomor 9 tahun 1998, Pasal 5 ayat tentang penyampaian di tempat umum. Di situ terdapat poin bahwa objek-objek vital nasional menjadi lokasi yang mendapat pengecualian untuk menyampaikan aspirasi.
"Objek vital nasional itu karena belum jelas di undang-undang maka dalam hal ini presiden mengeluarkan Keppres Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek nasional," ujarnya.
Objek vital nasional yang dimaksud adalah kawasan atau lokasi maupun bangunan atau instansi dan usaha yang menyangkut kepentingan negara, hajat hidup orang banyak, serta sumber pendapatan yang strategis. Melalui Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 itulah penentuan kawasan objek vital nasional dikerucutkan.
ADVERTISEMENT