Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Ada Perkara Hasto di Rencana Temu Megawati dan Prabowo?
20 Januari 2025 17:31 WIB
·
waktu baca 10 menitRencana pertemuan Megawati dan Prabowo yang kembali mencuat dikait-kaitkan dengan kasus Hasto Kristiyanto . Benarkah sinyalemen itu? Akankah sikap politik PDIP berubah arah?
***
Berpidato hampir tiga jam di HUT ke-52 PDIP , Megawati Soekarnoputri menyinggung berbagai situasi politik dan hukum. Termasuk salah satunya kasus dugaan korupsi yang menjerat sekjen partainya, Hasto Kristiyanto, di KPK .
Ketua Umum PDIP itu heran karena KPK terkesan hanya ‘mengubek-ubek’ Hasto. Padahal menurut Megawati, banyak kasus lain di KPK yang lebih genting. Ia pun mempertanyakan profesionalisme penegakan hukum di komisi antirasuah itu.
“Lah, KPK mosok enggak ada kerjaan lain, hah? Yang dituding, yang diubrek-ubrek hanya Pak Hasto itu wae,” sindir Megawati di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1).
Senyampang dengan pidato yang menyoal kasus Hasto, Megawati turut menyinggung hubungannya dengan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengaku tak ada masalah dengan Prabowo dan masih menjalin komunikasi melalui utusan masing-masing.
Komunikasi antar utusan semakin intens belakangan ini di tengah rencana pertemuan Megawati dan Prabowo. Wacana pertemuan keduanya kembali mencuat usai sempat batal jelang pelantikan Prabowo pada 20 Oktober 2024. Kala itu Megawati disebut tidak fit usai lawatan ke Rusia dan Uzbekistan.
Kepada utusan Prabowo, Megawati mengaku pernah menyampaikan mengenai situasi bila kader diperlakukan tak adil. Megawati menyebut sebagai sesama ketum partai, pasti Prabowo memiliki perasaan yang sama jika hal serupa menimpa kadernya.
“Saya bilang, mas, kita boleh dong, saya ketua umum [PDIP], kamu ketua umum [Gerindra]. Kalau kamu dibegitukan, melihat anak buah kamu dibegitukan, apa rasanya sebagai ketua umum [partai]? Pasti perasaan kita sama,” ungkap Megawati.
Diksi Megawati soal ‘dibegitukan’ memang tak begitu jelas ditujukan terhadap kejadian yang mana. Namun asumsi publik salah satunya mengarah ke kasus hukum yang menjerat Hasto.
Wacana pertemuan Megawati dan Prabowo pun mencuat tak lama usai Hasto menjadi tersangka KPK.
Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, menilai wajar rencana pertemuan Megawati dan Prabowo dikaitkan dengan kasus Hasto. Sebab menurutnya dalam politik “tidak ada yang kebetulan,”.
Agung berpandangan, pertemuan Megawati dan Prabowo bisa berbuah ‘legal protection’ bagi kader-kader PDIP yang berada di pusaran kasus hukum. Selain Hasto, ada Yasonna Laoly yang tengah dicegah KPK ke luar negeri maupun Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang pernah diperiksa KPK di kasus Liquefied Natural Gas (LNG) Pertamina.
“Saya kira dengan pertemuan [Megawati dan Prabowo] nanti…minimal ada semacam legal protection, perlindungan hukum secara moderat, objektif, konstruktif, yang tidak menempatkan PDIP sebagai sasaran empuk untuk diselidiki,” ucap Agung.
Sehingga menurut Agung, dengan tantangan hukum maupun politik yang dihadapi PDIP, membuat kemungkinan pertemuan kedua tokoh itu lebih besar dibanding sebelumnya. Di samping itu, Prabowo juga membutuhkan PDIP sebagai jembatan politik bagi kelompok oposan.
