Ahli Tata Negara: MK Tak Mungkin Diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf

25 Juni 2019 15:57 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengendara sepeda melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Pengendara sepeda melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
MK akan segera membacakan putusan sengketa hasil Pilpres 2019 pada Kamis, 27 Juni 2019 mendatang. Ahli tata negara Bivitri Susanti, memprediksi MK tidak akan mengabulkan permohonan paslon 02 Prabowo-Sandi untuk mendiskualifikasi paslon 01 Jokowi-Ma'ruf.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk diterima dan tidaknya, perkiraan saya sih petitum yang mengenai diskualifikasi enggak akan diterima. Soalnya, diskualifikasi itu seharusnya di Bawaslu," kata Bivitri saat dihubungi kumparan, Selasa (25/6).
"Kemudian, membubarkan KPU itu misalnya, harusnya di DKPP. Jadi saya kira itu juga enggak akan diterima, karena tempatnya bukan di MK," imbuhnya.
Bivitri Susanti. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Prediksi Bivitri akan keputusan hakim MK mengacu pada beberapa pertimbangan. Mulai dari kerangka hukum, argumentasi pemohon, dan saksi serta alat bukti surat.
“Itu semua akan dikombinasikan oleh hakim, misal dalil mengenai presentase jadi 52 persen (petitum Prabowo-Sandi), dia akan cek ada enggak alat bukti suratnya, argumentasinya bagaimana,” jelas Bivitri.
Bivitri menilai, argumentasi pernyataan saksi dan alat bukti yang diajukan pemohon tidak cukup kuat untuk meyakinkan majelis hakim. Misalnya, pemohon tidak mampu melampirkan sejumlah alat bukti dan sebagian alat bukti yang disajikan pemohon berupa link berita.
Tim Kuasa hukum BPN saat sesi foto bersama seusai sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
“Dari segi alat bukti suratnya saya kira lihat di daftar permohonan kurang kuat karena lebih banyak di media massa, link berita, itu biasanya buat hakim enggak meyakinkan biasanya, entah kalau ada bukti tambahan yang tidak kita lihat,” kata Bivitri.
ADVERTISEMENT
“Kemudian ketika di cross-check ke saksi, menurut saya saksi yang kemarin, seperti yang kita tonton bersama-sama enggak mampu menerangkan juga soal itu,” ujar Bivitri.
Kombinasi ketiga hal tersebut yang membuat Bivitri memprediksi hakim tidak cukup diyakinkan oleh pemohon.
“Jadi kalau dugaan saya sih dari 15 itu, saya kira saya tidak terlalu yakin, saya enggak mau mendahului hakim, tapi kalau saya jadi hakim dari 15 itu akan sulit diiyakan,” ujar Bivitri.