Ahli Hukum Ungkap Celah Korupsi di MA: Kontak Panitera hingga Transparansi Vonis

28 September 2022 13:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
OTT KPK mengungkap adanya praktik dugaan suap di Mahkamah Agung. Dugaan suap pengurusan perkara ini bahkan melibatkan PNS Kepaniteraan, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti, hingga Hakim Agung.
ADVERTISEMENT
Ahli hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahillah Akbar, menilai ada celah yang membuat terjadinya tindak pidana suap di Mahkamah Agung (MA). Dari kontak panitera dengan pihak berperkara hingga soal transparansi putusan.
Menurut Akbar, dalam banyak kasus di MA, panitera sebagai ASN di MA memang disebut berperan penting.
"Karena secara administrasi panitera akan berhubungan dengan berbagai pihak," kata Akbar dikutip Rabu (28/9).
"Celah ini yang bisa berpotensi koruptif," tegasnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar kontak fisik panitera dengan pihak berperkara diminimalisir. Khususnya harus berada dalam pengawasan.
"Seharusnya memang pihak-pihak berhubungan dengan MA via elektronik saja dan Panitera juga dilarang berkomunikasi selain via elektronik yang diawasi MA," kata Akbar.
Pengawasan terhadap Hakim Agung juga dinilai masih terbatas. Sehingga potensi suap masih bisa terjadi. Ia mencontohkan mantan Sekretaris MA Nurhadi yang diduga menerima suap Rp 35 miliar dan gratifikasi Rp 37 miliar.
ADVERTISEMENT
"Independensi hakim yang kuat perlu diimbangi dengan pengawasan yang baik. Misalnya larangan hakim bertemu dan berhubungan dengan pihak-pihak," ungkap Akbar.
Dalam kasus yang dibongkar KPK, diduga terjadi suap penanganan perkara yang terjadi di MA. Yakni dugaan suap pengaturan vonis kasasi pailit.
Setidaknya ada 6 dari pihak MA yang dijerat sebagai tersangka penerima suap oleh KPK. Mulai dari PNS pada Kepaniteraan, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti, hingga Hakim Agung.
Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, bersama 9 tersangka lainnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Mereka ialah:
Sementara pemberi suap ada empat tersangka. Dua di antaranya ialah pengacara yang kemudian berhubungan langsung dengan Desy Yustria dkk. Tujuannya, agar bisa putusan kasasi sesuai dengan keinginan mereka. Imbalnya, mereka memberikan uang senilai Rp 2,2 miliar yang kemudian dibagi-bagikan.
ADVERTISEMENT
Celah yang lain yang diungkap Akbar adalah terkait transparansi putusan. Akbar menyebut kasus pemeriksaan kasasi sangat besar dan hanya pemeriksaan hukum (judex jurist). Dalam praktiknya, menurut dia, memang tidak diadakan sidang.
"Hakim MA hanya akan rapat. Namun putusannya wajib terbuka untuk umum," kata Akbar.
Transparansi putusan ini yang kemudian menjadi sorotan Akbar. Lantaran terkadang publikasi yang sangat lama.
"Ini kelemahannya. Putusan-putusan ini kadang lama sekali baru di-upload di persidangan. Ini transparansi dan akuntabilitasnnya menjadi buruk," ujarnya.
Dari masalah tersebut, Akbar mendorong penguatan pengawasan hakim. Jika diperlukan, Komisi Yudisial diberikan kewenangan penyidikan sehingga bisa fokus mencegah tindakan-tindakan koruptif.
"Kedua memperbaiki sistem pemeriksaan. Putus semua hubungan hakim dengan berbagai pihak. Sanksi etik berat bagi hakim yang berhubungan dengan berbagai pihak," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

KPK Dorong Transparansi Penanganan Perkara

Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
KPK mendorong adanya pembenahan buntut terungkapnya dugaan suap pengurusan perkara di MA. Selain dalam hal penindakan, KPK juga mendorong perbaikan dengan upaya preventif serta edukatif.
Pendekatan preventif ini dilakukan KPK melalui Stranas PK dengan melakukan identifikasi tantangan pada ranah penegakan hukum. Salah satu yang disorot KPK ialah soal transparansi penanganan perkara.
"Belum meratanya kualitas keterbukaan informasi serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan layanan publik," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri.
Ali Fikri mengatakan, jika proses penanganan perkara dibuka dan dapat diakses publik, maka akan sangat membantu dalam aspek pengawasan. Sehingga aparat penegak hukum dalam meminimalisasi penyelewengan.
Atas dasar itu, KPK mendorong adanya penguatan sistem penanganan perkara tindak pidana yang terintegrasi, yakni melalui Pengembangan dan Implementasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI).
ADVERTISEMENT
"Secara umum, penegakan hukum di Indonesia dianggap masih belum dilakukan secara adil dan transparan," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (27/9).
Adapun pelaksanaan aksi terkait SPPT-TI ini tak hanya dilakukan di MA saja, tetapi juga meliputi Kemenko Polhukam, Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, Kemenkumham, Kepolisan, Kejaksaan, dan KPK sendiri.
Ali mengungkapkan contoh kendala dalam penanganan perkara, salah satunya yakni soal koordinasi aparat penegak hukum masih belum optimal, khususnya terkait pertukaran informasi atau data antar aparat penegak hukum.
Selain itu, tantangan pada era teknologi informasi juga masih belum tertangani dengan baik. Kehadiran teknologi informasi dirasa belum dimanfaatkan secara baik untuk menciptakan proses penanganan perkara yang cepat dan transparan.
Dengan demikian, aksi penguatan SPPT-TI ini menjadi salah satu aksi prioritas Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) dalam rangka membangun sistem Informasi penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan, mendorong pertukaran dan pemanfaatan data perkara secara elektronik antar lembaga penegak hukum.
ADVERTISEMENT
"Sehingga diharapkan mewujudkan penegakan hukum di Indonesia yang berkualitas dan selaras dengan tujuan pembangunan nasional," pungkas Ali.

MA Berbenah

Ketua MA bersama dengan para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Ruang Kusumah Atmadja, Mahkamah Agung, Jakarta, pada Senin (26/9/2022) sore. Foto: Mahkamah Agung
Setelah OTT terhadap Hakim Agung Sudrajad, MA berbenah. MA bakal melakukan rotasi dan mutasi massal terhadap para pegawainya. Rotasi dan mutasi ini dilakukan buntut terungkapnya praktik dugaan suap pengurusan perkara di institusinya.
Menurut Ketua MA Syarifuddin, rotasi dan mutasi itu akan diberlakukan kepada staf dan panitera pengganti yang cukup lama dan yang bermasalah. Panitera Pengganti merupakan organ kelengkapan majelis hakim yang tugas utamanya membantu Majelis Hakim Agung dalam pencatatan jalannya persidangan.
“Kami meminta masukan dari Bapak Ibu sekalian, untuk melaporkan kepada kami, jika ada nama-nama yang harus ditindaklanjuti,” ujar Syarifuddin dalam acara yang dihadiri Pimpinan MA, Hakim Agung, hingga Hakim Ad Hoc hadir dengan menggunakan baju toga lengkap di ruang Kusumah Atmadja, MA, Jakarta, pada Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
Langkah rotasi dan mutasi yang dilakukan MA ini sejalan dengan usulan yang disampaikan oleh KPK. KPK menilai pegawai yang terlalu lama berada di satu tempat berpotensi membuat celah terjadinya korupsi. Rotasi dan mutasi dipandang bisa menjadi jalan guna mencegah hal tersebut.