Ahli Biomokuler: Baru Ada 1 Vaksin Berbasis Sel Dendritik dalam Kurun 20 Tahun

16 April 2021 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Vaksin MR. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vaksin MR. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ahli Biomolekuler dari Universitas Adelaide Australia, Dr Ines Atmosukarto, mengungkapkan baru ada satu produk vaksin berbasis sel dendritik untuk kanker yang mendapat izin edar dari FDA. Padahal penelitian sel dendritik untuk mengobati kanker sudah dilakukan selama 20 tahun.
ADVERTISEMENT
"Saat ini vaksin sel dendritik baru ada satu di dunia yang mendapat izin FDA, itu dari 2010 namanya Provenge dari perusahaan Dendreon. Meski udah lebih dari 20 tahun peneliti terkenal meneliti itu [pendekatan sel dendritik] di dunia, baru ada satu," kata Ines kepada kumparan, Jumat (16/4).
"Kita pun tidak menganggap ini teknologi yang punya basis kuat, masih belum. Bahkan untuk kanker masih dicari bagaimana formula sel dendritik yang paling optimal," lanjutnya.
Ines mengatakan, produk vaksin Provenge sendiri bukan produk yang menjadikan perusahaannya melejit. Padahal harganya terbilang cukup mahal, yakni mencapai 93.000 dolar AS atau mencapai Rp 1,4 miliar.
"Setahu saya [harganya] 93.000 USD," ungkapnya.
Dr Ines Atmosukarto, ahli biomolekuler dan vaksinolog. Foto: jcsmr.anu.edu.au
Dari segi penelitian, Ines mengakui banyak penelitian terkait sel dendritik untuk pengobatan dan vaksin. Tapi hanya satu yang baru menjadi obat karena ternyata manfaatnya masih sangat kecil.
ADVERTISEMENT
Saat penelitian terlihat menjanjikan, tapi begitu dicoba di uji klinis masih belum terlihat bagus. Bahkan, perusahaan yang pertama mengembangkan sel dendritik sudah bangkrut dan dibeli perusahaan lain.
"Penelitian banyak, tapi hasil penelitian dan hasil uji klinis, terus jadi obat yang boleh diedarkan itu masih jauh. Jadi iya, memang sudah banyak diteliti, tapi baru ada satu produk yang dapat izin edar. Dan itu sebenarnya bukan produk yang sering digunakan, jarang. Sebenarnya tidak sukses," jelas Ines.
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan

Sangat Sulit Membuat Vaksin Nusantara yang Berbasis Sel Dendritik

Sel dendritik mayoritas memang dipakai dalam pendekatan penelitian pengobatan kanker. Tetapi, eks Menkes Terawan Agus Putranto mencoba inovasi baru dalam menciptakan calon vaksin corona yang berbasis sel dendritik, yakni vaksin Nusantara.
ADVERTISEMENT
Ines melihat ini sesuatu yang sulit, bahkan mustahil. Kalau menciptakan obat berbasis sel dendritik untuk kanker saja sulit, apalagi untuk mengembangkan vaksin COVID-19.
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
"Karena penelitian vaksin dendritik selama ini digunakan untuk mengobati kanker, bukan mencegah infeksi. Itu sangat beda. Aspek yang diteliti juga sangat beda. Jadi enggak, 'oh ini bisa dipake buat kanker, [jadi] ini bisa dipake buat COVID'. Jauhlah," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat juga harus menyadari pengembangan suatu produk apalagi vaksin tidak bisa instan. Di negara maju, misalnya, ada vaksin mRNA atau vaksin AstraZeneca yang penelitiannya sebetulnya dilakukan bertahun-tahun. Dana yang disumbang oleh negara untuk mendukung pengembangan vaksin juga mencapai miliaran dolar.
"Ratusan milyar dolar mungkin. Jadi kita harus menyadari bahwa inovasi itu tidak bisa instan dan untuk bisa cepat seperti di AstraZeneca atau Oxford itu karena dasarnya sudah ada. Peneliti Oxford sudah meneliti platform vaksin itu lebih dari 15 tahun," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi begitu ada COVID, mereka tinggal mengaplikasikanya untuk COVID. Dasarnya sudah ada, enggak dari nol. Yang kita coba lakukan di Indonesia adalah membuat produk COVID itu dari nol. Jadi harap dimengerti prosesnya butuh waktu," pungkasnya.
Sebagai informasi, sel dendritik merupakan sel imun yang menjadi bagian dari sistem imun, yang biasanya berperan di berbagai penyakit infeksius, kanker, dan autoimunitas. Sel ini berasal dari sel punca hematopoietik CD34+ di sumsum tulang, terdiri atas kumpulan subset yang berbeda secara perkembangan dan fungsional yang mengatur fungsi sel T.