“Ketika [Prabowo] dengan Ibu Mega berhasil ketemu, ini bisa membangun semacam rekonsiliasi nasional. Karena tidak semua presiden bisa saling berkomunikasi. Kita tahu Pak SBY dengan Ibu Mega ada semacam unfinished story, begitu juga [Megawati] dengan Pak Jokowi, tapi Pak Prabowo nggak. [Prabowo] bisa berkomunikasi dengan siapa pun tanpa hambatan dan bisa memainkan peran-peran strategis itu untuk merajut kohesi sosial,” jelas Agung.
Sementara Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, menganggap kalimat Megawati soal anak buah tidak hanya ditujukan kepada Prabowo. Walaupun pernyataan Megawati tak lepas dari beberapa kader PDIP yang diancam perkara hukum selama kampanye Pilpres dan Pilkada, serta yang terakhir kasus Hasto.
“Saya berharap bahwa kompromi politik antara Ibu Mega dengan Pak Prabowo tidak sebatas terkait dengan kasus Hasto. Karena itu mengecilkan arti dari PDI Perjuangan sekali kalau hanya terbatas pada satu kasus hukum,” kata Yunarto kepada kumparan, Kamis (16/1).
Bagi Yunarto, yang terpenting dari komunikasi Megawati dan Prabowo untuk membangun situasi politik yang menyejukkan. Tensi politik di beberapa bulan terakhir, lanjut dia, hanya seakan-akan dibuat dikotomi antara pro atau kontra PDIP.
Pun demikian, Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan pidato Megawati yang menyinggung hubungan dengan Prabowo tak ada kaitannya dengan kasus Hasto. Menurut Said, Megawati memang memberi perhatian kasus yang dialami oleh Hasto, tapi dalam konteks mengkritisi penegakan hukum yang dianggap melenceng.
Pernyataan Megawati tersebut, lanjut Said, merupakan bentuk harapan kepada Prabowo agar menjadi pelopor pembangunan hukum.
“Saya tegaskan bahwa hubungan baik kedua tokoh jangan disimpulkan bahwa hal itu sebagai sinyal untuk membarter status hukum yang saat ini disangkakan kepada Mas Hasto. Kita perlu jernih dan jangan membuat kesimpulan secara jumping,” tegas Said pada Jumat (17/1).
“Jangan dimaknai pernyataan beliau sebagai bentuk barter dengan apa yang sekarang dialami Mas Hasto. Hal itu tidak ada kaitannya dan bukan karakter Ibu Mega memperdagangkan hukum,” timpalnya.
Mengapa Hasto Belum Ditahan KPK?
KPK secara resmi mengumumkan Hasto sebagai tersangka sehari sebelum Natal, 24 Desember 2024. Sekjen PDIP tersebut disangka terlibat dalam suap Harun Masiku — yang sudah 5 tahun buron — kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2019.
Usai ditetapkan tersangka, Hasto kemudian dijadwalkan untuk diperiksa pada 6 Januari 2025. Namun ia tak memenuhi panggilan dan meminta waktu pemeriksaannya diatur ulang. Hasto kemudian memenuhi panggilan penyidik KPK pada 13 Januari 2025.
Hasto hadir didampingi rombongan pengacara dan simpatisan. Mereka bahkan datang ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan diantar-jemput bus berwarna merah-putih. Hasto berada dalam ruangan pemeriksaan KPK selama 3 jam lebih dan kemudian berlalu keluar. Pulang.
Hasto tak ditahan KPK. Ini memunculkan pertanyaan di publik, mengapa ia tak ditahan? Padahal bila merujuk kebiasaan KPK, orang yang sudah ditetapkan tersangka sedianya ditahan usai diperiksa.
Desas-desus pun muncul bahwa ada komunikasi Megawati dan Prabowo sebelum Hasto diperiksa. Namun isu ini langsung dibantah elite Gerindra maupun PDIP.
