Ahli Hukum UGM: Presiden Bertanggung Jawab atas Kejahatan Demokrasi

23 April 2024 16:12 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar atau akrab disapa Uceng di Fakultas Hukum UGM, Selasa (23/4/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar atau akrab disapa Uceng di Fakultas Hukum UGM, Selasa (23/4/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Dr. Zainal Arifin Mochtar atau akrab disapa Uceng mengatakan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Pemilu (PHPU) Pilpres 2024 oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, orang yang melanggar hukum dan merusak demokrasi tetap harus mempertanggungjawabkan secara hukum.
ADVERTISEMENT
"Siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demokrasi, harus tetap dibawa ke pertanggungjawaban hukum," kata Zainal di acara konferensi pers "Pasca Putusan MK Kita Harus Apa" yang digelar Constitutional Law Society di Fakultas Hukum UGM, Sleman, DIY, Selasa (23/4).
Zainal menyinggung 3 hakim MK yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).
"Saya kira bunyi putusan itu setidak-tidaknya 3 orang di center itu jelas-jelas mengatakan bahwa harus ada yang bertanggung jawab terhadap kejahatan demokrasi berupa bansos yang direkayasa menuju ke arah pemilihan dan penggunaan aparat yang direkayasa ke arah pemilihan dan saya kira penanggungjawabnya tentu saja adalah Presiden," kata Zainal.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih adalah Guru Besar Hukum UGM yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Aktor film dokumentar "Dirty Vote" ini mengatakan, maka dari itu DPR harus didorong untuk mengajukan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban.
ADVERTISEMENT
"Harus serius. Tidak boleh dibiarkan proses yang keliru tanpa pertanggungjawaban," ujar Zainal.
Untuk mengajukan angket, maka partai politik harus berada di oposisi. Namun, jarang partai politik yang mau jadi oposisi karena mereka tak akan mendapatkan keuntungan.
"Saya kira harus dipikirkan bagaimana partai oposisi itu mendapatkan keuntungan elektoral, makanya saya termasuk yang mengatakan siapa yang mau oposisi pada pemerintahan harus kita pilih di pemilu berikutnya, harus kita pilih calonnya di pilkada gitu. Dan menghukum partai-partai yang status quo gitu supaya ada keuntungan elektoral, biasanya juga ada keuntungan finansial seharusnya."
"Jadi melindungi oposisi. Karena kalau tidak, orang enggak ada yang mau jadi oposisi dan begitu ditawari kursi menteri belok semua [ikut pemerintah]," ujarnya.
ADVERTISEMENT