Ahli Ungkap Cara Berperang Melawan Varian Delta Plus

28 Juli 2021 22:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
ADVERTISEMENT
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, berpendapat varian Delta Plus sebetulnya sudah banyak menyebar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ini tentu menjadi masalah serius. Sebab varian Delta Plus punya mutasi yang sama dengan varian Beta dan sama berbahayanya dengan varian Kappa.
“Varian Delta Plus ketika dia terdeteksi [di Indonesia] itu sebetulnya juga pertanda sudah banyak. Karena Whole Genome Sequencing [untuk memetakan varian corona] kita ini kan bukan yang aktif banget gitu. Jumlahnya juga kan sedikit. Jadi ketika itu ditemukan, berarti puncak gunung esnya sudah ada, dan di bawahnya sudah jelas [lebih banyak]. dan Delta Plus ini kurang lebih 11/13 dengan Delta ini,” kata Dicky kepada kumparan, Rabu (28/7).
“Ini ancaman serius, karena karakteristik Delta ini disebut Plus itu karena ada mutasi yang sama dengan varian Beta. Karakteristiknya lebih cepat menular dan menurunkan antibodi baik karena vaksinasi atau pun penyintas. Artinya sama berbahayanya dengan dengan Kappa. Artinya di masa pandemi ini, bisa jadi yang memperburuk [kondisi] di suatu wilayah,” imbuh dia.
Karyawan berjalan di dekat "envirotainer" berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca saat tiba di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/3). Foto: Novrian Arbi/Antara Foto
Varian Delta (B.1617.2) dan varian Kappa (B.1617.1) pertama kali ditemukan di India. Sementara varian Beta (B.1.351) pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan.
ADVERTISEMENT
Varian Delta, Beta, adalah varian baru SARS-CoV-2 yang masuk ke dalam golongan Variant of Concern (VOC) menurut WHO karena lebih cepat menular.
Sementara itu, walau tak masuk dalam daftar Variant of Concern (VoC) seperti Delta, varian Kappa dinilai tak kalah menular dan mulai menjadi perhatian WHO.
Menurut Dicky, hingga saat ini belum ada gejala khusus dari kasus varian Delta Plus. Kendati demikian varian ini dikhawatirkan lebih menular, sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut.
“Sejauh ini tidak ada gejala khusus dari Delta Plus, sehingga hampir sama dengan Delta dan semuanya. Hanya dengan Delta, viral loadnya [kadar virus orang yang terpapar] 1000 kali lebih banyak. Nah, Delta Plus masih perlu kita selidiki lebih jauh lagi seperti apa viral loadnya. Tapi kalau gejala tidak ada [yang beda dari yang lain],” papar dia.
ADVERTISEMENT
Kendati tengah diwaspadai, menurut Dicky tidak ada yang berbeda dalam upaya mencegah penularan varian Delta Plus. Masyarakat tetap harus mengkombinasikan prokes 3M, sementara pemerintah memasifkan 3T dan vaksinasi.
Warga mengikuti kegiatan vaksinasi yang digelar oleh TNI Angkatan Udara di Hanggar Depohar 10 Husein Sastranegara, Kota Bandung pada Senin (26/7). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Meski, diakuinya kalau harus ada pula pembatasan ketat di pintu masuk negara untuk mencegah lebih banyak varian Delta Plus yang masuk ke RI.
“Untuk melawan varian apa pun yang saat ini ada, mau pun yang baru tidak ada yang berbeda dengan 3T, 5M, vaksinasi, tiga itu. Dengan sesekali ada pembatasan dan penguatan pembatasan pintu masuk negara. Darat, laut, udara, ini yang harus dilakukan,” jelas dia.
“Terus 3T-nya enggak bisa sekadarnya. Harus masif, agresif, 1 juta testing yang aktif menjangkau masyarakat. Dan masyarakat 5M-nya harus kuat, masker, dan kedisiplinan jaga jaraknya harus dilakukan kalau kita enggak mau semakin berat dari sektor ekonomi sosial karena itu berat. Tapi kalau kombinasi yang berkelanjutan ya 3T, 5M, dan vaksinasi,” tutupnya.
ADVERTISEMENT