“Tidak ada hubungannya dengan Pak Prabowo atau Gerindra. Belum ada [telepon Prabowo dan Megawati - red],” kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/1).
Dasco menegaskan, kewenangan penegakan hukum ada di KPK. Sehingga hanya KPK yang punya argumen mengapa Hasto belum ditahan.
Sedangkan Ketua DPP PDIP sekaligus tim hukum Hasto, Ronny Talapessy, juga mengatakan hal serupa. “Tidak ada [telepon - red]. Itu hoaks, tidak benar,” kata Ronny saat dikonfirmasi kumparan, Rabu (15/1).
Ronny malah menganggap penetapan tersangka Hasto prematur. Sebab, KPK menetapkan Sekjen PDIP tersebut sebelum memeriksa semua saksi. Ronny menilai KPK tak memenuhi dua alat bukti untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka.
“Dia [KPK] tersangkakan dulu baru periksa saksi-saksi,” kata Ronny.
Pernyataan Ronny tersebut sekilas punya dasar. Sebab Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebutkan alasan Hasto tak langsung ditahan pada pemeriksaan 13 Januari karena masih harus memeriksa beberapa saksi.
Tessa mengatakan, penyidik menilai Hasto belum perlu ditahan. Proses penyidikan akan dilanjutkan ke penahanan bila penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sepakat bahwa berkas perkara sudah siap.
“Hasil koordinasi saya dengan penyidik, yang bersangkutan [Hasto] tidak dilakukan penahanan hari ini karena penyidik masih membutuhkan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang masih belum hadir dan masih dibutuhkan,” terang Tessa.
Dalam perkara itu, KPK menjerat Hasto sebagai tersangka pemberi suap. Ia diduga ‘mengatur dan mengendalikan’ agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR RI Dapil I Sumsel menggantikan almarhum Nazaruddin Kiemas. Padahal yang disebut berhak mendapatkan kursi itu adalah seorang caleg bernama Riezky Aprilia yang memperoleh suara kedua setelah Nazaruddin.
KPK menyebut Hasto bekerja sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah — orang kepercayaan Hasto — untuk menyuap Wahyu. Perkara Wahyu sudah inkrah dan telah keluar dari penjara. Namun hingga kini Masiku masih buron.
Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap sekitar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan melalui eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tak hanya itu, KPK juga menjerat Hasto dengan Pasal 21 UU Tipikor atau perintangan penyidikan alias obstruction of justice (OoJ). Sebab saat proses OTT kasus ini pada 8 Januari 2020, Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri. Perintah itu disampaikan melalui seorang penjaga rumah dan kantor Hasto bernama Nur Hasan.
Lalu pada 6 Juni 2024, sebelum diperiksa sebagai saksi, Hasto disebut memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan HP agar tidak ditemukan penyidik. KPK juga menuduh Hasto mengumpulkan dan mengarahkan beberapa saksi terkait kasus Harun Masiku agar tak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Hasto Melawan
Dalam proses penyidikan, KPK sudah menggeledah kediaman Hasto, salah satunya di Bekasi. Namun menurut Ronny, penggeledahan itu berlebihan. KPK disebut tak menyita apa-apa dari rumah Hasto, terkecuali hanya sebuah diska lepas (flashdisk).
Ronny mengatakan perkara Harun Masiku adalah kasus OTT. Sehingga harusnya pada saat itu juga dilakukan penindakan terhadap pihak yang mengalami dan menyaksikan langsung proses suap terjadi. Ia menegaskan tak ada bukti yang menguatkan keterlibatan Hasto dalam kasus suap itu.
“Ada putusan pengadilan dari tingkat pengadilan negeri sampai MA, tidak ada bukti yang terkait dengan Harun Masiku dan Sekjen Hasto,” ungkapnya.
Penetapan Hasto sebagai tersangka, lanjut Ronny, hanya didasarkan asumsi, serta lebih bertendensi politis ketimbang penegakan hukum.
