Ahli Pemerintah di MK: Revisi UU KPK Memang Tak Sempurna dan Timbulkan Curiga

9 September 2020 15:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Gugatan terhadap UU KPK hasil revisi, UU Nomor 19 Tahun 2019, di Mahkamah Konstitusi (MK) turut menghadirkan ahli dari presiden, Maruarar Siahaan.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya, Maruarar yang merupakan mantan hakim MK menyatakan, revisi UU KPK pada 2019 memang tidak sempurna, memiliki kekurangan, dan menimbulkan kecurigan.
Maruarar menjelaskan, maksud revisi UU KPK tak sempurna lantaran dilakukan DPR periode 2014-2019 pada akhir masa jabatan, yakni pada September 2019. Sedangkan KPU telah menetapkan anggota DPR terpilih periode 2019-2024 pada Agustus yang dilantik pada 1 Oktober 2019.
"Kenyataan dalam proses tidak sempurna, misal kita lihat penyelesaian (revisi) UU KPK di masa akhir jabataannya (DPR). Saya berpandangan kalau KPU sudah tetapkan anggota DPR terpilih, meski masih berwenang sampai saat terakhir anggota DPR, ini yang saya katakan kekurangan," ujar Maruarar dalam sidang MK pada Rabu (9/9).
Maruarar Siahaan, mantan hakim MK Foto: Instagram @maruararsiahaan
Adapun yang dimaksud menimbulkan kecurigaan, kata Maruarar, yakni proses revisi UU KPK yang cepat.
ADVERTISEMENT
"Ini yang saya katakan ini timbulkan kecurigaan, diburulah masalah (revisi UU KPK) ini," ucapnya.
Meski demikian, Maruarar berpandangan ketidaksempurnaan, kekurangan, dan timbulnya kecurigaan tersebut tak lantas membuat UU KPK hasil revisi harus dibatalkan. Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah persoalan etik. Sedangkan merujuk pada kaidah hukum, DPR tetap berwenang merevisi UU meskipun masa jabatannya hampir habis.
"Tapi itu masalah etik, bagaimana supaya orang yang terlibat punya standar tertinggi, tapi normanya masa jabatan masih sampai. Norma hukum idealnya sama dengan norma etik, tapi kalau demikian kenyataan norma hukum yang jadi acuan, paling ada celaan dikit kepada pihak yang diberi kewenangan," jelasnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Maruarar menambahkan, revisi UU KPK juga tidak dapat dibatalkan begitu saja lantaran proses revisi suatu UU tidak mungkin sempurna dengan mematuhi segala peraturan.
ADVERTISEMENT
"Pembuatan UU sama dengan kehidupan, (semisal) pembuatan kue dengan alat tidak bisa semekanis itu. Kita mematuhi dan kalau kita katakan itu tidak mematuhi meski diamanatkan UU masa iya batal. Itu pekerjaan besar, suatu waste of time, waste of money, dan energi (apabila dibatalkan)" tutupnya.