Ia tak menyebut bentuk politisasinya seperti apa, bagaimana, dan oleh siapa. Tapi Ronny membenarkan dugaan kasus Hasto di KPK bertalian dengan pemecatan Joko Widodo bersama keluarganya sebagai kader PDIP. Hasto diumumkan sebagai tersangka oleh KPK beberapa hari setelah pemecatan Jokowi.
Dari informasi yang diperoleh kumparan, Hasto dikirimi ‘pesan ancaman’ mengenai kasus di KPK sebelum pemecatan Jokowi. Informasi tersebut dibenarkan Ronny.
“Saya dengar, kita tahu bahwa ada pengirim pesan tersebut: yang pertama [pesannya] 'jangan pecat Jokowi' yang kedua 'sekjen harus mundur’,” ungkap Ronny.
Namun apa pun itu, KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka. Di sisi lain, Hasto siap melawan status itu melalui gugatan praperadilan.
“Ini penegakan hukum yang sudah salah kaprah dan tendensi politiknya sangat kuat. Kami sekarang menggunakan hak hukum mengajukan praperadilan. Nanti kita uji di situ, sah tidaknya status tersangkanya Mas Hasto,” ujar Ronny.
Praperadilan Hasto sudah diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sidang perdana digelar pada 21 Januari 2025. Ronny menegaskan siap menunjukkan celah kekeliruan KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka di hadapan hakim.
PDIP Goyah karena Kasus Hasto?
Juru Bicara PDIP Guntur Romli menegaskan rencana pertemuan Megawati dan Prabowo tidak ada kaitannya dengan kasus Hasto. Ia juga menekankan kasus hukum Sekjen PDIP itu tak akan akan mempengaruhi pendirian PDIP. Posisi PDIP di pemerintahan Presiden Prabowo, lanjut dia, baru akan ditentukan pada Kongres mendatang.
Mengenai pidato Megawati menyindir Prabowo soal perasaan bila kadernya ditekan hukum, Romli menyebutnya sebagai empati seorang ibu kepada kadernya. Bagi Megawati, Hasto bukan sekadar sekjen partai. Ia adalah anak seperti kader lainnya. “Kalau dikuyo-kuyo, dizalimi, dikerjain, ditindas, pasti seorang ibu akan sedih,” kata Romli.
“Beliau juga mengajak Pak Prabowo juga seperti itu. Gimana kalau orang-orang dekatnya tiba-tiba mengalami perlakuan disakiti seperti itu, pasti kita orang yang dekat pun juga akan merasa sakit. Ini bagi kami sebagai politik empati,” tambah Romli.
Romli merasa kasus Hasto sangat lekat dengan kepentingan politik, khususnya di era Jokowi. Namun Jokowi membantah cawe-cawe di kasus Hasto. Bagaimana pun, Romli percaya Prabowo tak akan seperti itu. Ia juga meyakini Prabowo bukan tipe pemimpin yang suka ikut campur internal partai lain.
“Pak Prabowo tidak akan mungkin melakukan intervensi terhadap kasus ini,” ungkap Romli.
Di sisi lain, Ketua DPP Bidang Hukum Gerindra Hendarsam Marantoko menyatakan rencana pertemuan Prabowo dan Megawati sama sekali tak terkait kasus Hasto. Menurut Ketum Lingkar Nusantara itu, Prabowo menjunjung tinggi hukum dan tidak ingin mencampurkannya dengan politik.
“Spirit dari pemerintahan Pak Prabowo ingin memasuki era baru…memisahkan antara hukum dan politik. Sebagai negara rechtsstaat (hukum), hukum adalah panglima. Jangan sampai dalam prakteknya politik di atas hukum. Sehingga walaupun kedua hal ini berkaitan, tapi tidak bisa saling mengintervensi. Biarkan hukum berjalan sendirinya, politik juga berjalan sendiri,” kata Hendarsam.